Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kasus Kampung Kurma, dari Jualan "Mimpi" hingga Berujung "Tragedi"

15 November 2019   11:00 Diperbarui: 15 November 2019   11:04 2586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau saya menjadi Irvan Nasrun, saya mungkin akan susah tidur beberapa bulan terakhir. Bukan karena terserang insomnia. Bukan pula karena mesti begadang menyelesaikan pekerjaan. Melainkan karena pusing memikirkan modal yang hilang akibat terjerat "investasi bodong".

Irvan adalah salah satu korban investasi bodong yang dilakukan oleh PT Kampung Kurma. Seperti dilansir dari beberapa sumber, ia awalnya tertarik menanamkan uangnya di perusahaan tersebut karena tergiur oleh iming-iming imbal hasil yang besar, dan model bisnis yang sesuai dengan ajaran agama.

Tanpa ragu Irvan kemudian membeli beberapa kavling tanah senilai beberapa ratus juta rupiah yang ditawarkan Kampung Kurma. Ia berharap investasinya bisa balik modal dalam waktu beberapa tahun saja.

Kalau kita melihat model bisnisnya, hal itu mungkin saja terjadi. Sebab, Kampung Kurma menyediakan paket kavling kepada kliennya. Satu kavling dihargai 99 juta rupiah, dan klien bebas membeli beberapa kavling sekaligus.

Agar lebih produktif, masing-masing kavling tadi akan ditanami pohon kurma. Nantinya, kalau pohon itu sudah berbuah, hasilnya akan dijual dengan harga tinggi, dan sebagian keuntungannya akan masuk ke kantong investor.

Keuntungan lain yang bisa didapat investor ialah "capital gain" atas kenaikan harga tanah. Setiap tahun, harga tanah menjadi semakin mahal, dan hal itulah yang menjadi nilai tambah dari kaving-kavling yang dijual Kampung Kurma.

Makanya, kalau menahan tanah kavlingnya dalam jangka panjang, investor Kampung Kurma tak hanya akan cepat balik modal, tetapi juga akan mendapat keuntungan berlipat, baik dari penjualan kurma yang diperkirakan bisa mencapai 30 juta rupiah per tahun maupun dari "capital gain" harga tanah.

Skenario investasi itu memang terdengar indah kalau "benar-benar" terjadi. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Kavling yang dijanjikan tidak pernah ada, dan uang yang sudah disetorkan raib entah ke mana.

Sampai tulisan ini dibuat, sejumlah investor Kampung Kurma, seperti Irvan, berencana menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan masalah ini. Mereka sepertinya sudah sedemikian sewot karena manajemen Kampung Kurma susah dihubungi, dan kas perusahaan tersisa hanya 5 juta rupiah, sehingga mustahil mengganti kerugian ratusan juta rupiah yang ditanggung investor.

Minimnya Pengawasan atau Rendahnya Literasi Keuangan?

Kasus investasi bodong seperti ini bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya sudah ada sederet kasus sejenis yang juga merugikan masyarakat. Meskipun sudah sering, anehnya, kasus semacam ini masih saja terjadi lagi, dan lagi. Boleh jadi, hal itu mengindikasikan dua hal: minimnya pengawasan dan rendahnya literasi keuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun