Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

"Investasi Pendidikan" Lebih Penting daripada "Pendidikan Investasi"?

2 Mei 2019   09:01 Diperbarui: 2 Mei 2019   11:08 1544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 2 Mei selalu menghadirkan suatu kesan dan pesan buat saya. Maklum, 2 Mei adalah Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Sebagai orang yang lama berkecimpung di dunia pendidikan, saya merasa sudah sepatutnya 2 Mei dirayakan dan disyukuri, terutama bagi mereka-mereka yang pernah "mencicipi" bangku sekolah.

Jika merunut jejak sejarahnya, 2 Mei sengaja dipilih sebagai Hardiknas untuk memperingati kelahiran Ki Hajar Dewantara (2 Mei 1889). Beliau memang berjasa besar meletakkan "fondasi" pendidikan di tanah air. Makanya, jangan heran, kata-kata beliau, yaitu tut wuri handayani, diabadikan menjadi semboyan pendidikan nasional.

Semasa hidupnya, Ki Hajar Dewantara memang gigih memperjuangkan pendidikan. Sebagai wujud perjuangannya, beliau mendirikan Sekolah Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922. Sekolah itu sengaja dibangun untuk memberdayakan masyarakat setempat sekaligus menghapus diskriminasi pendidikan yang dilakukan Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda.

ki hajar dewantara (sumber foto: http://cdn2.tstatic.net
ki hajar dewantara (sumber foto: http://cdn2.tstatic.net

Di sekolah sederhana itu, kaum-kaum marjinal yang sebelumnya "dianaktirikan" Pemerintah Kolonial dalam hal pendidikan kemudian punya kesempatan untuk merasakan bangku sekolah. Berkat pendidikan di sekolah tersebut, mereka mendapat banyak hal. Mereka yang tadinya buta huruf jadi bisa membaca. Mereka yang sebelumnya gagap menulis jadi lancar "menuangkan" kata-kata di atas kertas.

Bagi Ki Hajar Dewantara, pendidikan punya arti yang dalam. Beliau sadar betul bahwa pendidikan memang tak menjamin kemakmuran hidup seseorang, tetapi membuka kesempatan untuk "memperbaiki" taraf hidup. Tanpa pendidikan yang baik, seseorang akan sulit berkembang, dan kalau itu terjadi, derajat hidupnya susah diangkat. Hidupnya tentu akan begitu-begitu saja tanpa ada perubahan yang berarti.

Maka, Ki Hajar Dewantara mungkin memandang bahwa pendidikan adalah sebuah "investasi" yang penting. Sebagai investasi, hasil yang didapat dari pendidikan memang tidak langsung terlihat.

Butuh waktu bertahun-tahun agar seseorang bisa menikmati "buah" dari pendidikan yang dianyamnya. Kalau waktunya tiba, ia akan menerima semua "hadiah"-nya.

Banyak orang yang hidupnya berubah berkat berinvestasi di pendidikan. Satu di antaranya adalah Andrea Hirata. Yang sudah baca novel atau nonton filmnya tentu kenal Andrea.

Ia adalah seorang penulis novel bestseller Laskar Pelangi. Ia terbilang sukses sebagai penulis karena novelnya telah diterjemahkan lebih dari tiga puluh bahasa, difilmkan, dan diganjar berbagai penghargaan.

andrea hirata (sumber foto: thelitedit.com
andrea hirata (sumber foto: thelitedit.com

Di balik keberhasilannya Andrea sejatinya adalah orang biasa. Ia berasal dari Belitung, dan di daerah yang kaya akan timah tersebut, ia menghabiskan sebagian besar masa kecilnya.

Masa kanak-kanak Andrea dilalui dengan sangat sederhana. Ia bersekolah di SD dan SMP Muhammadiyah. Sebuah sekolah yang notabenenya mirip "gubuk" dan hanya punya beberapa pendidik. Kegiatan belajar-mengajar di sana pun jauh dari kata "kondusif".

Biarpun begitu, bukan berarti Andrea dan teman-temannya patah semangat. Mereka tetap rajin masuk sekolah dan belajar di bawah bimbingan Ibu Muslimah, seorang guru yang sangat sabar dan telaten dalam mendidik. Mereka sadar bahwa pendidikan adalah investasi. Makanya, dalam situasi yang sulit sekalipun, mereka tetap antusias belajar.

Bertahun-tahun kemudian, investasi tadi akhirnya membuahkan hasil. Andrea yang tadinya hanya belajar di sekolah yang "luput" dari pantauan peta akhirnya bisa diterima di Universitas Sorbonne. Sejak saat itulah, hidupnya benar-benar berubah.

Andrea yang dulunya bukan siapa-siapa kini punya "nama". Siapa yang menyangka bahwa anak yang kerap dipanggil "Ikal" ini bisa melanglang ke luar negeri, menulis novel yang sangat laris, dan menuai kesuksesan yang besar? Semua itu boleh jadi disebabkan "sentuhan" pendidikan. Pendidikan telah mengangkat taraf hidupnya.

Biarpun pendidikan sangat penting, sayangnya, masih ada banyak pekerjaan rumah (pr) yang mesti diselesaikan, terutama soal materi pelajaran di sekolah. Maklum, di sekolah, siswa-siswa lebih banyak mempelajari hal-hal yang bersifat teoretis.

Mereka sering "dicekoki" beragam konsep tanpa pernah tahu penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Makanya, pelajaran yang didapat pun kurang "membumi", kurang terasa pengaruhnya bagi kehidupan mereka.

Seharusnya sekolah-sekolah lebih banyak mengajarkan keterampilan hidup alias life skill kepada para siswanya. Pelajaran ini penting lantaran bisa jadi "bekal" bagi siswa yang bersangkutan. Satu contoh pelajaran life skill yang penting, tetapi jarang diajarkan di sekolah adalah pendidikan investasi.

Sewaktu saya bersekolah dulu, guru ekonomi saya jarang menyinggung soal pendidikan investasi di kelas. Ia lebih sering meminta siswanya membaca buku, mengerjakan soal, dan menghafal materi pelajaran. Bertahun-tahun saya cuma belajar itu-itu saja.

Makanya, setelah lulus sekolah, saat ditanya soal investasi, saya sering geleng-geleng kepala. Bagi saya, investasi adalah dunia yang sangat asing. Ibarat planet di ruang angkasa, investasi merupakan hal yang sulit dijangkau oleh pikiran saya.

Setelah masuk dunia kerja dan baca sana-sini, wawasan saya tentang investasi mulai terbuka. Saya belajar berinvestasi kecil-kecilan mulai dari deposito, emas, obligasi, reksadana, hingga saham. Kecuali properti, hampir semua sudah pernah saya jajal. Makanya, saya paham kelebihan dan kekurangan dari masing-masing instrumen tadi.

Pelajaran investasi tadi justru lebih banyak saya dapat dari "jalanan", bukan dari bangku sekolah. Saya hanya belajar dari buku-buku, bertanya pada orang lain, dan berpikir. Setelah cukup memperoleh ilmu, barulah saya mempraktikkan pelajaran tadi. Sesederhana itu.

Tidak takut rugi? Jelas kekhawatiran itu pada awalnya datang "membayang". Kerugian memang sering menjadi "momok" yang menggetarkan hati setiap investor.

Contohnya, saat saya coba berinvestasi saham pertama kali, banyak orang di sekitar saya mewanti-wanti bahwa investasi saham itu berisiko, dan sebaiknya saya membatalkan niat berinvestasi saham. Mereka bilang saya bisa rugi besar kalau berinvestasi di saham, dan sebaiknya uang disimpan saja di bank. Jauh lebih aman.

Saat mendengar peringatan tadi, saya hanya mengucapkan terima kasih. Sisanya, saya tetap "terjun" ke dunia saham dengan membawa semua risiko dan keuntungannya bersama saya.

Setelah beberapa lama, saya jadi tahu bahwa berinvestasi saham itu ternyata "aman", asal kita tahu caranya. Semakin lama kita berinvestasi di saham, semakin aman uang kita, semakin besar potensi keuntungan yang bisa dipetik.

Makanya, saya sering berandai-andai. Jika dulu guru-guru saya mengajarkan pendidikan investasi di sekolah, tentu itu akan jauh lebih baik. Dengan mempelajarinya sejak usia dini, saya sekarang mungkin lebih terampil mengelola dan mengembangkan dana yang tersedia.

Dari uraian di atas, saya ingin menyampaikan bahwa berinvestasi di pendidikan itu penting. Pendidikan di sekolah-sekolah menawarkan banyak hal: pengetahuan, pertemanan, dan pengalaman. Jadi, jangan heran, bagi sebagian orang, dunia sekolah meninggalkan kesan yang dalam.

Meski begitu, akan jauh lebih baik jika materi yang diajarkan di sekolah dilengkapi dengan pendidikan investasi. Pendidikan investasi juga perlu dipertimbangkan karena itu bisa menjadi "bekal" bagi para siswa untuk mengarungi kehidupan yang selalu berubah.

Selamat Hari Pendidikan Nasional.

Salam
Adica Wirawan, founder of Gerairasa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun