Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Menyeleksi Saham Mesti Secermat Memilih Moderator Debat Pilpres?

28 Januari 2019   10:09 Diperbarui: 30 Januari 2019   08:24 1502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: inews.id

Tommy Tjokro dan Anisha Dasuki menjadi dua nama yang ramai diperbincangkan oleh warganet beberapa waktu lalu. Pasalnya, kedua pembawa berita itu dipilih sebagai moderator Debat Pilpres yang akan dilangsungkan pada tanggal 17 Februari 2019.

Sebagai tuan rumah, keputusan Komisi Pemilihan Umum alias KPU saat memilih keduanya bukannya tanpa sebab. Selain sama-sama disepakati oleh kedua tim kampanye, KPU menilai bahwa mereka punya track record yang baik dalam memimpin sebuah acara.

Seperti dikutip dari laman kompas.com, Tommy Tjokro dan Anisha Dasuki bukan sekali ini bertugas menjadi pemandu dalam acara yang diselenggarakan KPU. 

Tommy pernah dipercaya memandu Debat Pilgub Jateng 2018, sementara Anisha tercatat menjadi pemandu pada Pilgub Jabar, Pilgub Jatim, Pilkada Wali Kota Tangerang, Pilgub NTT, dan Pilkada Bupati Morowali. Dengan pengalaman demikian, jangan heran, KPU mantap menunjuk keduanya sebagai moderator Debat Pilpres.

Strategi KPU dalam memilih moderator debat berdasarkan rekam jejak sebetulnya bisa diterapkan dalam situasi lain, seperti saat investor menyeleksi saham. Dalam memilih sebuah saham, investor memang mesti memeriksa track record-nya dengan cermat. Jangan sampai investor menanggung kerugian akibat lalai menelusuri rekam jejak saham yang akan dibelinya.

Hal itulah yang juga menjadi satu pertimbangan saya dalam memilih saham. Saya merasa lebih nyaman berinvestasi pada saham-saham yang sudah "malang-melintang" di bursa sekian tahun. Umumnya saya suka saham-saham yang berusia "lawas", minimal empat tahun sejak IPO. 

Menurut saya, saham-saham demikian lebih mudah "dibaca" masa depannya, daripada "saham-saham kemarin sore" alias baru saja mencatatkan diri di bursa.

Makanya, sampai sekarang, saya enggan membeli saham-saham yang baru melakukan IPO. Alasannya? Track record-nya masih "gelap". Biarpun harga saham IPO umumnya akan "terbang" pada perdagangan perdana, saya justru melewatkan kesempatan emas tersebut.

Menurut saya, sebagus apapun sebuah perusahaan, kalau rekam jejaknya masih minim, itu terlalu berisiko untuk investasi saya. Lebih baik saya menunggu setahun-dua tahun agar saya bisa melihat prospek perusahaan tersebut lebih jelas.

Hal itulah yang juga dilakukan oleh Warren Buffett sewaktu ia memborong saham Apple beberapa tahun silam. Harus diakui, keputusan Buffett tersebut agak "kontradiktif".

Sebab, selama bertahun-tahun, Buffett dikenal sebagai investor yang ogah membeli saham-saham teknologi. Ia seolah "alergi" terhadap saham-saham teknologi, seperti Facebook, Amazon, dan Oracle, karena ia tidak mengetahui prospek perusahaan di baliknya. Ia takut berinvestasi pada perusahaan-perusahaan yang cara kerjanya tidak diketahui dengan baik begitu. Baginya, itu terlalu berisiko.

Namun, "haluan investasi" Buffett mulai bergeser setelah ia membeli saham Apple. Padahal, Apple ialah saham dari perusahaan teknologi tinggi. Sebuah tipikal saham yang selalu dihindarinya selama bertahun-tahun. Jadi, mengapa investor kawakan tersebut akhirnya justru memilih saham itu?

Dalam sebuah kesempatan, Buffett menjelaskan bahwa ia membeli saham apple karena Apple punya track record yang baik dalam membagikan deviden. Produsen Iphone itu diketahui memang rajin memberikan deviden kepada para pemegang sahamnya.

Hal itulah yang kemudian menjadi satu pertimbangan Buffett untuk memboyong sahamnya. Bagi Buffett, perusahaan yang gemar menyetorkan deviden mencerminkan perusahaan yang dikelola dengan baik.

Selain intensitas pembagian deviden, kita juga mesti mempertimbangkan pertumbuhan perusahaan. Pertumbuhan itu dilihat dari peningkatan Earning Per Share alias EPS. Belilah saham-saham yang EPS-nya terus meningkat dari tahun ke tahun. Sebab, harga saham-nya pun akan terkerek mengikuti peningkatan EPS.

Saham PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) bisa menjadi contoh yang baik. Sido Muncul melepas saham perdana (IPO) pada tanggal 18 Desember 2013 dengan harga Rp 580/saham. Pada awal perdagangan, harga sahamnya memang terus naik. Sampai, pada suatu waktu, nilainya turun dan itu berlangsung sepanjang tahun 2015-2017. Ada begitu banyak investor yang melepas sahamnya, alih-alih terus menggenggamnya.

Apakah kinerja perusahaan begitu jelek sehingga investor enggan membeli sahamnya? Tidak juga. Sebab, seiring berjalannya waktu, perusahaan mencatatkan EPS yang terus bertumbuh dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014, EPS-nya tercatat 27; 2015, EPS-nya 29; 2016, EPS-nya 32; dan, 2017, EPS-nya 35. Selama empat tahun terakhir, perusahaan terus menuai untung besar. Makanya, jangan heran, harga sahamnya, yang tadinya dihargai di kisaran Rp 500/saham, ikut terdongkrak pada tahun 2018.

pertumbuhan saham sido (sumber: dokumentasi Adica)
pertumbuhan saham sido (sumber: dokumentasi Adica)
Saham SIDO jelas mempunyai track record yang baik dalam hal pertumbuhan EPS. Saham tersebut bisa dikategorikan memiliki fundamental yang bagus dan layak dikoleksi. Dengan mengoleksi sahamnya, investor berpeluangan besar menuai lebih banyak keuntungan.

Dari situ kita bisa menarik simpulan bahwa pengecekan track record sebuah saham seharusnya dilakukan sebaik mungkin sebelum investor membelinya. Seperti KPU yang mengawasi secara ketat track record calon moderator untuk Debat Pilpres, hal itu tentu bertujuan meminimalkan kesalahan berinvestasi saham. 

Dengan memeriksa track record-nya, investor bisa lebih mentap membeli saham, sebab ia merasa yakin telah memilih saham yang tepat. Saham yang akan memberi lebih banyak cuan untuk investasinya.

Salam.
Adica Wirawan, founder of Gerairasa

Referensi:
Jadi Moderator Debat Kedua, Tommy Tjokro dan Anisha Dasuki Merasa Tersanjung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun