Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Secuil "Hikmah" di Balik Kasus Iklan Susu Kental Manis

11 Oktober 2018   10:09 Diperbarui: 11 Oktober 2018   10:35 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: https://akcdn.detik.net.id

Hubungan saya dan susu kental manis (skm) selama ini berjalan harmonis. Sejak kecil, saya terbiasa mengonsumsinya. Saya ingat hampir setiap pagi, sebelum pergi ke sekolah, saya menyeduh skm di secangkir gelas, dan menyeruputnya ditemani setangkup roti. Rasanya enak betul. Manis dan hangat. Modal yang pas untuk belajar di sekolah. 

Selama bertahun-tahun saya menikmatinya sebagai "susu" yang bergizi. Hingga, pada suatu hari, saya baru sadar tentang kandungan di dalamnya, dan sejak saat itu, hubungan kami tidak pernah sama lagi.

Kesadaran itu muncul sewaktu saya mendengar penjelasan dari Dr. Eni Gustina, MPH, selaku Direktur Kesehatan Keluarga, Kementerian Kesehatan, dalam sebuah forum yang digagas oleh BPOM pada tanggal 8 Oktober kemarin. Bu Eni menjelaskan bahwa skm yang beredar di masyarakat bukanlah susu, melainkan gula. "Skm itu kandungannya 60% gula," katanya di sela sesi tanya-jawab.

Penjelasan beliau menyentak kesadaran saya. Sebab, setahu saya, sejak dulu, skm itu ya susu. Waduh! Bagaimana saya bisa "terkecoh" sedemikian lama, dan terus beranggapan bahwa skm itu susu, padahal sesungguhnya bukan?

Meskipun telat menyadarinya, nyatanya, saya tidak sendirian. Ada banyak orang yang juga baru sadar, terutama sejak kasus skm mengemuka pada tahun 2018. Banyak yang kemudian menjadi marah karena merasa dikelabui oleh iklan skm.

Hal itu tentu wajar. Sebab, sudah bertahun-tahun, iklan skm "menggaungkan" kepada masyarakat bahwa skm itu susu, dan sudah bertahun-tahun pula, masyarakat termakan isi iklan yang menyesatkan itu. Maka, begitu tahu bahwa skm sejatinya lebih banyak mengandung gula, banyak yang merasa kecewa, dan kasus skm pun ramai diperbincangkan beberapa bulan yang lalu.

Pertanyaannya, mengapa baru pada tahun 2018 kasus skm mencuat? Jawabannya singkat. Karena kasus itu menemukan momentumnya pada tahun ini. Kalau ditelusuri sejarahnya, kenyataan bahwa skm itu gula sebetulnya diketahui sejak lama.

Bahkan, Pratiwi Febry, selaku Pengacara Publik LBH Jakarta, yang juga hadir pada kesempatan yang sama, menuturkan bahwa fakta itu sudah disadari sejak tahun 1930, ketika Indonesia masih berada di bawah kekuasaan Hindia-Belanda. Jadi, bisa dibayangkan betapa panjangnya waktu yang diperlukan sampai kasus skm menjadi viral belakangan ini.

Pemapar materi dalam sosialisasi bpom (sumber: dokumentasi bpom)
Pemapar materi dalam sosialisasi bpom (sumber: dokumentasi bpom)
Oleh karena "dibungkus" iklan skm yang banyak berseliweran di berbagai media, selama ini, kenyataan itu menjadi "rahasia umum" saja. Hanya sedikit pihak yang "bersuara" tentang kebenaran itu, dan kalau pun ada, suaranya kalah nyaring dengan iklan skm yang banyak digembar-gemborkan di televisi.

Hal itu tentu dapat dimaklumi. Sebab, dalam penyebaran suatu informasi, pengaruh iklan, terutama yang disiarkan di televisi, sangatlah kuat. Dengan mudah ia dapat membangun persepsi masyarakat. Sayangnya, kesan yang ingin dimunculkan justru keliru.

Apalagi, model yang ditampilkan juga menyimpang. Sebagaimana diketahui, mayoritas model yang membintangi iklan skm adalah anak-anak. Dalam iklan itu, anak-anak digambarkan mengonsumsi skm agar lebih cerdas di sekolah, karena skm dianggap sebagai susu bergizi, yang bisa meningkatkan daya kognitif anak-anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun