Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Efisienkah Sistem Titip Denda Tilang?

23 Juli 2018   10:09 Diperbarui: 23 Juli 2018   15:24 3128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pelataran kantor kejaksaan (sumber: dokumentasi pribadi)

Saya terus menunggu info terkini tentang proses tilang saya. Namun, selang seminggu kemudian, saya merasa waswas. Tak ada sms yang masuk. Sewaktu saya mengecek slip biru, saya baru sadar bahwa petugas salah menulis satu angka di nomor telepon saya. Pantas saja, jelang hari persidangan, saya belum memperoleh informasi tentang besaran denda saya.

Saya pun mencari informasi lain, dan akhirnya menemukan situs www.etilang.info. Situs itu menjadi "portal" bagi siapapun yang ingin mengetahui proses tilangnya. Segera saja, saya membuka situs itu, dan saya diminta memasukan nomor register yang tertera di pojok kanan atas slip biru.

Begitu login, saya cukup kaget. Sebab, saya mendapat denda maksimal Rp 500.000. Nominal yang terbilang besar untuk pelanggaran kecil yang saya lakukan! Sungguh nominal yang berada di luar prediksi saya sebelumnya.

Saya pun menelusuri sejumlah artikel untuk "menguak" alasan saya mendapat denda sebesar itu. Setelah "menengok" sana-sini, saya mengetahui kalau nominal itu adalah "titipan denda tilang". Aslinya, denda tilang saya di bawah angka Rp 500.000. Namun, mengapa kepolisian "mengganjar" saya dengan nominal titipan yang besar?

Kepolisian menentapkan denda maksimal demikian supaya tidak ada kekurangan nominal titipan jika pengadilan menjatuhkan sangsi denda di atas nominal tertentu. Misalnya, kalau semuanya dipatok membayar titipan denda Rp 100.000, tetapi kemudian pengadilan memberi denda Rp 150.000, berarti ada kekurangan dana, dan pelanggar harus menambahkannya lagi.

Makanya, agar lebih mudah, pelanggar diminta "menitipkan" dana sejumlah denda maksimal, dan kalau nanti pengadilan memvonis denda dengan nominal di bawahnya, sisa uang titipan bisa diambil kembali.

Ooooo saya paham sekarang. Saya pun akhirnya menuruti prosedur. Saya menyetor titipan denda tilang sebesar Rp 500.000 ke rekening BRI Virtual Account (BRIVA), dan menyimpan slip setoran sebagai bukti.

Pas tanggal 20 Juli, saya datang ke pengadilan. Di sana tersedia sebuah papan yang berisikan daftar pelanggar lalu lintas. Semuanya termuat jelas, dari nomor registrasi, nama, dan nominal denda.

Setelah mencari nama saya dengan susah payah, saya terkena denda sebesar Rp 90.000. Lantaran sudah menyetor titipan denda, saya bisa langsung menyerahkan bukti setor ke petugas.

Tak lama setelah antree, petugas memanggil nama saya. Saya datang menghadap, dan memperoleh surat yang ditahan. Sebelumnya saya berpikir petugas akan sekalian menuliskan keterangan sisa denda yang bisa saya ambil di bank. Jadi, saya dapat mencairkan uang pada hari itu juga.

Namun, ternyata saya diminta kembali pada tanggal 25 Juli untuk mengurus pencairan sisa denda. Walah. Mengapa sistemnya menjadi "boros waktu" begini? Kalau tahu begitu, saya lebih baik langsung setor nominal denda tanpa perlu titip terlebih dulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun