Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Motor Lawas Butuh Bensin Berkualitas?

3 Februari 2018   10:54 Diperbarui: 13 Februari 2018   17:18 4841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sebuah SPBU di dekat rumah saya ramai didatangi pengemudi sepeda motor (sumber: dokumentasi pribadi)

Pada saat saya kelas satu SMA, karena saya mendapat "jatah" belajar dari jam 12 siang sampai jam 5 sore, saya biasanya berangkat berjalan kaki ke sekolah.

Sekolah saya memang terletak di dekat rumah. Makanya, dari rumah ke sekolah, saya umumnya menghabiskan waktu sekitar sepuluh sampai lima belas menit, bergantung pada cuaca dan kecepatan saya dalam berjalan. Agak panas memang. Sebab, saya harus berjalan sambil membawa tas yang dijejali buku yang berat pada tengah hari. Namun, semua itu dilakukan untuk menghemat ongkos sehingga uang saku saya yang biasanya diberikan setiap minggu tetap "awet".

Seiring berjalannya waktu, karena saya agak capai berjalan kaki, saya kemudian pergi ke sekolah naik sepeda. Saya memiliki sebuah "sepeda lawas" di rumah. Lantaran sudah jarang memakainya, akhirnya, saya memutuskan "memberdayakannya" kembali. Jadi, pergilah saya ke sekolah dengan menggowes sepeda. Asyik memang. Namun, karena aksi "eksentrik" itulah, saya sempat ditertawakan teman.

sepeda motor
sepeda motor
Saya sebut "eksentrik" karena pada saat itu, di kota-kota besar, sangat jarang ada siswa yang berangkat ke sekolah naik sepeda. Umumnya mereka memakai sepeda motor. Pada waktu itu, tren bersepeda belum muncul seperti saat ini dan siswa merasa lebih "bangga" naik motor daripada sepeda. Makanya, orang yang bersepeda ke sekolah atau ke kantor sering dianggap "konyol" pada waktu itu.

suasana di sebuah SPBU di dekat rumah saya (sumber: dokumentasi pribadi)
suasana di sebuah SPBU di dekat rumah saya (sumber: dokumentasi pribadi)
Hal itu akhirnya diketahui oleh orangtua saya. Mereka merasa risih melihat saya ke sekolah naik sepeda. Akhirnya, pada tahun 2007, saat saya kelas dua SMA, mereka membelikan saya sepeda motor. Itulah motor pertama yang saya miliki. Saya sungguh senang menyambut kedatangannya di rumah. Sebuah momen yang bersejarah dalam hidup saya!

Sejak saat itu, saya meninggalkan sepeda, dan beralih menggunakan motor.

Ke mana-mana saya pergi memakai motor itu, terutama saat saya berkuliah di Jakarta. Selama empat tahun berkuliah, saya "wara-wiri" menungganginya sepanjang jalan antara Jakarta dan Bekasi. Selama empat tahun itu pula, sepeda motor itu "diuji" oleh segala macam situasi dan kondisi.

sampai saat ini, motor saya tetap terjaga performanya lantaran saya memilih bensin yang berkualitas, seperti Pertamax (sumber: dokumentasi pribadi)
sampai saat ini, motor saya tetap terjaga performanya lantaran saya memilih bensin yang berkualitas, seperti Pertamax (sumber: dokumentasi pribadi)
Bagi saya, motor yang satu ini "tahan banting". Motor itu tangguh melibas semua tantangan di jalanan. Kecuali ban bocor akibat tertembus paku, tidak ada "penyakit" lain yang dialaminya. Performanya prima, termasuk sewaktu saya menerobos banjir setinggi 50 cm di Kawasan Industri Pulogadung.

Saat motor-motor lain mogok sewaktu mencoba melewati banjir, motor saya justru mampu menembus genang tersebut. Saya ingat pada saat itu sibuk "memainkan" gas dan kopling, seraya merasakan dinginnya air yang merendam kaki saya.

Motor saya pun melaju lambat, tetapi akhirnya sukses melampaui banjir tanpa masalah sekali pun! Buktinya, sewaktu saya memeriksakannya ke bengkel, montirnya berkata tidak terjadi kerusakan di mesinnya!

Tahun ini adalah "ulang tahun" motor saya yang kesepuluh tahun. Biarpun telah lawas, motor itu tetap awet digunakan, dan kini saya tetap memakainya ke kantor hampir setiap hari.

Performa Mesin Bergantung Pada Perawatan dan Pilihan Bensin

Kemudian, apa yang "resep" supaya performa motor tetap terjaga biarpun usianya telah mencapai "satu dekade" seperti motor saya? Perawatan yang rutinlah jawabannya. Saya terbiasa menyervis motor tersebut di bengkel minimal sebulan sekali.

Pertamina menuju EURO 4 demi terjaganya lingkungan dan performa kendaraan (sumber: dokumentasi pribadi)
Pertamina menuju EURO 4 demi terjaganya lingkungan dan performa kendaraan (sumber: dokumentasi pribadi)
Pengecekan secara berkala tentunya akan mampu mendeteksi "penyakit" yang akan merongrong motor, seperti rantai yang aus, gir yang tumpul, dan oli yang kering. Makanya, sebelum motor mogok di tengah jalan, kita bisa melakukan antisipasi sebelumnya.

Selain itu, pilihan bahan bakar yang dikonsumsi mesin juga berpengaruh. Sudah sejak lama, motor saya "menikmati" pelbagai jenis "minuman", seperti Pertamax, Pertalite, dan Premium. Di antara semua "minuman" itu, motor saya ternyata menyukai Pertamax. Buktinya, setelah diberi pertamax, motor saya menjadi lebih "enteng" dikendarai. Hahahahahahahaha.

Hal itu bisa terjadi karena kandungan oktan yang terdapat di Pertamax mencapai 92. Makanya, kemudian pembakaran yang berlangsung di mesin lebih bersih. Hal itu juga sering ditegaskan oleh montir yang "merawat" motor saya. Dia berkata bahwa pilihan konsumsi bahan bakar turut berpengaruh pada kebersihan mesin. Semakin tinggi oktan suatu bahan bakar, semakin bersih pula proses pembakaran mesin.

Makanya, hal itu kemudian mampu mengurangi pencemaran lingkungan, sebagaimana "haluan" yang ditetapkan pemerintah bahwa Indonesia sedang menuju EURO 4. Apa itu EURO 4? EURO 4 adalah standar yang ditetapkan oleh negara-negara Uni-Eropa.

Standar yang berlaku sejak tahun 1988 itu kemudian "diadopsi" di hampir semua negara di dunia. Standar tersebut mensyaratkan bahwa setiap kendaraan, baik mobil maupun motor, harus memiliki kadar gas buang yang berada di bawah ambang tertentu.

Indonesia kini masih memberlakukan EURO 2 berdasarkan Kepmen LHK No.141 tahun 2003 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru sejak tahun 2007. Jadi, kita cukup tertinggal karena sekarang negera-negara dunia sudah menerapkan EURO 4.

Makanya, kemudian pemerintah serius mencanangkan penerapan EURO 4. Pasalnya, dengan menerapkan standar tersebut, kita tak hanya dapat meminimalisasi pencemaran lingkungan, tetapi juga meningkatkan "gairah" industri otomotif di tanah air. Sebab, kalau kita masih memakai standar EURO 2, sementara negara-negara lain umumnya sudah menggunakan standar EURO 4, kita akan sulit mengekspor kendaraan ke luar negeri. Makanya, kita perlu menyamakan standar yang berlaku di mancanegara agar proses ekspor tersebut dapat berjalan lancar.

Untuk memenuhi standar tersebut, Pertamina, yang mewakili pemerintah, kemudian harus mampu menghasilkan BBM standar EURO 4 minimal secara bertahap. Saat ini beberapa kilang Pertamina, seperti di Cilacap, Balikpapan, dan Balongan, sudah bisa memproduksi BBM dengan kadar sulfur rendah, khususnya Pertamax Turbo. Itu merupakan bagian dari tahapan menuju BBM standar EURO 4.

Kemudian, jika pemerintah, yang "diwakilkan" oleh Pertamina, sudah siap, apakah masyarakat juga telah siap menyambut EURO 4 pada masa depan? Tentu saja. Sebab, perubahan akan tetap terjadi.

Jadi, biarpun kita masih tertinggal, suatu saat nanti, kita akan "berjalan" sejajar dengan negara-negara lain dalam penerapan EURO 4 dengan harapan bahwa lingkungan menjadi lebih bersih, dan setiap kendaraan tetap terjaga performanya, sebagaimana motor lawas saya.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun