Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kebiasaan Kecil, Nasib, dan Seni Membentuk Hidup dari Hal yang Diabaikan

27 Februari 2025   18:20 Diperbarui: 27 Februari 2025   18:20 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Hidup adalah gelombang sunyi yang menjalar tanpa permisi. Riak-riaknya lahir dari hal-hal kecil, seperti riak yang membesar setelah sebutir kerikil yang jatuh ke danau. Gelombang itu, mula-mula kecil, tak kentara, lalu meluas, melebar, menjangkau tepian yang tak pernah ia duga sebelumnya. 

Kita, manusia, adalah ombak kecil yang tanpa sadar turut menggurat pola di arus besar peristiwa. 

Sebuah kata, sebaris langkah, atau sekadar desah napas dalam kebimbangan, semuanya merekam dirinya dalam pusaran nasib. Kita sering kali tak menyadari bahwa tiap langkah kecil adalah bagian dari mozaik takdir yang kelak terlihat jelas saat segalanya terlambat untuk diubah.

Saya masih menyimpan kenangan samar tentang rutinitas kecil di masa kanak: mengambil sepotong roti tawar dari dapur, lalu menikmatinya di bawah meja makan. Bukan karena lapar, bukan pula karena takut ketahuan, melainkan karena ada sesuatu yang mendamaikan dalam sunyi kecil itu. Dalam ruang sempit yang saya pilih sendiri, saya merasakan kuasa atas keberadaan saya. Mungkin, dalam absurditas dunia yang tak pernah bertanya apakah saya ingin lahir atau tidak.

Kini, setelah waktu menjauh dari masa kanak, saya menyadari bahwa aktivitas kecil itu bukan sekadar permainan. Ia adalah isyarat. Sebuah perlawanan kecil terhadap struktur yang tak memberi kita pilihan. Sebuah mantra lirih yang mengukuhkan bahwa di antara aturan dan kepastian, masih ada ruang untuk sesuatu yang benar-benar milik kita. Bukankah seluruh hidup kita adalah susunan dari tindakan-tindakan kecil yang, tanpa kita sadari, menjelma jalinan takdir?

Kebiasaan yang Menenun Takdir

Di sudut Malioboro, di tengah riuh wisatawan dan desau angin malam, saya berjumpa dengan seorang perempuan paruh baya yang setiap sore menyiapkan sebakul nasi kucing lebih dari yang dibutuhkan. "Kadang ada yang mengambil, kadang tidak," katanya sambil mengipas arang, seolah perilakunya tak membutuhkan dalil pembenaran. "Tapi nasi ini bukan sekadar makanan. Ini cara saya memastikan bahwa selalu ada rezeki yang bisa dibagi, meski hanya sekepal."

Ada sesuatu dalam sorot matanya---bukan sekadar keramahan, bukan sekadar belas kasih. Mungkin, tradisinya ini bukan untuk orang lain. Mungkin, ini adalah ritual untuk dirinya sendiri, sebuah tali halus yang mengikatnya dengan dunia agar tak tenggelam dalam kehampaan. Sebentuk upaya hening untuk memastikan bahwa ada sesuatu yang tetap di dunia yang selalu berubah.

Saya teringat seorang pemuda di desa saya dulu. Setiap sore, ia berdiri di tepi bukit, menatap matahari tenggelam di balik danau. Tidak menunggu siapa pun, tidak mengharapkan apa pun. Hanya berdiri dalam diam. Bertahun-tahun kemudian, ia menjadi seorang pelukis. Mungkin tanpa disadari, warna-warna senja yang ia serap dalam keseharianya telah meresap ke tangannya, mengalir ke kanvas, menjadi karya.

Lalu saya bertanya-tanya, berapa banyak orang yang menjalani praktik hidup tanpa menyadari bahwa di dalamnya terkandung benih masa depan? Seorang bocah yang tak bisa tidur tanpa menatap bintang-bintang di langit bisa jadi kelak menjadi seorang astronom. Seorang gadis yang menggoreskan kata-kata di sudut buku catatannya bisa jadi suatu hari menggetarkan dunia dengan puisinya. Kita adalah kebiasaan kita. Kita adalah akumulasi dari momen-momen kecil yang kita lakukan setiap hari, yang tak kita sadari sedang membentuk kita dengan caranya sendiri.

Setiap tindakan kecil mengandung makna lebih dalam. Seorang yang setiap hari menyeduh kopi dengan kesabaran tertentu tidak hanya sedang membuat minuman, tetapi sedang membentuk pola pikirnya terhadap dunia: bahwa segala sesuatu membutuhkan waktu, bahwa ketekunan lebih penting daripada hasil instan. Setiap gerakan kecil adalah narasi yang tak terucapkan, sebuah puisi yang tertulis dalam repetisi sehari-hari.

Nasib adalah Bayangan dari Kebiasaan

Nasib bukanlah kejadian yang turun dari langit, bukan pula hadiah dari keberuntungan semata. Ia adalah ekor panjang dari rutinitas-rutinitas yang kita ulang setiap hari, yang tanpa kita sadari telah menciptakan pola hidup kita sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun