Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Generasi Muda Harus Menguasai Setidaknya Satu Bahasa Asing?

10 Februari 2025   10:37 Diperbarui: 10 Februari 2025   10:37 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam era globalisasi yang semakin mengaburkan batas-batas negara, nasionalisme tidak lagi dapat direduksi menjadi sekadar retorika simbolik.

Kemampuan beradaptasi dalam konteks global dan daya saing dalam lanskap internasional menjadi elemen krusial dalam memperkuat posisi Indonesia di panggung dunia. Penguasaan bahasa asing tidak semata-mata merupakan keterampilan tambahan, melainkan sebuah strategi yang memungkinkan partisipasi aktif dalam dinamika global. 

Sebagai contoh, mahasiswa Indonesia yang memiliki kompetensi bahasa Inggris yang tinggi mampu mempresentasikan inovasi dalam pengelolaan sampah berbasis kearifan lokal Bali di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dengan demikian, mereka tidak hanya bertindak sebagai duta lingkungan, tetapi juga sebagai representasi solusi berbasis budaya lokal dalam forum internasional.

Indeks kecakapan bahasa Inggris Indonesia yang masih rendah---menempati peringkat ke-80 dari 116 negara---menjadi tantangan serius dalam menghadapi ekonomi digital Asia Tenggara, yang diproyeksikan mencapai valuasi sebesar 330 miliar dolar AS pada tahun 2025. 

Kurangnya kompetensi bahasa asing di kalangan generasi muda berpotensi menghambat keterlibatan Indonesia dalam sektor-sektor strategis seperti transisi energi hijau dan inovasi teknologi digital, dua isu utama dalam agenda global kontemporer.

Menurut data dari Badan Bahasa, sekitar 60% lowongan kerja di perusahaan multinasional mensyaratkan penguasaan bahasa asing. Namun, manfaat dari keterampilan ini tidak terbatas pada aspek profesional semata. 

Studi linguistik menunjukkan bahwa mempelajari bahasa Jerman, misalnya, tidak hanya meningkatkan kompetensi linguistik, tetapi juga memperkenalkan konsep Grndlichkeit (ketelitian) dalam berpikir dan bekerja. Demikian pula, penguasaan bahasa Mandarin memperkenalkan prinsip guanxi (jaringan relasi), yang memiliki implikasi luas dalam strategi ekonomi dan diplomasi. 

Oleh karena itu, bahasa asing tidak hanya membuka akses ke pasar kerja global, tetapi juga memperkaya perspektif dalam menghadapi tantangan domestik, seperti inovasi tata kota dan penguatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Manifestasi konkret dari pentingnya penguasaan bahasa asing dapat dilihat dalam praktik industri kreatif. Seorang seniman Yogyakarta yang menguasai bahasa Korea, misalnya, berhasil mengintegrasikan elemen batik ke dalam tren K-pop, menghasilkan produk-produk yang diminati di pasar global. 

Jauh dari sekadar mengadaptasi tren asing, seniman ini justru memperkuat identitas budaya lokal melalui pendekatan visual yang relevan dalam konteks global. Dengan kata lain, penguasaan bahasa asing tidak mengancam jati diri nasional, melainkan memperluas cara-cara ekspresi dan representasi budaya Indonesia di ranah internasional.

Diaspora Indonesia di Belanda juga memberikan contoh bagaimana bahasa asing dapat menjadi instrumen diplomasi budaya. Dengan menerjemahkan sastra Jawa kuno ke dalam bahasa Belanda, mereka membangun jembatan budaya yang memperkenalkan kekayaan literasi Nusantara ke audiens Eropa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun