Di luar, langit belum benar-benar berubah warna. Angin Februari masih membawa sisa hujan, jalan-jalan basah, dan dedaunan yang enggan berguguran.Â
Tapi di dalam pusat perbelanjaan, sesuatu yang lain sedang terjadi. Musik latar yang biasa mengalun samar kini terasa lebih hidup, sedikit lebih meriah---walau belum seintens pada puncak musim belanja.Â
Di e-commerce, deretan promosi beranda sudah menggoda dengan potongan harga yang menjanjikan. "Diskon Spesial Ramadhan," kata sebuah iklan yang nyaris terasa terlalu awal.
Belum juga puasa pertama dijalankan, belum terdengar gema takbir di langit malam, tapi troli-troli sudah penuh dengan paket sembako, sirup merah berbaris rapi di rak, dan baju-baju baru mulai menggantung di banyak lemari.Â
Fenomena ini, ritual tahunan yang hampir selalu berulang, menuntun pada satu pertanyaan: Mengapa kita suka berbelanja sebelum hari raya?
Perayaan yang Datang Lebih Awal
Barangkali, ini bukan sekadar soal kebutuhan, tapi juga kepastian. Belanja sebelum hari raya memberikan rasa tenang, seolah kita sedang mengamankan momen yang belum tiba.Â
Sebuah penelitian dari Journal of Consumer Research (2023) menunjukkan bahwa manusia cenderung merencanakan pembelian berbasis emosi lebih daripada kebutuhan fungsional. Dalam konteks hari raya, emosi itu bercampur antara euforia, nostalgia, dan bahkan ketakutan akan kekurangan.
Ada ketergesaan, sebuah dorongan halus yang mendorong kita menuju pasar, mall, atau e-commerce, seakan-akan ada perlombaan untuk memastikan semua kebutuhan terpenuhi sebelum hari istimewa benar-benar datang.Â
Seorang ekonom perilaku dari Harvard, Michael Norton, dalam penelitiannya tentang konsumsi dan kebahagiaan (2022), menemukan bahwa membeli sesuatu untuk masa depan memberi kepuasan lebih daripada membeli sesuatu untuk digunakan saat ini. Dalam kasus belanja sebelum Lebaran, transaksi bukan lagi sekadar tukar barang dan uang, tetapi bentuk kecil dari perayaan yang datang lebih awal.
Duduk Manis atau Berburu di Mall?
Dulu, menjelang Lebaran, pusat perbelanjaan adalah arena. Orang-orang berdesakan, beradu cepat, memilih barang dengan sedikit panik. Kini, e-commerce menawarkan jalan yang lebih senyap: katalog virtual yang bisa dijelajahi dari sofa, promo yang tak perlu dikejar dengan napas memburu, dan pembayaran yang hanya sejauh satu klik. Meski begitu, daya tarik pusat perbelanjaan tidak surut. Mall tetap penuh, terutama di hari-hari menjelang puasa dan Lebaran.