Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

JAGADIRI: Mengubah Cara Pikir, Mempersiapkan Hari Akhir

9 Mei 2015   22:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:12 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyisihkan duit saban bulan untuk keperluan asuransi memang belum begitu memasyarakat di kalangan warga Indonesia. Kurang dari dua persen dari total penduduk Indonesia yang sudah menyisihkan sebagain penghasilan untuk membayar premi setiap bulan untuk asuransi. Baik itu asuransi dalam bidang kesehatan, pendidikan, hari tua, dan sebagainya.

Ada banyak faktor mengapa orang enggan ikut asuransi. Setidaknya penulis mencatat beberapa hal, yang ini penting dikemukakan sebagai bagian awal.

Pertama, tak punya dana lebih

Hampir semua penghasilan rumah tangga dibelanjakan untuk konsumsi. Periuk nasi mesti mengebul, inilah yang menjadi dasar. Sehingga, tak heran, semua uang dialokasikan untuk kebutuhan paling pokok manusia ini. Selain itu, kebutuhan pendidikan anak juga menjadi alokasi terbesar berikutnya. Setiap hari, anak-anak membutuhkan uang untuk transpor dan jajan.

Jika sudah demikian, hanya sedikit sisa yang bisa dialokasikan hingga akhir bulan. Itu pun akan terpakai jika ada anggota keluarga yang sakit. Berobat ke klinik atau rumah sakit menjadi pilihan. Uang pun terkuras jika sudah ada anggota keluarga yang diopname. Sakit buat kepala keluarga adalah ujian yang mahaberat.

Dengan alasan itulah, banyak orang yang kemudian sulit untuk mengalokasikan uangnya untuk ikut asuransi. Mereka beranggapan, duit yang ada saja sudah sulit mengaturnya. Apatah lagi untuk ikut asuransi yang mesti konsisten dilakoni setiap bulan.

Kedua, anggapan uang asuransi akan hangus

Banyak yang berpendapat, uang asuransi akan hangus jika tidak ada anggota keluarga yang sakit. Sehingga, keluarga berhitung bahwa mengalokasikan uang untuk asuransi hanya sia-sia. Mereka lebih memilih menyisihkan sedikit uang untuk tabungan di bank. Jika sedang dibutuhkan, gampang, tinggal ke mesin anjungan tunai mandiri, dan mengambil sejumlah uang.

Banyak yang beranggapan ketimbang mengasuransikan anggota keluarga, lebih baik uangnya ditabung saja untuk keperluan yang mendesak. Ini pendapat yang benar. Bahwa kita mesti menyiapkan dana cadangan untuk kebutuhan yang mendesak, adalah yang bijaksana.

Boleh jadi, edukasi untuk masyarakat kita bahwa ikut asuransi adalah hal pokok mesti ditingkatkan. Bahwa anggapan uang hangus dalam asuransi mesti diletakkan secara proporsional. Mungkin ada benarnya anggapan itu karena secara empiris ada kasus yang terjadi. Namun, sepenuhnya tentu tidak benar. Edukasi kepada masyarakat bahwa ikut asuransi adalah langkah antisipasi yang mulia mesti ditanamkan.

Ketiga, agen yang tidak kredibel dan tidak terpercaya

Masyarakat Indonesia umumnya sudah menghindar duluan begitu tahu berhadapan dengan agen. Agen apa saja, termasuk agen asuransi. Dalam benak mereka, agen itu adalah orang yang dengan kepintaran berbicara mampu memengaruhi cara berpikir orang lain dan mengikuti apa yang diinginkan agen.

Nah, kadang, hal ini ada benarnya juga. Ada banyak agen asuransi yang punya mulut manis yang pembicaraannya enak banget saat didengar. Mereka berbicara dengan lugas dan trengginas soal asuransi sehingga kita pun ikut menjadi klien.

Namun, ketika ada masalah yang terjadi, misalnya meminta bantuan pengurusan klaim, agen tidak lagi mau membantu. Padahal yang dibutuhkan masyarakat adalah agen asuransi yang setidaknya mampu meyakinkan bahwa klaim akan dibayar sesuai dengan klausul di awal yang disepakati kedua pihak.

Karena banyak kejadian agen menjadi cuek seusai orang menjadi klien, akhirnya banyak cerita tak sedap yang beredar. Anggapan bahwa agen hanya mau uangnya saja tanpa mau membantu saat pengurusan klaim sering kita dengar. Itu yang menjadi salah satu alasan orang enggan untuk ikut asuransi. Agennya tidak kredibel. Tidak terpercaya.

Keempat, susah mengurus klaim

Hal lain yang menjadi penyebab orang enggan berasuransi adalah anggapan sulit mengurus klaim jika terjadi sesuatu. Misalnya dalam asuransi kesehatan, ada beberapa kasus di mana klien sulit sekali mengurus klaim. Mungkin karena permintaan kantor asuransi yang mesti detail rekam medik ke rumah sakit dan sebagainya, mengakibatkan orang kapok ikut asuransi. Padahal, saat pengurusan klaim itu adalah hal utama yang dibutuhkan pelanggan. Itulah kunci kepercayaan mereka kepada perusahaan asuransi.

Yang dibutuhkan masyarakat Indonesia adalah kemudahan dalam pengurusan klaim. Sudah jamak di Indonesia, kantor pemerintahan atau kantor lainnya, ribet dalam membantu administrasi. Lelucon bahwa “kalau bisa lama kenapa harus cepat” parahnya juga barangkali mengimbas kepada kantor asuransi. Setidaknya, ada beberapa rekan penulis yang pernah mengalami kejadian itu.

Kesulitan dalam mengurus klaim ini barangkali menjadi momok sehingga menjadi anggapan orang awam bahwa tidak usah ikut asuransi karena urus klaimnya susah. Padahal, ketika perusahaan asuransi mau membantu secara total, bukan tidak mungkin brand image perusahaan asuransi akan terangkat. Dan lambat laun pemahaman orang terhadap bisnis asuransi akan baik.

Bagaimana Mengatasinya?

Satu hal penting yang harus dilakukan masyarakat Indonesia agar akrab dengan asuransi adalah mengubah cara pikir terhadap bisnis yang pas disebut JAGADIRI ini. Mengapa begitu? Sebab, ikut asuransi sama halnya dengan menabung. Bahkan, kita mendapat perlindungan ganda. Saat sakit kita bisa ter-cover, dan jika masa asuransi habis, kita akan mendapat sejumlah uang sebagai dana masa depan.

Soal bahwa kita memang harus mengalokasikan sejumlah uang untuk asuransi, itu benar. Dan jika dianggap bahwa itu mengurangi pos konsumsi, barangkali tidak sepenuhnya salah. Jika gaji yang diperoleh dalam satu bulan sekian juta rupiah, dan kita tidak punya alokasi lain dalam hal penghasilan, memang jadi dilema tersendiri. Namun, itulah pilihan yang diambil. Orang Barat bilang, no gain without pain. Tak ada kebahagiaan tanpa pengorbanan.

Masyarakat kita mesti diedukasi bahwa berasuransi ini sama dengan menabung. Sama dan sebangun dengan mengalokasikan duit sebagai “deposito”. Sebab, yang namanya menabung memang demikian adanya. Sebagai investasi di masa depan. Jika ditelisik, barangkali ada beberapa hal yang bisa diminimalkan dalam konsumsi rumah tangga yang kemudian bisa dialokasikan untuk asuransi.

Andaipun kita masih sulit, di sinilah hikmahnya. Kepala keluarga mesti giat dalam mencari sumber pemasukan lain untuk alokasi asuransi tanpa mengganggu urusan domestik rumah tangga yang dipasok dari gaji. Dan ini memungkinkan. Mungkin dengan mencari usaha sampingan. Dengan kata lain, bekerja dengan lebih giat. Atau barangkali, dan ini menarik, menjadi bagian dari asuransi itu sendiri. Menjadi agen asuransi misalnya.

Mengubah cara pikir ini penting karena dari sinilah segalanya dimulai. Pikiran kita yang sehat soal asuransi akan membawa kita pada perubahan perilaku. Dari yang semula tidak mau mengalokasikan  uang untuk asuransi, berubah mau menyisihkan duit untuk ikutan asuransi. Tanpa ada perubahan pola pikir dan menganggap asuransi hanya kesia-siaan, tentu tak bakalan kita mau berasuransi. Setidaknya, pengalaman selama lima tahun mengikuti asuransi membuat penulis yakin bahwa ini memang penting. Dan itu diawali dari mengubah pola pikir soal asuransi. Yang dahulu enggan, menjadi senang.

Perubahan pola pikir itu kemudian membawa kita kepada pilihan untuk menentukan asuransi mana yang bakal diikuti. Kesadaran itulah yang kemudian membuat kita mencari yang terbaik, membanding-bandingkan, dan sebagainya. Sampai kemudian kita ikut asuransi yang sesuai dengan bujet dan tingkat kepercayaan kita terhadap korporasi asuransi itu.

Selain perubahan pola pikir pada di si empunya hajat yang berasuransi, kita juga mendorong semua perusahaan asuransi untuk memberikan performa yang baik. Dimulai dari sosialisasi yang terang benderang soal semua produk sampai dengan memperhatikan benar kemampuan agen dan penjual asuransi yang turun ke masyarakat. Sebab, ini penting sekali karena dari merekalah informasi soal bisnis ini diberikan kepada masyarakat. Informasi yang benar dan akurat sangat menentukan keikutsertaan warga Indonesia dalam bisnis asuransi.

Dengan melihat beberapa poin di atas, penulis kemudian mengaitkan dengan JAGADIRI. Dalam beberapa poin yang penulis perhatikan dari slide dan makalah yang diunduh dari JAGADIRI via Kompasiana, penulis mendapatkan benang merah mengapa dalam konteks ini, JAGADIRI bisa menjadi pilihan untuk mereka yang ingin berasuransi.

Dikutip dari pengutaraan Reginald Hamdani , President Director CAF-JAGADIRI, beberapa poin penulis sepakati. Misalnnya penjelasan soal mengoptimalkan peluang pada direct-selling. Salah satunya adalah dengan menjaga keseimbangan antara upaya pendekatan-pendekatan yang bersifat push dan pull.

Kata Reginald, saat ini industri asuransi masih sangat didominasi oleh pendekatan yang bersifat push, melalui jasa agen dan upaya telemarketing. Menanggapi hal tersebut, beberapa cara yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan peluang pada direct-selling adalah melalui upaya-upaya sosialisasi, edukasi, memberikan penawaran-penawaran yang menarik (attractive proposition) dan mengutamakan pengalaman pelayanan (service experience) bagi para pelanggan.

Dengan mengaplikasikan direct-selling, tentunya dapat menghindari pelanggan dari biaya jasa perantara/agen (broker fee), sehingga dapat memberikan manfaat-manfaat perlindungan yang lebih ringan.

Selain itu, permission based marketing pun perlu menjadi perhatian utama ketika melakukan upaya-upaya pendekatan ke para pelanggan. Dengan begitu, kenyamanan mereka terhadap hal-hal yang bersifat pribadi pun tetap terjaga.

Nah, poin soal edukasi ini menjadi penting menjadi misi JAGADIRI. Sebab, ini adalah cara mengubah pola pikir masyarakat yang menjadi kendala, yang penulis kemukakan di bagian awal artikel ini. Misi mengedukasi adalah tujuan mulia yang tidak semata-mata memperbincangkan ihwal bisnis an sich. Edukasi ini penting dilakukan karena ia adalah dasar pengetahuan dan membuat calon nasabah menjatuhkan pilihan.

Dan opsi pada direct-selling yang menghindari pelanggan dari biaya jasa perantara itu juga menarik lantaran ada niat meringankan untuk pelanggan. Dalam konteks inilah, JAGADIRI memberikan pilihan yang berbeda ketimbang korporasi lain.

Persoalan biaya tambahan dalam rumah tangga untuk berasuransi setidaknya bisa diminimalkan dengan ikhtiar JAGADIRI yang menyasar kalangan keluarga muda Indonesia. Kembali mengutip artikel Reginald Hamdani, disebutkan kepribadian dari brand JAGADIRI mengandung unsur-unsur yang bersifat muda, bersemangat (vibrant), dinamis, serta inovatif dan jenaka (witty).

Target market utama dari JAGADIRI adalah kalangan usia 28-35 tahun, sedangkan kalangan usia 36 - 45 tahun sebagai target market tambahan. Poin soal muda ini juga berkelindan cara berpikir orang muda di Indonesia yang antisipatif. Dan usia yang disasar adalah umur yang sangat produktif. Sehingga, andaipun edukasi ini masuk ke dalam cara berpikirnya, keluarga muda akan mengerahkan segala kemampuan untuk lebih berusaha mencari tambahan penghasilan yang posnya dikhususkan ke asuransi. Klop bukan?

Sejujurnya, dengan melihat profil produk pertama JAGADIRI, yakni Jaga Sehat Plus, masyarakat Indonesia bisa diajak ikut serta menjadi pelanggan. Mengapa demikian? Sebab, dengan mengikuti ini,  pelanggan memperoleh manfaat hospital cash plan, dengan berbagai keunggulan.

Misalnya, dengan premi mulai dari Rp60.685 per bulan, produk ini memberikan manfaat perlindungan kesehatan dan jiwa, serta pengembalian premi yang dibayarkan sebesar 50% setiap 3 tahun dari total premi yang dibayarkan selama periode tersebut. Baik ada maupun tidak adanya klaim.

Nah, di masa sekarang, dengan kesehatan menempati kebutuhan yang vital, apa yang ditawarkan JAGADIRI relevan dengan perkembangan zaman: asuransi kesehatan. Menyasar segmen muda yang peduli dengan kesehatan adalah pilihan yang bijak. Apalagi dengan premi yang boleh dikatakan bisa dipenuhi keluarga muda Indonesia. Yang menarik, ada pengembalian premi yang dibayarkan sebesar separuh setiap tiga tahun dari total premi yang dibayarkan selama periode tertentu. Dengan redaksi lain, jika ada klaim pun, uang ini bisa diambil oleh pelanggan.

Dan satu hal lagi, JAGADIRI cukup pintar dengan memprogramkan informasinya lewat media sosial. Takj pelak, ini menjadi satu kunci menjaga kepercayaan masyarakat. Andaipun ada keluhan, pasti cepat tercover lantaran JAGADIRI menyiapkan akun yang bisa diakses masyarakat secara luas. Facebook page JAGADIRI_ID dan Twitter @JAGADIRI_ID menjadi sebuah keunggulan di tengah zaman warganya makin sadar dengan media sosial.

Proses edukasi dan tanggapan atas setiap respons yang muncul dari pelanggan, bisa cepat diketahui lewat mesin di Facebook dan Twitter. Buat saya, makin lengkaplah JAGADIRI menawarkan sebuah opsi asuransi kepada anak bangsa negeri ini. Berjaga-jaga untuk hari akhir. Dan kami, wabilkhusus penulis, sangat mengapresiasi.

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun