Masa kepemimpinan seorang kepala desa satu periode adalah enam tahun. Itu waktu yang relatif lumayan lama.Â
Jika dibandingkan dengan presiden sekalipun, kepala desa punya tenggat lebih lama usainya. Termasuk juga jika dibandingkan dengan anggota dewan, kepala daerah baik gubernur maupun wali kota/bupati.'
Kini ada tuntutan baru dari kepala desa. Mereka meminta ada revisi aturan sehingga satu periode masa bertugas menjadi sembilan tahun. Luar biasa.
Memang, kekuasaan itu melenakan. Di mana-mana tempat, konteks kekuasaan memang melenakan.Â
Kalau sudah di situ, orang cenderung mager. Coba simak beberapa anggota DPR. Ada yang sejak 2004 sampai sekarang tidak pernah absen duduk di Senayan.
Kalau jabatan eksekutif ada batasan dua kali, kalau legislatif tidak ada. Terserah semau mereka. Kata orang Lampung, basing.
Kekuasaan memang cenderung membuat orang memperkuat posisinya. Suharto juga demikian.Â
Saking ingin aman untuk terus berkuasa, banyak hal yang kemudian dilanggar. Kekuasaan yang tidak dibatasi memang membahayakan.
Kalau alasan untuk lebih maksimal dalam melayani rakyat, ide itu tertolak. Terlalu naif mengutarakan demikian.Â
Ada kenikmatan menjadi kepala desa sehingga setiap pejabatnya ingin berlama-lama. Ada duit yang bisa diatur sekehendak hatinya. Apalagi jika pengawasan masyarakat tidak kuat.
Pendek kata, keinginan kepala desa untuk masa jabatan diubah menjadi sembilan tahun satu periode memang tidak bisa diterima akal sehat. Saya bilang sih, kebangetan.