Mohon tunggu...
Adia Verisya Divadiera
Adia Verisya Divadiera Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Pandemi terhadap Bioskop Tanah Air

17 November 2020   11:57 Diperbarui: 17 November 2020   12:15 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada awal tahun 2020 ini, jenis baru dari virus korona bernama SARS-CoV-2 telah menggemparkan dunia. Wabah virus korona yang kemudian dikenal sebagai penyebab penyakit COVID-19 dikabarkan pertama kali muncul di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Virus tersebut menyebar dengan cepat melalui tetesan (droplet) dari hidung atau mulut ketika pembawa virus (carrier) bersin atau batuk. Wabah ini menyebar di skala internasional sehingga berkembang sebagai pandemi.

Indonesia sendiri mengumumkan pasien pertama yang terjangkit COVID-19 pada bulan Maret. Terhitung pada tanggal 16 November 2020, total kasus COVID-19 yang ada di Indonesia mencapai kurang lebih 476.000 dengan jumlah pasien yang sembuh sekitar 392.000 orang. Kurangnya kesadaran masyarakat akan bahayanya penyakit ini menjadi salah satu alasan mengapa total kasus di Indonesia sangat tinggi.

Sebagai bentuk pencegahan, Indonesia menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilaksanakan sejak bulan Maret. Pelajar di Indonesia melaksanakan pembelajaran jarak jauh secara daring dan masyarakat pun bekerja dari rumah. Toko-toko diberi batasan waktu operasional sehingga mereka hanya buka di waktu yang telah ditetapkan pemerintah. Tempat umum seperti mal ditutup untuk sementara waktu, begitu pula dengan bioskop.

Bioskop di Indonesia ditutup karena adanya protokol kesehatan yang mengharuskan masyarakat untuk saling menjaga jarak minimal sejauh 1 meter. Mengingat kursi-kursi bioskop yang relatif berjarak sangat dekat dan bioskop merupakan tempat tertutup, maka dikhawatirkan virus korona akan mudah menyebar. Salah satu bioskop di Indonesia, yaitu Cinema XXI, telah menghentikan kegiatan operasionalnya sejak 26 Maret 2020. Sementara itu, kegiatan operasi CGV telah berhenti sementara sejak 23 Maret 2020.

Bioskop adalah salah satu sumber pendapatan daerah dalam bentuk pajak hiburan dan merupakan salah satu penyumbang Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Penghentian kegiatan operasional ini tentu berdampak pada berkurangnya pendapatan daerah dan negara. Selain berdampak pada pendapatan, penutupan bioskop pun menjadi alasan penundaan jadwal tayang beberapa film layar lebar. Beberapa film Indonesia yang diundur perilisannya adalah Tersanjung The Movie, KKN di Desa Penari, Serigala Langit, Bucin, dan Generasi 90an: Melankolia.

Dikutip dari siaran langsung Let's Talk, Joko Anwar menyataan bahwa industri film mengalami kerugian lantaran tidak ada film yang tayang di bioskop Tanah Air. Kerugian tersebut dapat mencapai Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah). Sutradara itu menyebutkan bahwa tidak hanya studio harus menunda perilisan film, tetapi beberapa studio juga terpaksa menghentikan produksi film yang tengah digarap.

Pihak bioskop sendiri pun mengalami rugi besar. Mereka menunggu keputusan pemerintah mengenai kapan bioskop dapat mulai kembali beroperasi sembari terus bertahan di masa pandemi. Penutupan bioskop sementara ini berimbas pada kondisi finansial perusahaan. Hal ini disebabkan karena perusahaan tetap harus memenuhi tanggung jawab operasional di masa pandemi seperti membayar gaji karyawan dan pendanaan perawatan fasilitas bioskop.

Perusahaan bioskop seperti Cinema XXI menghimbau seluruh karyawannya untuk tetap berada di rumah untuk menjaga kesehatan diri dan keluarga. Walaupun begitu, tetap ada pembersihan dan pemeliharaan fasilitas bioskop yang dilakukan secara rutin. Sementara itu, pengelola CGV terpaksa memotong gaji dari 669 karyawannya sebesar 50% guna menjaga kestabilan bisnis dengan cara mengurangi biaya operasional. Penutupan bioskop pun berdampak pada karyawan-karyawan yang bekerja di sana.

Penutupan bioskop dan penundaan jadwal tayang film menimbulkan kekecewaan bagi penikmat film dan masyarakat yang telah menunggu. Apalagi penundaan jadwal tayang tidak hanya dilakukan oleh perusahaan studio film dalam negeri. Perusahaan besar seperti Disney yang berskala internasional pun harus menunda perilisan film Mulan yang telah ditunggu dunia. Walaupun pada akhirnya terdapat opsi untuk menontonnya secara digital di rumah, tetapi ada perbedaan signifikan yang masyarakat rasakan antara menonton di bioskop dan menonton di rumah.

Setelah berbulan-bulan ditutup, pada bulan Oktober beberapa bioskop akan dibuka kembali. Kegiatan operasional yang sempat berhenti akan mulai berjalan lagi di beberapa kota yang telah diperbolehkan pemerintah. Dengan dibukanya kembali bioskop, sektor ekonomi kreatif khususnya industri perfilman diharapkan akan berkembang lagi.

Pihak bioskop yang telah menjalankan kembali kegiatan operasionalnya harus menerapkan protokol Ventilasi-Durasi-Jarak (VDJ). Seperti yang telah kita ketahui, bioskop merupakan tempat yang tertutup. Ventilasi di ruang tertutup sangatlah buruk dan apabila diam terlalu lama, penyebaran virus menjadi rawan. Setiap 30-60 menit sekali, penonton akan diminta untuk keluar dari studio dan menghirup udara segar. Penonton juga akan menempati bangku dengan jarak setidaknya 2 meter. Setiap pengunjung wajib memakai masker dan mematuhi protokol kesehatan yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun