Mengendalikan hati berarti menguasai dan mengekang hati dari keinginan-keinginan yang jahat dan dapat merusak hubungan kita dengan sesama terutama dengan Tuhan.Â
Oleh karena berbicara kedamaian tidak hanya sekedar berbicara tentang situasi atau suasana yang kita rasakan, melainkan juga mengacu kepada status dan hubungan dengan Tuhan dan dengan sesama.
Untuk dapat berdamai dengan sesama maka diperlukan sebuah status dan hubungan yang telah berdamai dengan Tuhan. Itulah sebabnya, setiap orang Kristen seyogyanya mampu dan dapat mengendalikan hatinya supaya dapat memiliki kedamaian dengan sesamanya. Mengapa? Karena setiap orang Kristen telah diperdamaikan dengan Bapa melalui Kristus.
Secara faktual masih banyak orang Kristen yang gagal dalam mengendalikan hati sehingga seringkali terjebak dalam relasi yang buruk dengan sesamanya. Seringkali timbul masalah, konflik, pertengkaran, hingga pertikaian dalam relasi orang percaya dengan sesamanya.Â
Apakah dengan istri, suami, anak, orangtua, tetangga, hingga rekan kerja. Mengapa bisa demikian? Mungkin saja karena tidak berjaga-jaga sehingga jatuh dalam perangkap dan melupakan statusnya sebagai orang yang telah diperdamaikan.
Matius 5:21-26 sebenarnya berisi tentang penjelasan Yesus tentang hukum jangan membunuh yang terdapat dalam Hukum Taurat, di PL. Apabila membaca secara terkstual, maka dalam hukum jangan membunuh di PL hanya menegasi tentang pembunuhan saja.Â
Akan tetapi dalam khotbah di bukit seperti yang dicatat dalam Matius 5, Yesus memberikan penjelasan tentang hukum ini jauh lebih rinci, lebih dalam, dan lebih praktis.
Dan dari penjelasan Yesus tersebut kita memperoleh pemahaman bahwa Yesus tidak hanya melarang kita untuk membunuh. Namun Yesus ingin kita jangan melakukan sebuah tindakan yang dapat menjerumuskan kita ke dalam dosa pembunuhan.Â
Apakah itu? Tuhan Yesus melarang kita untuk marah dan dendam kesumat kepada sesama kita. Karena ternyata mereka yang seringkali marah dan tidak dapat mengontrol marahnya berarti orang tersebut tidak dapat mengendalikan hatinya, dan konsekuensinya adalah dia tidak akan pernah mengalami kedamaian.
Lalu pelajaran apa yang kita peroleh dari perikop ini dalam kaitannya dengan tema di atas?
Pertama, Orang yang tidak dapat mengendalikan hati harus diadili. Kata kafir dalam ayat 22 ini berasal dari kata rhaka yg berarti bodoh, kepala kosong, tidak berotak.Â