Mohon tunggu...
Adi SuhenraSigiro
Adi SuhenraSigiro Mohon Tunggu... Dosen - Melayani Tuhan, Keluarga, Negara, Gereja, Sesama, serta Lingkungan merupakan panggilan sejak lahir

Pendidikan S1: Sekolah Tinggi Teologi Kharisma Bandung (Lulus 2016). Pendidikan S2: Sekolah Tinggi Alkitab Tiranus Bandung (Lulus 2020). Pelayanan: Perintisan dan Pemuridan di Gereja Bethel Indonesia Jl. Pasirkoja 39 Bandung, tahun 2012-2022. Pekerjaan: Dosen PNS IAKN Tarutung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Butuh Mujizat atau Pemberi Mujizat?

4 Juni 2022   11:40 Diperbarui: 4 Juni 2022   12:05 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Adi Suhenra Sigiro, M.Th

Sahabat Pembaca yang setia! Dalam Luk. 17: 11-19 dikisahkan ada sepuluh orang kusta. Sebelumnya, sudah tahukah anda bahwa bagi bangsa Yahudi, kalau seseorang sakit kusta maka dianggap kena tulah atau kutuk dan mereka dicap najis. Akibatnya mereka akan diasingkan supaya tidak bisa menyentuh siapapun.  

Dalam  Luk. 17: 11-19 dituliskan  bahwa ketika Yesus menuju perjalanan ke Yerusalem lewat perbatasan Samaria dan Galilea, kesepuluh orang kusta datang memohon belas kasih Tuhan Yesus, supaya mereka disembuhkan. Lalu hati Yesus tergerak oleh belas kasihan dan Yesus hanya mengatakan supaya mereka memperlihatkan diri mereka kepada para imam. 

Alasannya bagi bangsa Yahudi yang dapat memastikan seseorang sudah sembuh dari kusta adalah para imam. Selagi dalam perjalanan ternyata mereka sudah sembuh dari kustanya. Mujizat yang paling besar telah mereka terima karena umumnya penyakit kusta sangat sulit disembuhkan bahkan sekarang pun secara medis belum ada obat yang mujarab untuk menyembuhkan sakit kusta.

Namun, sekalipun mereka telah mendapat mujizat yang luar biasa, diantara kesepuluh orang kusta yang telah sembuh tersebut, hanya satu yang kembali kepada Tuhan Yesus untuk mengucap syukur. "Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur." (ay. 15-16). 

Orang tersebut ialah orang Samaria, orang yang tidak dianggap oleh orang Yahudi. Kesembilan orang kusta lainnya yang telah menerima kesembuhan, berasal dari bangsa Yahudi sendiri,  justru lupa mengucap syukur kepada Tuhan Yesus. Mereka hanya butuh mujizat kesembuhannya saja tetapi Pemberi mujizat kesembuhan tersebut mereka lupakan.

Coba renungkan kembali, di antara kesepuluh orang kusta di atas, anda katogori yang mana? Orang Samaria yang ingat kebaikan Tuhan Yesus atau orang Yahudi yang lupa kebaikan Tuhan Yesus? Sebaiknya anda belajar kepada orang Samaria yang ingat akan kebaikan Tuhan Yesus yang telah diterimanya.  

Anda harus ingat kebaikan Tuhan Yesus yang telah anda terima, seperti mujizat kesembuhan yang pernah anda terima, pertolongan dimasa-masa sulit, terlebih karena Tuhan Yesus telah mati di kayu salib untuk memberikan pengampunan dosa dan jaminan keselamatan dan hidup kekal bagi anda, sebab itu adalah kebaikan yang tidak bisa anda terima dari siapapun termasuk keluarga maupun orang terdekat anda.

Sebaliknya, jangan menjadi seperti kesembilan orang kusta dari golongan Yahudi yang telah sembuh tersebut. Mereka hanya butuh kesembuhannya tetapi Pemberi kesembuhan, mereka lupakan. Jangan sampai saat susah, bergumul, dalam masa sukar, anda berteriak minta belas kasih dan pertolongan Tuhan Yesus. 

Setelah anda mendapatkannya, anda lupa mencari dan mengucap syukur terhadap Pemberi pertolongan dan mujizat tersebut . Ingat, bisa saja anda mendapat mujizat-Nya tetapi belum tentu dapat Pribadi Tuhan Yesus. Tetapi ketika anda mencari dan menemukan Pribadi Tuhan Yesus maka anda pasti mendapat mujizat dan pemeliharaan-Nya.

Mari membiasakan mengucap syukur dalam segala waktu untuk setiap kebaikan Tuhan Yesus yang telah anda terima dan jangan fokus hanya kepada berkat dan mujizat-Nya tapi fokuslah kepada Tuhan Yesus sebagai Pribadi yang memberi berkat dan mujizat-Nya dalam hidup anda. Sikap demikian adalah sikap yang mempermuliakan Allah, dan dengan cara yang demikian maka kebaikan-Nya akan terus mengalir dalam hidup anda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun