Mohon tunggu...
Adhyra Irianto
Adhyra Irianto Mohon Tunggu... Seniman - Penulis, seniman teater (tingkat kecamatan)

Penulis magang dan seniman tingkat kecamatan. Freelancer dan full time blogger.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Anjing Bertanduk, Alasan Kenapa Pasha Ungu Arogan?

22 Februari 2016   15:27 Diperbarui: 22 Februari 2016   17:51 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seekor anjing, dahulunya bertanduk. Ia menjaga sekelompok kambing, agar tidak diganggu atau dimangsa oleh musang, serigala, harimau dan beruang. Hewan-hewan itu lebih besar dari pada anjing. Tapi, sekali lagi tanduk di kepala anjing itu begitu menakutkan, bahkan harimau dan beruang juga ikut tunduk.
Suatu hari, kambing merasa penjagaan dari anjing masih kurang maksimal. Kadang-kadang, saat anjing sedang pergi, mereka merasa ketakutan sendiri. Akhirnya, kambing meminjam tanduk sang anjing, dengan alasan untuk menjaga diri. Anjing tenang, sebab ia masih punya cakar dan gigi tajam, yang tidak dimiliki kambing. Permasalahannya, kambing tidak pernah mau mengembalikan tanduk tersebut, hingga sang anjing bosan dan lelah untuk terus meminta tanduk tersebut.


Setelah itu, kambing menjadi arogan. Ia tidak mau lagi dijaga oleh anjing. Ia merasa punya tanduk sendiri, punya kekuatan sendiri, yang dulunya tidak pernah ia miliki. Istilah lainnya, from nothing to something.
Kisah lainnya, seperti seorang pemuda miskin yang hidup susah. Kemudian, karena ketulusannya, seorang putri jatuh cinta padanya. Mereka menikah, dan direstui oleh orang tua sang puteri raja. Seperti yang anda ketahui, dia menjadi pewaris tahta. Karena jiwanya labil, ia menjadi arogan dan sombong.
Bila anda orang Batak, tentu anda tidak boleh melewatkan film layar lebar berjudul "Bulan di atas Kuburan" yang dibintangi oleh Remy Silado. Kisah seorang bujangan miskin didesa, kemudian ke kota menjadi juru tulis bayaran hingga kaya. Lalu? Ia lupa daratan, tersesat hingga melupakan saudara dan sahabatnya.


Keadaan from nothing to something memang akan merubah pribadi seseorang, bisa jadi lebih baik atau lebih buruk, tergantung kelabilan jiwanya. Meski tidak banyak yang sanggup berubah menjadi lebih baik, atau tetap biasa saja. Jarang ada orang yang ketika penghasilannya dibawah Rp 3 juta sebulan, biasa nongkrong di warung kopi sambil bawa motor, tapi ketika penghasilannya diatas Rp 10 juta sebulan bisa nongkrong di tempat yang sama.
Kasus Sigit Purnomo Said, atau Pasha Ungu bisa jadi seperti itu. Ia berubah dari seorang artis menjadi pejabat yang dihormati. Meskipun begitu, dimata penggemarnya, ia tetap tidak bisa menghilangkan kebiasaan 'artis'nya. Tetap salaman, selfie dengan para penggemar. Tapi sebagai wakil walikota, ia malah membentak para bawahannya, lalu berlanjut dengan membentak para jurnalis.


Bagi saya membuat jurnalis marah, sama saja dengan bersiap ribuan media menghujatnya. Yah, seperti itulah, media-media nasional, sampai lokal daerah itu bergantian menghujatnya. Tindakan Pasha dianggap menyalahi aturan, juga dianggap melecehkan profesi wartawan.
Tentu saja, kita susah merubah kebiasaan orang lain. Tapi, kejadian ini bisa jadi pelajaran bagi kita sendiri. Kita harus bersiap, kalau suatu waktu nanti kita turun kasta menjadi 'nothing'. Tapi kita juga harus bersiap penuh, bila suatu waktu nanti kita naik kasta menjadi 'something'. Seperti Pasha sekarang ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun