Mohon tunggu...
Adhye Panritalopi
Adhye Panritalopi Mohon Tunggu... profesional -

Alumni Fak. Hukum Univ. Hasanuddin Makassar#Penyair dari Komunitas Halte Kayu Makassar#Penulis tetap di www.negarahukum.com# "AKAN ada banyak "WARNA" sebagi pilihan, tapi seorang SARJANA HUKUM harus berani menerima "HITAM dan PUTIH" sebaggi REALITA" ___Twitter @adhyjudo__FB: Adhye Panrita Lopi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pulang ke Rumah Tua

18 November 2016   06:00 Diperbarui: 18 November 2016   07:08 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: fiqhmenjawab.net

Kita akan selalu melihat pagi berganti siang
Dan kemarau hilang saat hujan mulai turun
Begitulah waktu mengukuhkan ketidak pastiannya

Di sebuah kurung waktu
Malam datang mematahkan cahaya terang
Itu sudah kelaziman
Saat itu barangkali kita akan gelisah
karena lampu kamar tak lagi menyala

:ada apa?

Inilah getar hatiku untuk kesekian kalinya
Bukan hanya soal laku kita saja
Aku melihat ada ruang imajinasi yang tiada batas
Sementara, kita baru saja melepaskan ribuan anak kata di sana

:untuk apa?

Hati dan akal kita memang tetap selalu ada
Tetapi, tidakkah kau takut keduanya bercerai sebelum kita menemukan-Nya?

Jika tata tertib selalu kita guncang
Status yang lain kita ancam dengan tafsiran liar
Keganjilan kita pelihara sebagai bagian dari peradaban
Roh dan jasad sendiri kita pacung dengan segala pembenaran
Maka, cerita apa yang bisa kita sampaikan untuk menghibur sepi?.

Sudah,
Tak usah lagi kau ajari aku bagaimana memintal angin
Kau ajari aku bagaimana mencipta geram di laut yang samar

Cukup,
Kau ajari saja aku bagaimana meraba dan merasakan dingin
Bukankah pada dingin kadang ada rindu yang lebih kental?
Kadang pula ada dasar rasa yang menyimpan cinta sekaligus mutiara?

Dalam ruang temu yang mungkin tak sempurna
Bersama sehelai rindu dan pemakluman
Sebagai kejutan atas adanya ke-tidak pastian
Demi sepenggal kenangan di batas keangkuhan
Sebelum kita benar-benar menerjemahkan akutnya celoteh
Mari, aku mengajakmu kembali

:Pulanglah ke rumah tua !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun