Mohon tunggu...
Adhyatma Hasbi
Adhyatma Hasbi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

dunia cukup untuk berbagi pengetahuan walau hanya lewat realitas kata. mari menulis untuk mengikat pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Posisi Mahasiswa Dalam Perubahan Sosial ; Konteks Gerakan Keunhasan

24 Februari 2013   11:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:47 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keberadaan tirani kekuasaan meniscayakan keberadaan mahasiswa sebagai bagian dari masayarakat yang memiliki potensi dalam mengawal regulasi yang tidak memihak pada kepentingan masyarakat. Sejarah kembali menorehkan kisahnya, memperlihatkan posisi mahasiswa dari zaman proklamasi hingga zaman reformasi dalam mengawal kekuasaan tirani untuk mencerdasakan bangsa dan memperjuangkan hak-hak masyarakat yang tertindas serta mengawal isu-isu kebangsaan.

Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal ini menimbulkan akses-akses nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.

Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara de jore (secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).

Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya kepada institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidak percayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi. Gerakan reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dam MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.

Gerakan mahasiswa Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa tahun sembilan puluhan yang ditandai tumbangnya Orde Baru dengan lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan. Berbagai kesatuan aksi diberbagai daerah muncul untuk menentang rezim Suharto. 21 Mei 1998, langkah rezim Orde Baru akhirnya terhenti. Gelombang demonstrasi yang menuntut sebuah perubahan signifikan, dilakukan mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. Pemerintahan yang korup, keruntuhan ekonomi, kebrutalan militer (di Aceh dan Timor Timur), konflik berbau SARA dibeberapa tempat (Timor Timur, Kalimantan Barat, Situbondo, Tasikmalaya, Jakarta), gelombang tuntutan dilakukannya reformasi, tragedi pembunuhan mahasiswa Trisakti, serta kerusuhan masal 13-15 Mei 1998 di Jakarta, merupakan catatan hitam sekaligus pukulan telak terhadap rezim Orde Baru.

Di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Solo, Bali, Malang, Surabaya, Medan, Aceh, dan lain-lain lahir puluhan kesatuan aksi yang konsisten menentang kebijakan dan keberadaan rezim Suharto. Gerakan yang menuntut reformasi dan dihapuskannya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998 ini, harus berhadapan dengan berbagai tindakan represif yang menewaskan 4 aktivis mahasiswa Trisakti. Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung adalah bukti lainnya upaya represif Suharto untuk meredam gerakan ini.

Setelah bergulirnya reformasi pada tahun 1998, pergerakan mahasiswa dihadapkan pada pluralitas gerakan yang sangat tinggi. Begitu banyak Agenda reformasi yang harus dikawal oleh mahasiswa di antaranya penegakan Hak Asasi Manusia, Pemberantasan KKN, Kenaikan harga bahan pokok kebutuhan masyarakat termasuk di dalamnya harga BBM, Penggusuran, dan lain-lain.

Di Makassar, sendiri khususnya di Univeristas Hasanuddin, gerakan mahasiswa dalam mengawal agenda reformasi terus dilakukan. Januari 2003, mahasiswa Unhas turun ke jalan dan menyuarakan penolakan terhadap kenaikan harga BBM dan tarif dasar listrik.Tahun 2007, mahasiswa Unhas menyuarakan penolakan terhadap BHP (Badan Hukukm Pendidikan) yang merupakan bentuk komersialisasi pendidikan di Indonesia. BHP kemudian ditolak dan digantikan dengan RUU PT (Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi). Dalam mengawal isu RUU PT, berbagai variasi gerakan dilakukan mulai dari aksi, diskusi, pembentukan posko bersama penolakan RUU PT yang diisi dengan pameran data, pemutaran film, dan penulisan petisi terkait penolakan RUU PT.Pada tahun 2009, gerakan mahasiswa unhas kembali turun ke jalan dan menyuarakan anti korupsi. Isu ini kembali disuarakan setiap tahunnya dengan ‘memerahkan’ jalan untuk menyurakan anti korupsi di Indonesia.

Lebih lanjut, gerakan menentang kapitalisme dalam bentuk penindasan terhadap rakyat miskin menyangkut masalah penggusuran terus dilakukan mahasiswa unhas. Beberapa Bem dan Himpunan misalnya mengawal kasus Pandang Raya, Panakukang, Makassar tahun 2010 menyangkut persengketaan tanah yang telah ditinggali rakyat dengan rentenier tanah yang akan menjual tanah tersebut kepada para pemilik modal. Di tahun yang sama, gerakan mahasiswa menentang penggusuran terus dilakukan dengan mengawal warga kassi-kassi, Antang, Makassar menyangkut persengketaan tanah dengan para pemilik modal.

Uraian pergerakan kemahasiswaan di atas mengantarkan kita kepada pemahaman terdapat posisi penting mahasiswa dalam perubahan sosial. Menghubungkan tirani dengan memasyarakatkan segala jenis relugasi yang telah dibuat agar tidak meleluasakan kepentingan para pemilik modal di bawah penderitaan rakyat. Memberikan penyadaran kepada masyarakat untuk bangkit dan melawan penindasan akibat kuasa tirani yang menindas. Sebagai bagian dari masyarakat bersama-sama melakukan perlawanan terhadap penindasan. JANGAN DIAM, Mari bergerak !!!

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun