Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Antara Media Sosial dan Anjloknya Moral Bangsa

28 September 2016   22:20 Diperbarui: 29 September 2016   08:35 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: www.maxmanroe.com

Akhir-akhir ini, banyak sekali kontroversi yang menjadi viral di internet tentang masalah moral generasi muda bangsa. Mulai dari kasus kenakalan remaja, anak SD yang dewasa sebelum waktunya, hingga masalah berat kasus asusila dan pembunuhan yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Tentunya, fakta ini sangat miris dan sangat disayangkan mengingat kasus-kasus serupa sampai saat ini terus bermunculan.

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seorang anak dalam berperilaku adalah lingkungan dan kebudayaan. Pada saat sebelum hadirnya internet dan teknologi informasi seperti telepon pintar atau smartphone, perilaku anak-anak di pengaruhi oleh lingkungan sekitarnya seperti keluarga, tetangga, sekolah dan pergaulan dengan teman-temannya serta kebudayaan yang terdapat di daerahnya. Hal ini tentunya masih dapat terawasi oleh orang tuanya karena ruang lingkup yang sempit. Lalu muncul lah internet serta gadget canggih yang dapat mengakses beragam informasi dengan cepat. Efek negatif dari kecanggihan teknologi ini pun ikut serta dalam berkurangnya moral generasi muda pada saat ini.

Mudahnya mengakses berbagai hal yang negatif dari internet, dapat membuat mindset anak menjadi buruk. Contohnya seperti pada kasus Yuyun yang para tersangka pada mulanya menonton tayangan video porno yang di dapat dari internet. Ada juga anak atau para remaja pada saat ini tengah menggemari “youtuber” di situs Youtube, memang konten yang terdapat dalam situs youtube beragam seperti pada umumnya. Namun, yang menjadi viral di kalangan anak dan remaja adalah video yang isinya kurang etis atau sopan. Salah satunya adalah video yang berjudul “Ganteng-ganteng Swag”, isi dari lirik lagu yang terdapat dalam video ini kurang sopan karena mengandung kata-kata kotor, umpatan dan isi video tersebut menampilkan adegan yang kurang senonoh.  

Fakta menarik lainnya adalah, anak-anak dapat dengan mudah memiliki akun media sosial yang syarat utamanya adalah berumur diatas 17 tahun akan tetapi banyak anak-anak dibawah umur yang aktif di media sosial. Video Youtube yang sudah dijelaskan tadi dapat ditonton oleh berbagai umur, termasuk anak-anak. Lalu, muncul lah parodi-parodi yang mengikuti video tersebut yang sebagian dilakukan oleh anak dibawah umur, tentu ini menegaskan bahwa video tersebut telah ditonton oleh anak-anak. 

Sungguh miris memang melihat anak dibawah umur menonton suatu hal yang tidak pantas untuk mereka. Beralih ke media sosial instagram, yang dihuni oleh beberapa akun yang juga menampilkan suatu hal yang tidak sesuai dengan kebudayaan timur, kebudayaan Indonesia. Seperti akun Awkarin dan Anya Geraldine, mereka menampilkan foto atau video yang kurang pantas untuk dilihat. Lagi-lagi, pengikut akun ini sebagian besar diikuti oleh remaja dan anak dibawah umur.

Pemerintah selaku otoritas bukannya tanpa reaksi, pemerintah telah melakukan pemblokiran situs-situs yang mengandung unsur pornografi (walaupun sudah menjadi rahasia umum jika situs tersebut masih bisa diakses). Serta menanggapi isu yang baru-baru ini, yaitu rencana pemblokiran akun Awkarin dan Anya Geraldine terkait video tak pantas yang tersebar di media sosial. Mengapa usaha pemerintah selama ini terkesan kurang efektif? Jawabannya adalah karena peran masyarakat terutama orang tua masih kurang berperan aktif mengawasi kegiatan anaknya bermain gadget. Masih banyak orang tua yang terkesan membiarkan anak mereka bermain gadget seharian, dan tidak mencari tahu apa yang dilakukan oleh anak mereka.

Pada akhirnya, orang tua sangat berperan penting dalam mengawasi anak-anak mereka bermain gadget dan menggunakan media sosial. Orang tua harus bisa berusaha mengetahui apa saja yang dilakukan oleh mereka, serta dapat ikut menggunakan media sosial tersebut agar lebih efektif. Jangan sampai mereka melakukan suatu hal di dunia maya yang merugikan orang lain, atau justru mempermalukan dirinya sendiri. Lalu, dapat menghindari terjadinya kasus bullying serta berubahnya perilaku anak menjadi buruk karena meniru orang yang diidolakannya di dunia maya.

Nama/NIM               : M. Adhitsatya Wijaya/07031181520043
 Jurusan                    : Ilmu Komunikasi A Inderalaya
 Dosen Pengampuh  : Nur Aslamiah Supli, BIAM., M.Sc

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun