Mohon tunggu...
Adhi Mahendra
Adhi Mahendra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat Terbuka untuk Menteri Pariwisata Arief Yahya

20 Maret 2019   15:31 Diperbarui: 20 Maret 2019   15:54 29213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bapak Arief Yahya,


Pertama-tama saya ingin memperkenalkan diri. Saya bukanlah siapa-siapa, hanya seorang anggota masyarakat yang peduli terhadap dunia pariwisata Indonesia.


Saya akan langsung saja. Terus-terang saya bingung sewaktu Anda diperkenalkan oleh Presiden Jokowi sebagai Menteri Pariwisata pada tahun 2014. Kenapa demikian? Karena Anda tidak punya rekam jejak sama sekali dalam dunia pariwisata. Walaupun demikian, saya memberikan benefit of the doubt kepada Anda. Saat itu Anda menjabat sebagai CEO PT Telkom Indonesia dan, katanya, sukses memimpin perusahaan tersebut. Selain itu, lagi-lagi katanya, Anda juga dikenal sebagai jago pemasaran. Maka, harapan saya saat itu, Anda akan bisa mengembangkan dunia pariwisata Indonesia dari sektor IT dan pemasaran.


Ternyata harapan saya ini keliru.


Sekarang, hampir lima tahun setelah Anda menjabat sebagai menteri, dunia pariwisata Indonesia bukannya semakin maju. Namun justru berjalan di tempat jika tidak mau dibilang semakin terpuruk. Anda tidak punya leadership, managerial skills, dan visi pariwisata. Parahnya, Anda juga sama sekali tidak mau belajar tentang dunia pariwisata. Banyak orang yang sukses di bidang yang sama sekali belum pernah digelutinya, termasuk sejumlah menteri rekan Anda, karena mereka mau belajar. Sayangnya, Anda tidak termasuk di sini.

Saat-saat pertama menjabat Anda sudah membuat kesan negatif, ketika ada protes dari kalangan perfilman Indonesia tentang "Skandar Berlinale 2015" di Jerman. Bukannya memproses lebih lanjut oknum pejabat Kementerian Pariwisata yang terlibat, Anda saat itu malah terlihat melindungi oknum tersebut. Namun saat itu saya masih bisa memaklumi karena Anda relatif belum lama menjabat. Jadi mungkin Anda tidak tahu permasalahan "mafia" di Kementerian Pariwisata.


Masalah jauh lebih serius terjadi dalam soal target 20 juta kunjungan wisatawan mancanegara. Sebagai menteri, Anda seharusnya melihat ini sebagai tantangan untuk mengembangkan daerah wisata selain Bali dan juga sebagai tantangan untuk mendatangkan devisa bagi negara. Bukan membabi-buta menjalankan program untuk mendatangkan wisman tidak berkualitas yang sama sekali tidak mendatangkan devisa (zero dollar tourism). Seperti fasilitas bebas visa bagi 169 negara sejak tahun 2016.


Sampai saat ini, tidak pernah ada evaluasi fasilitas bebas visa yang telah menghilangkan potensi devisa puluhan triliun rupiah. Kebijakan bebas visa ini justru telah dimanfaatkan oleh jejaring mafia bisnis pariwisata Tiongkok sebagaimana yang terjadi di Bali. Uang dari wisman Tiongkok hanya berputar-putar di sekitar jejaring mafia ini saja, tidak ada yang masuk sama sekali ke kas negara atau berdampak kepada ekonomi masyarakat setempat.


Selain itu, tingkat kriminalitas juga meningkat; misalnya saja kasus TKA ilegal, cyber crime, ATM skimming, hipnotis, tour guide ilegal, fotografer pre-wedding ilegal, dan masih banyak lagi. Tidak heran jika saat ini di kalangan dunia pariwisata internasional muncul kesan bahwa Indonesia (khususnya Bali) telah "dijual murah".


Anda tidak mampu mengembangkan daerah tujuan wisata (DTW) selain Bali. Kalaupun ada yang maju, Raja Ampat misalnya, itu karena peran swasta, bukan Kementerian Pariwisata. Penyebutan "10 Bali Baru" untuk DTW-DTW tersebut juga menimbukan banyak masalah. Di DTW yang bersangkutan muncul banyak pertanyaan, apakah ini berarti nantinya di tempatnya juga bakal ada night club, diskotik, turis berbikini yang lalu-lalang di jalan, seperti di Bali? Sebaliknya di Bali, juga muncul banyak pertanyaan, jika sudah ada "Bali Baru", lantas bagaimana nasib "Bali Lama"? Setiap DTW punya keunikan dan potensi pariwisata tersendiri. Sangat keliru jika semuanya disamaratakan dan dijuluki "10 Bali Baru".


Masyarakat Bali juga kecewa karena di tengah sektor akomodasi pariwisata yang sudah mendekati titik jenuh di Bali, Anda justru mengundang investor-investor asing bermodal besar. Akibatnya saat ini banyak akomodasi pariwisata milik masyarakat (losmen, homestay, hotel melati) yang kesulitan dan bahkan tidak sedikit yang tutup. Muncul pula masalah-masalah serius seperti krisis air, sampah, kemacetan, dan sebagainya yang dialami masyarakat Bali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun