Mohon tunggu...
Adhelano Tuakia
Adhelano Tuakia Mohon Tunggu... wiraswasta -

Supremasi hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kedudukan Hukum Putusan Arbitrase Asing : kasus PT Pertamina Vs Karaha Bodas Company

21 April 2019   12:54 Diperbarui: 21 April 2019   16:20 13702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Abdul Safri Tuakia, SH .

Sebagai negara berkembang Indonesia tidak dapat terlepas dari negara lain, dalam pelaksanaan pembangunannya Indonesia sangat membutuhkan modal yang berasal dari luar negeri. Oleh karena itu Indonesia harus membuka diri untuk melakukan hubungan-hubungan dengan negara lain dalam hal penanaman modal di Indonesia. Namun adakalanya, hubungan tersebut menimbulkan sengketa dikemudian hari dan harus diselesaikan melalui lembaga yang ada, salah satunya adalah Lembaga Arbitrase Internasional.

Dengan diratifikasinya Konvensi New York 1958 dan konvensi ICSID 1965 telah memberikan jaminan bahwa putusan arbitrase asing dapat dilaksanakan di Indonesia. Tetapi dalam pelaksanaannya, putusan arbitrase asing itu tidak dapat secara langsung dilaksanakan apabila bertentangan dengan ketertiban umum Indonseia. Konvensi New York 1958 merupakan suatu Konvensi Internasional yang memberikan pengakuan atas pelaksanaan putusan arbitrase yang diambil diluar wilayah negara di mana putusan tersebut akan dilaksanakan.

Indonesia meratifikasi konvensi ini pada tahun 1981 melalui Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 dan kemudian pada tahun 1990 lahir Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing, didalamnya mensyaratkan bahwa putusan arbitrase asing dapat diterapkan di Indonesia apabila tidak bertentangan dengan ketertiban umum di Indonesia.  

Untuk memenuhi kebutuhan akan adanya proses penyelesaian sengketa yang cepat dan hemat, yaitu Arbitrase Asing, yang merupakan suatu bentuk penyelesaian sengketa dan bersifat Non Konstitusional, serta memiliki prosedural yang jelas dalam pelaksanaannya, yang paling prosedural tersebut ditetapkan atas kompromi pihak-pihak yang bersengketa, karena orang-orang yang di tunjuk menjadi arbitrator adalah expert pada bidang yang dipersengketakan, sehingga hampir tidak ada kemungkinan dihasilkannya putusanyangsalah.

Tidak semua keputusan arbitrase asing dapat dilaksanakan di Indonesia, karena dihambat oleh prinsip / asas ketertiban umum. Sampai saat ini masyarakat internasional sudah menyediakan beberapa Arbitrase Internasional, seperti Court of Arbitation Of the International Chamber of Commerce (ICC) yang berkedudukan di Paris, United NationsCommisions on Internasional Trade Law (UNCITRAL), dan International Centre for Settlement of Investmen Dispute (ICSID) yang berkedudukan di Washington.

Namun dalam penerapannya proses penyelesaian sengketa cara ini membutuhkan kerjasama internasional yang pada umumnya dituangkan dalam bentuk konvensi, dan lain-lain, guna menyelaraskan kaidah hukum yang beranekaragam itu. Sehubungan dengan masalah harmonisasi Hukum Internasional, satu hal yang cukup serius adalah masalah pelaksanaan dari suatu putusan yang telah dijatuhkan di suatu negara, untuk dilaksanakan di wilayah negara lain di luar negara dimana putusan tersebut diambil, karena dunia internasional mengenal dan mengakui adanya kedaulatan dari masing-masing negara untuk tidak mengakui putusan apapun juga yang diberikan di luar wilayahnya oleh pemerintah asing, dan tentunya juga untuk tidak melaksanakan isi dari putusan itu.

Hukum internasional mengakui adanya kedaulatan penuh (souvereignity) dari suatu negara di mata Internasional. Ini berarti secara prinsipal, tidak ada suatu negara pun di dunia ini yang dapat memaksakan berlakunya suatuketentuan pada negara lain, dengan cara apapunjuga, selama dan sepanjang hal tersebut tidak sesuai dengan kaedah-kaedah dan sendi-sendi kehidupan bernegara atau dalam arti kata tidak dikehendaki oleh negara lain tersebut.

Negara Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, berupaya untuk meningkatkan perekonomian negaranya. Salah satu upaya tersebut adalah menarik investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Namun yang menjadi permasalahan yang cukup mendasar adalah bahwa hukum Internasional yang mengatur bidang investasi ternyata berkembang agak lambat. Hal ini disebabkan karena kurangnya upaya koordinasi masyarakat Internasional untuk merumuskan aturan-aturan hukum di bidang investasi.

Dalam pelaksanaan penanaman modal asing tersebut, Indonesia memberikan jaminan dan kepastian perlindungan hukum bagi investor melalui  ratifikasi dua Konvensi Internasional, yaitu : pertama, Konvensi ICSID 1965 tentang Penyelesaian Perselisihan antara Negara dengan Warga Negara Asing. Konvensi ini ditandatangani pada 18 Maret 1965 dan mulai berlaku tanggal 14 Oktober 1966 setelah dilakukannya ratifikasi oleh 20 Negara. Sampai dengan tanggal 10 April 2006, Konvensi ini telah diratifikasi oleh 143 Negara. Indonesia meratifikasi Konvensi ICSID ini dengan Undang-undang Nomor: 5 Tahun 1968 Tentang: Penyelesaian Perselisihan Antara Negara Dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal (LN 1968/32; TLN NO. 2852).

Kedua, Konvensi tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing (Convention On The Recognition And Enforcement Of Foreign Arbitral Awards -- New York Convention 1958) yang diundangkan dengan Keppres Nomor 34 Tahun 1981, Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 41 tanggal 5 Agustus1981. Indonesia menyatakan keikutsertaannya dengan Konvensi New York 1985 yaitu suatu konvensi PBB tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun