Mohon tunggu...
Adhe Ismail Ananda
Adhe Ismail Ananda Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang

 من عرف نفسه فقد عرف ربه

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Demi Investasi, Miras Dilegalisasi !

4 Maret 2021   23:22 Diperbarui: 5 Maret 2021   06:56 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adhe Ismail Ananda, S.H, M.H (Dosen Hukum dan Syariah IAI Al Mawaddah Warrahmah Kolaka) Dokpri

Kemudian persyaratan penanaman modal dengan pembatasan kepemilikan modal asing dan persyaratan dengan perizinan khusus. Persyaratan untuk penanaman modal industri miras ini dibatasi pada wilayah tertentu yakni Bali, NTT, Sulawesi Utara, Papua dan dimungkinkan daerah lain dengan syarat ditetapkan Kepala BPKM atas usulan gubernur.

Menurut penulis, jika ketentuan diatas dianggap sebagai upaya legalisasi terhadap miras, maka sebaiknya perlu ditinjau ulang. Mengapa ditinjau ulang bukannya dicabut? Sebab kita harus melihat persoalan ini secara komperhensif. 

Jauh sebelum adanya ketentuan-ketentuan diatas yang terkesan melegalkan miras, bahkan sejak orde baru, terdapat dalam bentuk perpres yang mengatur mengenai peredaran miras di Indonesia, yaitu Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol yang dikeluarkan sebagai respons terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 42/P/HUM/2012 tanggal 18 Juni 2013 mengenai uji materiil terhadap Keputusan Presiden  Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol (Kepres 3/1997) terhadap Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, Seluruh jenis minuman yang dimaksud ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan, Yang dimaksud dengan pengawasan ialah pengawasan terhadap pengadaan (baik produksi dalam negeri maupun impor) serta peredaran dan penjualannya.

Jadi Peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol dilakukan terbatas, dilihat dari subjek yang dapat melakukan penjualan maupun tempat penjualan. Meskipun ada kemungkinan bahwa Kepala Daerah dapat menetapkan tempat tertentu sebagai tempat penjualan Minuman Beralkohol, bahwa yang dapat mengkonsumsi Minuman Beralkohol hanya mereka yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih, atau kepada konsumen tertentu dalam kondisi tertentu, dan adanya kewajiban untuk memperlihatkan kartu identitas, seperti KTP maupun passport.

Atas dasar pertimbangan inilah kemudian penulis beranggapan bahwa ketentuan-ketentuan yang diatas yang berpotensi bahkan sudah melegalkan miras perlu ditinjau ulang. 

Sebab suatu peraturan perundang-undangan yang baik adalah yang sesuai dengan aspek filosofis, yuridis dan sosiologisnya sehingga pemerintah tidak hanya punya peran dan perhatian pada aspek ekonomi tetapi juga harus memikirkan aspek moral dan kesehatannya. 

Sudah banyak kejadian dan peristiwa hukum yang terjadi akibat penggunaan miras ini, sehingga hal tersebut patut menjadi bahan pertimbangan. Belum lagi respon public khususnya para tokoh lintas agama yang mengecam kebijakan tersebut.

Mungkin karena pertimbangan tersebut hingga akhirnya presiden dalam siaran pers virtualnya mencabut lampiran izin miras dalam Perpres No 10 Tahun 2021. Justru hal ini memperlihatkan bagaimana kondisi dan kemampuan kualitas pemerintah dalam mengahsilkan produk hukum yang berkualitas. 

Tetapi Ketika semua bersepakat untuk melakukan penolakan terhadap legalisasi miras maka harus konsiten, dengan demikian tidak cukup hanya mencabut Kembali Lampiran dalam Perpres No 10 Tahun 2021 tetapi juga terhadap Perpres Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol yang selama kurang lebih 8 tahun telah berjalan dan dibiarkan berlaku, dimana didalamnya mengatur mengenai minuman beralkohol yang bisa beredar dan dijual dilokasi yang ditentukan, kemudian terbitkan larangan penjualan miras di Indonesia.

Salah satu bentuk konsistensi penolakan terhadap miras adalah dengan segera mensahkan draf RUU Anti Miras menjadi UU Anti Miras yang sekarang tengah digodok oleh Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berdasarkan usulan tiga partai yakni Gerindra, PPP, dan PKS. Ini tentunya butuh perhatian Bersama antara Pemereintah dan DPR untuk tidak hanya mementingkan aspek ekonomi belaka sebagai akibat dari adanya pandemi covid-19. Aspek Kesehatan dan moral bangsa juga harus menjadi perhatian khusus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun