Mohon tunggu...
Muhammad Farid
Muhammad Farid Mohon Tunggu... Relawan - Pegiat Literasi

Relawan dan Pegiat Literasi; Founder: Perpustakaan Berjalan Kaohsiung; Author: Ruang Kontemplasi (2017); e-mail: adhefarid@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Terpenjara"

14 April 2016   22:54 Diperbarui: 15 April 2016   00:18 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi "Terpenjara", Sumber Foto: www.mediapijar.com"][/caption]

Di sebuah warung makan kaki lima dekat pos kamling, tempat berkumpulnya anak-anak muda yang asyik berdiskusi tentang kondisi di sekitar kampung mereka, bergeser topik hingga fenomena bangsa kekinian. Di pojok warung tedengar obrolan ringan yang mengundang perhatian pengunjung lainnya. "Bang Budi, ngobrol apa sih kok serius banget', ucap salah seorang pengunjung. "Ha...ha...biasa aja bro, kegelisahan sebagai sahabat".

Akhirnya aku coba mendekati Bang Budi dan Bang Madan.  Rupanya mereka berkisah tentang sahabat mereka, "Eki telah berubah enam bulan terakhir, entahlah ada apa dengan dia", bang Madan mengungkapkan rasa gundahnya. Eki, seorang teman yang biasanya periang, lantang kalau berdiskusi, tiba-tiba menjadi pribadi yang lebih banyak diam saat ngobrol dan cendrung apatis. Sesekali memberi komentar, itupun berargumen seadanya kalau hal yang berhubungan dengannya. 

"Dia telah kehilangan  "kemerdekaannya" sebagai manusia, tidak lagi objektif. Bahkan postingan-postingannya di media sosial cendrung "menggurui" dan membela pihak tertentu, seolah yang lain pada posisi yang salah".

"Jangan ngomong gitulah Dan'. Idealis banget cara berpikirmu.  Ekikan butuh hidup, butuh makan, emang dirimu yang mau nanggung kehidupannya ?", Budi coba memberi argumen pembanding. "Bud, udah bener. Kita semua butuh makan, butuh hidup, cuman nggak mestikan harus kehilangan karakternya sebagai seseorang yang kritis." Tiba-tiba suasana hening di warung, hanya bunyi sendok sesekali terdengar.

Kami akui, terjadi perubahan yang signifikan (seperti istilah statistik aja) pada Eki. Ketika ada masalah yang terjadi, biasanya dia salah satu sumber rujukan untuk mencari solusi. Namun hari ini, kebiasaan untuk memverifikasi kebenaran informasi telah hilang dalam dirinya, dan berubah menjadi pribadi yang menerima apa kata teman yang diikutinya.

"Bud, kawan yang satu ini sudah berada pada comfort zone.Sepertinya sulit untuk berubah lagi". Sebenarnya yang diharapkan kawan-kawan, silahkan berteman dengan yang lain. Namun tetap menjaga objektivitas dalam bersikap, karena teman-teman dan masyarakat akan menilai. Beliau itu masih merdeka sih atau telah "terpenjara" dalam suasana yang nyaman, larut, dan lupa bahwa dia telah mengajarkan kepada kita selama ini tentang kebenaran, objektivitas, bahkan terkadang mengeluarkan hujjah dari kitab suci atau perkataan dari Nabi.

Kerinduan akan kembalinya Eki sebagai pribadi yang bersahaja selalu hadir di warung itu, tempat terjadinya dialektika diantara mereka. Namun hidup ini adalah pilihan,  biarlah waktu yang akan bicara. Mungkin saja Eki saat ingin posting komentar bijaknya, mengintip tulisan ini, berharap beliau akan membaca, dan  akhirnya sadar betapa banyak sahabatnya sayang padanya, bukan sebaliknya hanya memikirkan dirinya saja.

"Bu, berapa semuanya ?" wah,  bang Budi lagi ada rezeki nih. Malam itu beliau menjadi hamba yang mulia, membantu mengatasi realitas tanggal tua, menuntaskan tagihan kopi kami. 

 

Kaohsiung, 14 April 2016.

 

Sumber Foto: www.mediapijar.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun