Momen lain yang juga takbisa saya lupakan kenangannya, saat itu semua Fasilitator PerpuSeru harus mengikuti outbond. Kami dikumpulkan di sebuah lapangan belakang hotel Best Western Premier Sunset Road tempat kami menginap. Sambil olahraga pagi, kami pun takmelupakan untuk merekam kenangan indahnya dengan ber-wefie.
[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Selfie Moment 4: Kembali berfoto bersama dengan sangat meriah serta penuh semangat sebelum outbond"]
Adalah Awiek Widodo - FP yang berlatar belakang sebagai penggerak pendidikan tangguh asal Tabalong yang memotret kami waktu itu.
***
Kita tinggalkan selfie moment di tahun 2014. Kini, saya akan coba berbagi kenangan yang masih bersama-sama dengan -kalau mengambil istilahnya Benny Arnas, "orang-orang gila", sekumpulan orang yang menjadi Fasilitator PerpuSeru di 2015.
Tepatnya di bulan Januari, saya kembali mengikuti pelatihan Program PerpuSeru. Saat itu, saya harus bertolak ke kota Gudeg, Jogyakarta. Ah dasar rejeki lagi baik (mudah-mudahan selalu baik, amin) – saya kembali dipertemukan dengan Fajri asal Cilacap. Ayah satu anak ini pembawaannya sangat kalem tidak nampak gelora jiwa seorang aktifis yang berpihak kepada buruh migran. Di tempat asalnya; Cilacap, Fajri beberapa tahun terakhir ini aktif sebagai pendamping buruh migran. Aktifitasnya lebih fokus terhadap perlindungan hukum bagi para buruh asal Cilacap yang bekerja di luar negeri.
Taksaja Fajri, FP lain yang juga ditemui saat pelatihan di Jogyakarta adalah sastrawan muda; Benny Arnas. Senang rasanya saya bisa mengenal dan berteman lebih akrab dengan Benny Arnas selama di sini (Jogya-red). Siapa sih Benny Arnas? Buat pembaca yang belum mengenalnya. Saya sebutkan profil singkatnya.
Benny Arnas adalah sastrawan melayu asal Lubuk Linggau. Karya sastra yang sudah dilahirkan lumayan banyak. Pada setiap buku dari karya-karyanya, Benny takpernah lupa memasukkan nama daerah Lubuk Linggau dan sekitarnya. Semua nama daerah yang dilalui dan yang dialaminya selalu dieksplor dan dituangkannya dalam karya sastra baik itu cerita bersambung di koran atau buku cerita pendek.
Demikian pengalaman yang takbisa saya lupakan saat di Pontianak, Bali, serta Jogyakarta. Seru sekali. Namun pengalaman yang berharga ini takluput dari resiko yang harus ditebus. Jauh dari keluarga (agak lebay ya? hehehe) Tapi beneran lho?! Seminggu meninggalkan keluarga lumayan berat dan harus memberikan pengertian kepada istri dan anak-anak.
Tapi saya bersyukur ... Alhamdulillah, Risya istriku bisa memahami dan sangat mendukung kegiatan yang dilakukan oleh suaminya. Anak-anak pun demikian, lebih bergantung kepada kondisi ibunya, ibunya bilang yes, anak-anak langsung faham dan mengerti bahwa ayahnya harus ke pergi selama seminggu.
Kalau sudah jauh dengan anak istri, suka muncul rasa rindu. Dan bila rasa rindu mulai menyelimuti, yang bisa saya lakukan adalah memandangi potret yang senantiasa dibawa kemana pun saya pergi. Seperti potret selfie moment berikut ini.