Mohon tunggu...
Ade SetiawanSimon
Ade SetiawanSimon Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Scribo Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Beras Lenyap di Negeri Sembada

11 Maret 2023   17:38 Diperbarui: 11 Maret 2023   17:44 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: doc. pribadi

Pada minggu pagi jadi hari lenggang bagi penghuni asrama putra Paroki, selepas beraktifitas dan makan pagi para penghuninya jalan berderet keluar dari pintu kamar makan menuju ruang belajar yang berada tak jauh dari pendopo siswa. Kami adalah anak-anak beruntung, banyak teman sebaya kami yang tinggal di kampung mendambakan dapat bersekolah dan tinggal di asrama paroki seperti halnya kami saat ini; namun itu urung terjadi dengan berbagai alasan keluarga.

Kami semua penghuni sekolah berasrama ini tau betul kalau tak semua anak sebaya seperti kami dapat mengenyam pendidikan di sekolah asrama; di sini kami dapat penghidupan layak, setiap anak kebagian ambin dan tilam, pada hari selasa dan minggu pagi kami diberi jatah wajib minum susu skin bubuk yang dikirim langsung dari Jerman; bubuk susu asli yang tak mudah larut pada air panas sekalipun, "ada caranya kalau mau menyeduh susu skin, tuang perlahan air mendidih pada gelas yang sudah ada susunya sambil terus diaduk" kata kaka kelasku saat pertama kami mencoba susu luar negeri ini dan selanjutnya kami wariskan teknik ini turun temurun kepada penghuni baru asrama. Kata bruder Anton susu penting bagi pertumbuhan kami, lewat kebiasan ini diharapkan kami pun dapat menyamai kualitas anak-anak Eropa. Walapun asing kami harus menghabiskan susu aneh yang tak pernah kami kenal sebelumnya. Pengalaman minum susu adalah pengalaman baru bagi hampir sebagian besar penghuni asrama.

Setiap hari kami diberi jatah makan tiga kali sehari dengan menu utamanya nasi jagung walaupun terkadang nasi yang kami makan sudah hancur dikerat kutu; di kampung ku dan kebanyakan wilayah tinggal teman-teman seasrama mengerti betul kalau nasi hanya cuma bisa disantap oleh para pamong di kecamatan dan kabupaten, para mantri dan juru tulis serta para toke dan pedagang besar pengumpul hasil alam di wilayah kami. Keistimewaan lain yang dinikmati kami adalah penerangan lampu listrik yang tak dapat dinikmati orang tua dan saudara kami di kampung.

Selepas jam belajar pada minggu pagi seperti biasa kami bergegas meninggalkan ruang belaja melalui pintu sempit, saling berimpitan seperti warga kota rebutan minyak tanah, berlari menuruni anak tangga menuju pendopo, di sana sudah menunggu bruder Anton, si pria tua asal New Jersey yang memilih hidup lajang dan meninggalkan negeri yang berlimpah susu dan madu, datang tinggal bersama kami di pulau gelap ini, bantu para orang tua cara berternak dan bercocok tanam. 

Menggunakan bruk panjang serta kemeja putih tipis lusuh, bruder Anton duduk pada  sitjhe sambil lengan kanannya berpangku pada meja kayu meranti bundar berfernis. Pada sisi siku yang bersandar pada meja terdapat sebuah radio persegi panjang, ukurannya besar dengan pengerah suara cukup bagi kami mendengar siaran radio itu dari jarak sepuluh meter. 

Satu persatu kepala muncul di pendopo, dari satu jadi banyak seperti lebah kerumuni rumah madu, kami duduk pada lantai minyak pendopo, setelah semua kami sudah berkumpul bruder Anton mulai menceramai para penghuni baru yang sukanya berlari pada lorong depan ruang belajar saat jam belajar tuntas "kalian orang keluar dari kelas macam sapi keluar dari kandang-kandang penakaran di Oenopu saja" tandasnya sambil melanjut kalimat "ini terakhir kali saya tegur anda semua."

Kepala-kepala serentak menunduk seolah sedang mengamati lantai minyak, dalam hening hari minggu pagi di pendopo, terdengar suara klik; bruder anton menyalakan radionya. Kami semua mengenal suara klik itu; ketika mendengar bunyi yang tak lain dan tak bukan adalah suara tuas bundar hitam pada radio serempak kepala-kepala itu kembali tegak seperti bunga matahari menengadakan kepalanya pada cahaya, sambil mengamati pria barat itu memutar tuas pengerah suara. Mendengar radio jadi hal istimewa bagi kami penghuni asrama sama halnya menonton televisi bagi penduduk perkotaan.

Pagi itu kami mendengarkan sandiwara sambil diselingi penyiar memutarkan lagu-lagu milik The Beatles yang lagi populer. Pada selah waktu di tengah lagi terkesima mendengar cerita yang di bacakan dengan penuh ekspresi dan mimik, suara bung Sujatmiko muncul keluar dari speker radio,

"pendengar yang budiman, antri panjang warga ibu kota bertambah, bukan saja minyak tanah kini beras hilang dari gudang penyimpanan, pasar dan kios-kios. Masyarakat dihimbau untuk berhemat dan dapat bertahan dari situasi kelangkaan beras. Pemerintah menginstruksikan masyarakat mulai mengkonsumsi panganan alternatif pengganti nasi. Demikian berita utama kami."

Pagi itu para pendengar budiman yang berselonjoran pada lantai dingin di pendopo seolah-olah dipaksa meneguk kepahitan pada hari dan bulan mendatang, masyarakat diinstruksikan menerima kenyataan. Pagi  semakin senyap di kecamatan yang lengang, hati dihinggapi sunyi dan cemas. Saking sunyi dan takut, suara sitjhe beradu dapat kami dengar saat bruder Anton merubah posisi duduk, hari minggu jadi seperti hari senin; bukan lagi libur dan bersantai, kemurungan menghampiri para pendengar radio. 

"Negara ini memang sedang bersusah payah, pemerintah baru sedang mencari cara membuat pertanian lebih baik" kata bruder Anton dari tempat duduknya, "tapi sayang tak semua dari mereka punya hati yang lurus untuk rakyat. Sudah hampir setahun kejadian ini berlangsung di kota-kota besar, banyak anak-anak kurang gizi dan mati karena lapar tetapi pemerintah tak berdaya, lebih banyak orang tamak duduk dan mengatur negara ini ketimbang orang yang punya perhatian pada pembangunan kesejahteraan rakyat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun