Mohon tunggu...
Ade SetiawanSimon
Ade SetiawanSimon Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Scribo Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kota Premium

28 Februari 2023   15:10 Diperbarui: 1 Maret 2023   12:24 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: doc. pribadi

Itu tanah tak bertuan

Masyarakat sekitar pernah mencampakkannya

Lebih memilih tidur di bawah atap hutan penghujan

Burung puyuh pun enggan bersarang pada punggung bukitnya

Itu tanah pernah tak bertuan

Bibir pantai nan merekah enggan dijamah siapapun

Sampai manusia perahu berlayar dari utara

Cadiknya mengecup bibir pantai yang malu-malu pasrah menerima

Itu tanah tak bertuan girang minta ampun

Seperti perawan tua ketiban mimpi

Setelah penantian waktu tak pasti

Para pelaut dari utara datang menghantar belis kawin

Mereka tinggal di tanah tak bertuan

 Bertumbuh, kawin dan berkembang biak

Bangun kampung dan tempat tambat pinisi serta nelayan

Tanah jadi sakral, tiap senja azan panggil pulang orang-orang di pantai balik

Satu senja perompak dari barat mengintai dari balik ujung pulau

Membujuk anak-anak manusia perahu bersekutu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun