Mohon tunggu...
Ade SetiawanSimon
Ade SetiawanSimon Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Scribo Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Linguistik, Ilmu Pengetahuan Populer pada Masanya Kini Sepi Peminat

14 Januari 2023   11:53 Diperbarui: 14 Januari 2023   12:13 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Ade Setiawan Simon

Pasti sebagian besar pembaca kompasiana baru pernah mendengar dan bertanya-tanya apa itu Linguistik, hal yang sama juga pernah penulis dapati pada saat melakukan wawancara kerja pada sebuah lembaga swadaya lokal yang berfokus pada bidang kerja penelitian dan pengembangan bahasa daerah, dua dari tiga panelis bahkan tak pernah mendengar dan mengetahui apa itu program studi Linguistik, akibat ketidaktahuan inilah membuat internal lembaga membuka permintaan kebutuhan tenaga professional tidak berdasarkan fokus dan minat pembelajaran berdasarkan latar belakang pendidikan dalam usaha mengemban tugas interpretasi bahasa terkait pengumpulan data dan proses menterjemahkan naskah dalam bahasa daerah di wilayah dampingan, berdasarkan temuan ini penting bagi penulis untuk memperkenalkan  Linguistik secara singkat kepada para pembaca untuk diketahui dan dimengerti.

Pada prinsipnya bahasa diciptakan, hidup, berkembang, kemudian mati sejalan dengan perkembangan kecerdasan dan peradaban manusia yang dimulai dengan proses manusia menemukan formula untuk bertahan hidup dalam koloni kecil. 

Manusia perlu sebuah sistem lambang baik itu bersifat visual maupun audio untuk menyampaikan maksud kepada teman dalam koloninya ketika melakukan kegiatan berburu mau pun bertahan atau berlindung dari amukan alam sekitar, sistem lambang ini ditemukan dan disepakati oleh anggota koloni dalam bentuk tanda atau bunyi, dengan kata lain sitem tanda atau bunyi merupakan satu penemuan awal manusia dalam, proses perkembangan kecerdasan dan peradaban manusia kemudian sistem tanda atau bunyi ini disebut bahasa. 

Seiring perjalanan waktu Noam Chomsky[i] berpendapat bahwa ada bagian penting dari 'proses kreatif' penggunaan bahasa atau sistim tanda-bunyi, menurutnya manusia tidak dapat menciptakan bahasa melampaui proses penemuan bahasa yang sudah ada saat ini; namun bagi Chomsky setiap kita yang mengerti dan menggunakan bahasa tertentu dalam proses kreatifnya dapat menciptakan kata atau kalimat  ketika kita berbicara dan berusaha memahami kata atau kalimat baru yang dihasilkan oleh orang lain dalam proses kreatifnya, seperti penggunaan frasa Anjir yang merupakan bagian dari proses kreatif seseorang dan disepakati bersama dalam kelompok tertentu, tidak semata-mata sebuah 'umpatan' namun bisa melampaui maksud yang pertama sebagai bentuk 'kekaguman' akan suatu hal atau benda.

Pada saat seorang anak mengenal bahasa yang digunakan oleh orang tua dan lingkungan sekitar, pada saat  sama seorang anak akan belajar memahami dan menduplikasikannya dalam tuturan kepada orang lain yang mengetahui bahasa tersebut, hal ini berarti setiap kita miiliki kapasitas untuk memproduksi tanda bunyi disertai dengan maksud atau arti dan setiap produk bunyi yang kita hasilkan dapat dimengerti serta diinterpretasi oleh orang lain. Tanda bunyi dilafalkan hanya dapat diinterpretasi oleh setiap individu yang memiliki pendengaran normal, pendengaran seseorang akan memproduksi dan mengerti tanda bahasa jika ia mendengar dan memahami penggunaan bahasa  yang disampaikan.

 

Ada pendapat yang mengatakan bahwa ketika seseorang belajar suatu bahasa maka ia sudah mempelajari sebagian dari budaya dan hal dasariah dari suatu kelompok masyarakat dengan demikian  setiap perkembangan peradaban telah menghantar manusia untuk terus menciptakan dan memproduksi bahasa. Kegiatan membangun koloni baru telah mengikutsertakan bahasa dan budaya manusia berpindah ke koloni yang baru, bahasa dan budaya dibawah oleh koloni yang baru akan berasimilisasi dengan bahasa budaya setempat yang telah hidup dan tumbuh bersama penduduk asli wilayah tersebut, bahkan dalam khasus tertentu bahasa dan budaya tertentu mendominiasi koloni-koloni yang lebih kecil di wilayah tersebut. Sejarah mencatat bahwa penyebaran bahasa sangat dimungkinkan dengan proses penaklukan oleh sebuah koloni terhadap koloni lain, kita dapat temui ini dalam sejarah penaklukan bangsa Yunani terhadap kelompok-kelompok di wilayah Asia dengan membawa kebudayaan dan bahasa yang dikenal sebagai kebudayaan Helenitis, Dibawah oleh Alexander Agung ditandai dengan pembentukan koloni-koloni wilayah Asia, perkembangan ilmu pengetahuan dan penulisan sejarah dan filsafat, domninasi bahasa dan budaya Helenis di wilayah Asia. Dipergantian waktu budaya Helenis mengalami kemerosotan sebagai sebab dominasi kerajawan Romawi yang di kemudian hari mengambil posisi strategisnya sebagai penakluk untuk menyebarkan bahasa dan kebudayaannya dengan cara mengalihbahasakan atau menterjemahkan kitab-kitab sejarah dan ilmu pengetahuan dari bahasa Yunani dan Arab ke bahasa Latin, asimilasi bahasa Latin dalam bahasa lokal di wilayah pendudukan bangsa Romawi, serta mempromosikan kebudayaan di wilayah taklukan hingga saat ini kita mewarisi aksara romawi sebagai media komunikasi dan informasi.

Pada abad pencerahan ilmu pengetahuan mendapat perhatian semua kalangan, pusat-pusat pendidikan dibuka untuk umum telah memberi kesempatan bagi setiap individu mengenyam pendidikan studia humanistatis (ilmu humaniora) yakni pendidikan skolastik populer saat itu terkait dengan bidang pra professional. 

Pada perkembangannya Ferdinand De Saussure menjadi pelopor dalam tonggak kajian linguistik modern yakni ilmu  dalam mempelajari dan meneliti bahasa, sebuah kajian ilmu yang melihat bahasa sebagai objek penelitian terkait bentuk, fungsi dan makna dari kata per kata objek bahasa. Konsep terbentuknya ilmu penelitian bahasa atau Linguistik ini sejalan dengan fenomena yang terjadi di Eropa saat itu di mana berkembangnya minat terhadap penelitian tafsir bahasa pada naskah-naskah tua baik itu sejarah maupun filsfat hasil penggalian arkeologi, serta minat bangsa Eropa pada pengetahuan budaya dan bahasa suku-suku di Asia dan Amerika. Salah satu jejak minat terhadap penelitian bahasa dan kebudayaan dapat kita temukan dalam diri National Geographic sebagai salah satu media terbesar saat ini.

 Ilmu linguistik dalam klasifikasi ilmu pada pendidikan di Indonesia  diklasifikasikan ke dalam ilmu Humaniora di mana linguistik dikaitkan dengan ilmu kognitif, psikologi dan antropologi atau lebih menonjol dalam kurikulum mata kuliah pendidikan bahasa dan sastara. 

Linguistik adalah ilmu bahasa umum, memiliki fokus pembelajaran pada pemahaman dan penafsiran terhadap struktur bahasa dengan kata lain ilmu Linguistik merupakan bindang ilmu yang mempelajarai bahasa secara keseluruhan atau dapat dikatan sebagai Language Engineering  atau pisau bedah untuk meneliti setiap bahasa dan tidak berafiliasi pada satu bahasa tetentu.

 Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan masa ini tidak dibarengi dengan peningkatan baik jumlah maupun mutu dari pendidikan ilmu Linguistik di Indonesia, sangat disayangkan minimnya perhatian pemerintah serta minat terhadap ilmu linguistik berbanding terbalik dengan melihat kenyataan Indonesia yang memiliki kekayaan bahasa dan budaya serta corak karakter manusia, sejatinya menjadi lahan subur bagi ilmu Linguistik untuk terus melakukan pengembangan, penelitian, dan pendokumentasian terhadap bahasa dan budaya yang mulai tergerus oleh pengaruh bahasa dan budaya luar, hal ini dapat ditemui dengan krisis kepunahan intelektual aksara Lota di wilayah Ende NTT akibat minimnya perhatian dan pengetahuan akan warisan budaya. 

Ini sejalan dengan kenyataan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia menghadapi revolusi hijau, di mana negara dan banyak kampus berlomba-lomba mencetak kaum teknokrat yang ahli dibindang teknik hingga lupa mengingkatkan kualitas pengetahuan humaniora sebagai basis dari perkembangan manusia Indonesia yang bertumbuh dalam budaya agraria dan maritim, karena melalui dua budaya inilah manusia Indonesia saling bertemu bertukar budaya serta mengembangkan bahasa lewat interaksi antar individu.

 

Sumber:

[1] Fromkin et all, An Introduction to Language, London: Harcourt Brace Jovanovich Limited, 1984.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun