Ber-Muhammadiyah MenggembirakanÂ
Haedar Nashir cukup paham bahwa ikan busuk dari kepalanya. Sikapnya dicontoh samapai ke akar rumput. Tidak satu pun ada baliho atau spanduk yang mengatasnamakan Muhammadiyah dalam hal dukungan terhadap calon legislatif, presiden maupun partai. Apresiasi tinggi juga patut diberikan untuk para admin media sosial Muhammadiyah. Di tengah carut-marutnya media sosial terkait Pemilu admin sosial media Muhammadiyah tidak sedikit pun ikut-ikutan menyerempet pada hal-hal tersebut.
Ber-Muhammadiyah MenggembirakanÂ
Muhammadiyah juga tidak pernah berbicara paling keras mengenai Pancasila dan toleransi di negeri ini. Muhammadiyah telah sepakat bahwa Pancasila adalah Darul Ahdi Wasyahadah dan amal usaha Muhammadiyah fasilitasnya bukan hanya untuk muslim tetapi untuk semua anak bangsa. Siapa pun boleh berobat di rumah sakit Muhammadiyah dan siapa pun boleh bersekolah di sekolah Muhammadiyah. Perguruan tinggi maupun sekolah milik Muhammadiyah yang berdiri di Indonesia Timur 70-80 persennya adalah anak-anak non muslim adalah bukti sumbangsih Muhammadiyah pada negeri ini.
Ber-Muhammadiyah MenggembirakanÂ
(Penulis bukan bagian dari Muhammdiyah hanya pernah mondok di pesantren Muhammadiyah meskipun tidak punya ijazah karena tidak ikut ujian di tahun terakhir, juga bukan aktivis Muhammadiyah dan tidak punya kartu anggota Muhammadiyah. Mengikuti taruna melati untuk IPM saja hanya karena kewajiban di pesantren. Ketika duduk di bangku kuliah pun sama sekali tidak aktif di organisasi kemahasiswaan Muhammadiyah atau IMM)