A. PENDAHULUAN
Banyak sekali komentar negatif bahkan umpatan-umpatan terhadap perilaku dan pelaku tindak pidana korupsi. Muak, jengkel, gregetan, putus asa, marah, dan hal-hal negatif lain atas langgeng dan menjamurnya perilaku korupsi. Terlebih dalam tayangan televisi, tersangka, terdakwa, dan bahkan terpidana seakan-akan menunjukkan show of force ataupun berperilaku sebagai celebrity. Menjamurnya tindak pidana korupsi tentu membuat segenap bangsa Indonesia gundah gulana. Ternyata korupsi terjadi pada pelbagai sektor dan juga kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta sektor swasta . Oleh karena itu pemberantasan korupsi merupakan salah satu fokus utama Pemerintah dan Bangsa Indonesia. Semua itu dilakukan dalam rangka mengoptimalkan upaya pemberantasan korupsi.
Pada tahun 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014, yang sebelumnya Presiden juga telah menerbitkan sejumlah instruksi dan arahan untuk mencegah dan memberantas korupsi. Instruksi tersebut misalnya Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, Inpres Nomor 9 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011, Inpres Nomor 17 Tahun 2012 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012, dan Inpres Nomor 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2013. Dalam rekapitulasi data perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Kejaksaan RI, Tahun 2013 sebanyak 1.709 kasus , 1.653 perkara , 2.023 perkara 2 , dan kerugian negara yang berhasil diselamatkan sebesar Rp. 403.102.000.215 dan USD 500.000.3 Sedangkan data pada KPK Tahun 2013 sebanyak 81 kasus , 102 perkara , 73 perkara , dan kerugian negara yang berhasil diselamatkan sebesar Rp. 1,196 triliun.
B. PEMBAHASAN
Pemberantasan korupsi merupakan prioritas utama guna meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta dalam rangka pencapaian tujuan nasional. Oleh karena itu kebijakan optimalisasi pemberantasan korupsi harus ditindaklanjuti dengan strategi yang komprehensif, integral, dan holistik agar benar-benar dapat mencapai hasil yang diharapkan. Menyimak penyebab terjadinya korupsi, dapat disimpulkan terkait aspek-aspek manusia, regulasi, birokrasi, political will, komitmen, dan konsistensi penegak hukum serta budaya masyarakat. Untuk itu secara garis besar strategi yang diterapkan meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a. Peningkatan Integritas dan Etika Penyelenggara Negara;
b. Pemantapan dan Percepatan Reformasi Birokrasi;
c. Penguatan Budaya Anti Korupsi Masyarakat; dan
d. Penegakan Hukum yang Tegas, Konsisten, dan Terpadu.
1) Peningkatan Integritas dan Etika Penyelenggara Negara dalam Rangka Mewujudkan Aparatur Negara yang Profesional dan BerintegritasÂ
Lemahnya integritas dan etika penyelenggara atau aparatur negara menjadi penyebab utama terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan. Aparatur negara merupakan faktor utama keberhasilan pemerintah mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, dan bebas Korupsi Kolusi Nepotisme . Namun demikian, pembangunan integritas dan etika aparatur negara tidak dapat dilakukan secara singkat hanya melalui program reformasi birokrasi belaka. Pembangunan integritas dan etika aparatur negara harus dilakukan secara simultan, sejak di bangku sekolah hingga pendidikan-pendidikan kedinasan.