Penulis: Erin Adelia
"Pak, sepatuku hilang di bawa oleh para serangga tadi malam. Maka pagi ini aktivitas sekolah, harus meliburkan diri sejenak."
"Alasan! Pakai saja sandalmu dan pergilah ke sekolah."Â
Dengan pandangan matanya yang lebih menyeramkan dari suku mamutu, Bapakku memaksa diri untuk pergi ke sekolah. Padahal jika Bapak tau, bahwa alasan utamuku untuk tidak bersekolah, adalah karena banyaknya biaya yang harus dibayarkan tunai hari ini.Â
Ya mungkin Bapak lupa atau sengaja melupakan hari di mana catatan rahasia sekolahan, harus ditepati janjinya. Atau mungkin Bapak teringat, namun saku celana rata oleh banyak kebutuhan hidup yang membuat Bapak semakin kewalahan.
Tapi baiklah, Bapak! Aku pergi ke sekolah namun langkah kaki ini hanya satu tujuan saja, yaitu membuat para guru bisa memaklumi keadaan kita.Â
Tepat jam setengah tujuh tubuhku sudah berada di dalam kelas dengan pandangan ngilu. Bagaimana tidak? Anak-anak yang lain sudah memiliki seragam kebesaran untuk acara hari ini. Tepatnya adalah peringatan hari pahlawan.Â
"Hai Jois! Namamu memang borjois tapi sayang kantongnya "loro ati" kadung tresno Budoyo miskin."Â
Aku hanya diam saja, ketika semua olok-olokan, menjadi sesuatu yang menarik perhatian para senior, yang lalu lalang di kelasku.
"Jois Patikaya Malsey! Nama yang cantik dan di ambil dari sebuah nama pahlawan kesiangan. Hai tidakkah kau malu dengan mengotori nama itu?"
"Dalam tubuhku ada darah Patikaya. Namun bukan berarti aku memilih noda besar, senior. Sebab bapakku bilang tidak baik menciptakan noda di dalam kehidupan yang masih terlalu dini untuk bermain kotor-kotoran."