Oleh: Ade Imam Julipar - 18-03-2020
Saya suka mabuk. Bukan mabuk minuman keras atau obat-obatan terlarang. Tapi mabuk kendaraan. Bukan hanya waktu kecil. Â Sampai sekarang pun jika naik kendaraan perut mual mau muntah.
Apalagi zaman sekarang yang mengharuskan aktifitas sehari-hari tidak terlepas dari smartphone, ini makin memperparah mabuk kendaraan yang saya alami. Jadi, kalau naik kendaraan sambil main smartphone, rasa mabuk kendaraannya semakin menjadi-jadi.Â
Ketika kendaraan yang membawa saya melaju, saya merasakan bergerak bersama kendaraan itu, tetapi mata saya yang tertuju pada Whatsapp  di smartphone saya, sinyal ke otak dari mata memberitahukan bahwa saya sedang tidak bergerak, karena smartphone yang saya lihat memang kenyataannya tidak bergerak. Konflik antara merasa bergerak dengan melihat smartphone yang tidak bergerak dalam kondisi di atas kendaraan yang melaju inilah yang membuat mabuk kendaraan saya makin merajalela. Perut seperti diaduk-aduk.
Kondisinya berbeda ketika saya nyetir sendiri. Mabuk kendaraan yang saya idap entah menguap kemana. Mungkin ini disebabkan karena saya tahu kapan kendaraan akan bergerak, kapan kendaraan akan berhenti, kapan kapan kendaraan akan melaju kencang, atau kapan kendaraan akan melaju lambat. Karena saya sendiri yang menentukannya.
Nah, ketika saya mabuk kendaraan --bahkan saya sampai muntah-- Â saya bisa menilai secara psikologis orang-orang yang sekendaraan dengan saya. Akan beragam perasaan mereka terhadap saya.
Ada yang merasa kasihan. Ada yang merasa terganggu. Ada yang masa bodo. Dan, Â ada juga yang ikut muntah. He he he.
Jika ada yang merasa kasihan karena saya muntah itu disebut Simpati. Ya, simpati adalah perasaan kasihan terhadap sesama. Secara etimologi berasal dari bahasa Yunani dari kata sympaths.  Syn dan phatos. "Syn" merupakan kata dalam bahasa Yunani yang memiliki arti "bersama-sama"  dan "pathos" yang  berarti "perasaan,"  Jadi, simpati adalah bersama-sama merasakan.
Jika ada yang merasa terganggu dan jengkel dengan muntahan saya. Itu disebut dengan: Antipati. Secara etimologi berasal dari bahasa Yunani dari kata antipath . Anti dan  phatos.  "Anti" merupakan kata depan yang memiliki arti melawan dan "pathos" yang  berarti "perasaan,"  Jadi, antipati adalah melawan perasaan yang harusnya ada terhadap sesama. Ini bisa disebabkan banyak hal. Mungkin karena dendam sejarah atau dendam masa lalu. Atau juga hal lainnya.
Kemudian yang ketiga adalah orang yang yang masa bodo dengan kondisi saya. Mau muntah kek , mau engga kek. Terserah. Begitu pikirnya. Orang dengan perasaan seperti ini, secara psikologis disebut dengan: apatis. Secara etimologi berasal dari bahasa Yunani dari kata apath . A dan  phatos.  "A" merupakan kata depan yang memiliki arti tidak dan "pathos" yang  berarti "perasaan," Jadi, apatis adalah orang yang tidak punya perasaan.
Dan yang terakhir adalah orang yang ikut muntah dengan saya ketika saya muntah. Ini dinamakan:  Empati. Secara etimologi berasal dari bahasa Yunani dari kata empaths . Em dan phatos . "Em-" memiliki arti "ke dalam" dan "pathos"  berarti  "perasaan,"  Jadi, Empati adalah tidak hanya merasakan, tetapi juga ikut terlibat baik secara fisik maupun psikis dengan sesama.