Mungkin kita masih ingat cerita tentang seorang wanita P yang hendak bertobat pada zaman Nabi Isa. Wanita itu akan dilempari batu oleh penduduk , teristimewa penduduk wanita, karena mereka menganggap wanita P ini akan menggoda suami-suami mereka. Atau istilah zaman now: Pelakor.Â
Ketika situasi makin memanas dan penduduk baru saja akan melempari, Nabi Isa memasang badan di depan wanita P itu sambil berkata:Â
"Kalian boleh melempar wanita ini, tapi yang boleh melempar hanya yang tidak punya dosa!"Â
Tak ada satupun dari penduduk mulai melempar. Mereka seperti dituntun ke pedalaman mereka. Masing-masing pikiran kemudian menampakan gambaran dosa yang telah diperbuat.
Moral cerita ini mungkin ingin mengatakan pada kita: Semua dan setiap manusia pasti mempunyai dosa. Dalam bentuk dan kadar berbeda tentunya. Dan cerita ini walau tidak sama persis seperti yang diceritakan guru sejarah atau guru agama kita, paling tidak gambaran umumnya seperti itu.Â
Tidak ada manusia yang tidak berdosa. Demikian ungkapan bijak ini meluncur. Mengalir ke sendi-sendi sosial masyarakat. Mengalir sampai jauh. Juga pada ranah: Politik.
Kegaduhan di tahun politik ini kental terasa. Caleg-caleg bermunculan berlomba untuk sampai pada kursi kekuasaan. Beberapa partai banyak yang membuka "lowongan" caleg. Dan sudah menjadi rahasia umum ada "cost" yang harus dikeluarkan. Ini sudah pernah saya bahas dalam tulisan saya yang berjudul: Politik Biaya Tinggi.Â
Ada satu aturan mengenai pencalegan ini. Aturan itu menyatakan bahwa mantan napi tidak boleh mencalonkan diri menjadi caleg. Dan ini konon katanya berlaku untuk napi kasus koruptor dan napi kejahatan anak. Kalau napi di luar itu bisa bebas melenggang ke pencalegan.
Nah, disinilah masalah timbul. Ambil saja contoh napi dengan kasus pembunuhan. Mereka bisa mencalonkan diri menjadi caleg. Ini akan menjadi sebuah kekeliruan besar.
Seorang pembunuh adalah orang yang tidak menghargai nyawa orang lain. Tanpa hak mencabut nyawa orang. Secara psikologis dia sakit. Sebagai rakyat yang mempunyai hak pilih, mungkinkah kita dengan sukarela akan menitipkan suara kita kepada typical orang seperti ini. Orang yang tidak peduli dengan sesama. Saya tegaskan sekali lagi: tidak peduli pada sesama. Karena dengan ringan tangan seorang pembunuh menghabisi nyawa seseorang --baik langsung maupun tidak langsung dengan meminjam tangan orang lain.