Mohon tunggu...
Ade Hermawan
Ade Hermawan Mohon Tunggu... Relationship Officer -

suka travelling, suka main game dansa, food lover,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Mengintip!

29 Maret 2017   16:52 Diperbarui: 29 Maret 2017   16:59 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku hanya bisa pasrah menerima rasa dan aroma itu karena memang tubuh ini juga sangat lelah untuk sekedar memastikan apa yang sebenarnya terjadi, hingga diluar aku merasa ada langkah kaki yang semakin lama semakin jelas terdengar. Aku hanya berpikir mungkin itu suara langkah kaki tamu hostel yahg lain, sampai aku merasa suara langkah kaki itu sangatlah mengganggu. Suara langkah kaki itupun berubah, menjadi sebuah langkah seseorang yang sedang melakukan jalan ditempat, persis didepan pintu kamarku. Pertama aku coba abaikan suara itu sampai aku merasa, saat ini aku harus terbangun dan memastikan suara apa itu sebenarnya. Ku coba membangunkan randi dan ilham disampingku berharap mereka mampu berdiri dan memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi apalah daya, dengkuran halus mereka dan sedikit kicauan kacau seolah menegaskan, bahwa jangan ganggu aku.

Aku yang susah payah membangunkan diriku, merasa suara jalan ditempat itu masih ada persis diluar pintu kamarku. Dengan sedikit rasa frustasi dan kesal aku coba berjalan ke arah itu dan seketika aku teringat apa yang dikatakan oleh pria resepsionis itu. "pak jika  suara berisik diluar jangan pernah mengintip pintu " ucapku sedikit menirukan dari apa yang dikatakannya. Seketika itu pula aku merasa ada yang aneh dengan suara langkah itu, ada sedikit ketakutan namun lebih besar rasa keingintahuanku, "apakah ini ada hubungannya dengan pesan tadi?", ucapku dalam hati.

Suara langkah jalan ditempat itu semakin lama semakin memudar, dan tok tok tok suara seperti sesorang mengetuk pintu kamarku. Ku telan air liur ku pelan-pelan dan seketika rasa kantukku hilang berubah menjadi ketakutan bercampur heran, "jam 03.20? siapa yang mengetuk pintuk kamar ku?", ujarku dalam hati. Langkah jalan ditempat itu masih sedikit terdengar dan akhirnya sekali lagi kudengar tok tok tok, pintu kamar kembali diketuk. Dengan langkah yang gemetar aku coba memastikan siapa diluar, mulutku pun seolah terkunci rapat dan seolah tak bisa sekedar berkata "siapa diluar?". Sedikit demi sedikit aku lepaslkan kunci pintu dan mencoba mengintip dibalik pintu tersebut. Tanganku yang sudah sangat gemetar akhirnya tak bisa menahan kunci pintu yang akhirnya ku biarkan terjatuh dilantai.

Semakin dekat mata ini ke lubang pintu, semakin jelas terdengar langkah kaki itu, dan aroma pandan yang seakan menusuk hidung. Mata kananku sudah semakin dekat ke lubang pintu dan.....

Dengan nafas yang tersendat aku beranikan melihat keluar-- dan yang ku lihat hanyalah sebuah kaki kursi tua yang memang ada disetiap depan kamar. Aku coba memperhatikan seksama lagi dan memang tidak ada apa-apa, hingga aku sadari bahwa suara langkah dan aroma daun pandan menghilang. Satu tetes keringat terjatuh ke lantai dan ketika aku mencoba bangkit untuk berdiri, aku sadari ada aroma seseorang yang sangat dekat dibelakangku. Perlahan aku bangkit dan dikini memang sangat aku yakini bahwa ada seseorang yang sedang berdiri dibelakangku dan siap menyambutku.

Perlahan ku balikan badan ini, dan tak terasa air mata keluar dari mataku, dan saat aku menoleh---- ku hanya bisa membuka mulutku pada sosok seorang nenek yang sedang tersenyum memakai mukena sembari berkata "sudahkan cucu shalat isya malam ini?" akupun berteriak keras dan memejamkan mataku. Hingga tanpa kusadari  aku terbangun dan melihat teman-temanku sudah terbangun heran. "de..de..kamu nggak apa-apa?', ilham mencoba menanyakanku. Aku menyadari bahwa semua yang terjadi tadi hanyalah sebuah mimpi. Mimpi yang mengingatkanku untuk berucap salam ditempat baru atau sekedar intropeksi untuk tidak meninggalkan shalatku. 

Kami akhirnya segera mempersiapkan segala keperluan perjalanan untuk hari ini, ketika semua sudah dirapihkan, dan aku hendak mengunci pintu, ku sadari kunci pintu jatuh di lantai. Sambil terheran, aku raih kunci kamarku dan berjalan keluat. Ketika akan menutup pintu,terlihat dengan sangat jelas sebuah kain putih, "mukena"? tanyaku dalam hati. Kupastikan memang sebuah mukena yang jatuh terlantar disudut ruangan, padahal kami yakin mukena itu tidak ada sebelumnya. 

Tanpa basa basi akupun lari tanpa mengunci pintu dan menyerahkannya langsung ke resepsionis. Aku hanya bisa bersyukur menyadari bahwa aku dan teman-temanku hanya menginap semalam disini. Kami memang sebelumnya berencana untuk berpindah hotel menyesuaikan perjalanan kami di hari pertama kami di Bali. 

-the end-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun