Mohon tunggu...
Ade Fathurahman
Ade Fathurahman Mohon Tunggu... Guru - Geography Teacher of SMANSA Sukabumi

Pemilik dan Pengelola Blog : https://adefathurahman.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menggagas Suksesi 4 Ibu Kota sebagai Upaya Pemerataan Pembangunan Nasional

11 Januari 2020   21:35 Diperbarui: 11 Januari 2020   21:45 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada artikel sebelumnya saya menawarkan alternatif Ibukota baru, yg digagas untuk  disebar pada 3 pusat (berdasarkan Teori Tripraja). Model yang diambil adalah afrika Selatan. Sumber

Masih merujuk pada Bentuk Negara Kesatuan, maka tidak salah, jika Pusat-Pusat Regional WPPI (A,B,C dan D) tempo dulu, dicoba dijadikan lokasi persebaran pusat pemerintahaan. Distribusi fungsi-fungsi lembaga pemerintahan yang cocok untuk ini adalah Teori Caturprajanya Von Vollenhoven.

Jika Pusat- Pusat Regional WPPI, Regional A, B, C dan D (Medan, Jakarta, Surabaya, Makassar direstui, maka penyerapan APBN atas nama Pemerintahan Pusat pun lebih merata. Hal ini perlu, karena salah satu isu pelaksanaan pembangunan adalah Pemerataan.

Mengapa harus merepresentasikan Sabang sampai Merauke?. Bayangkan jika Sabang di letak astronomis sekitar 95 BT. dan Merauke terletak disekitar 141 BT, maka panjang wilayah Indonesia dari barat ke timur mencapai "panjang maksimal" sekitar 49 x 111,111111 km setara dengan ~ 5.444, 44444 km. Nyaris 0,137111111 atau setara dengan 7/10 rata-rata keliling bumi.

Kemudian, mengapa perhitungan geostrategis ini wajar dilakukan, karena panjang RI yang saya sebutkan tadi belum mencakup zone teritorial berdasarkan Deklarasi Djuanda 1961 yg merupakan ratifikasi dari Konvensi Hukum Laut Internasional (sejauh 6 mil dari pulau terluar sebuah negara pada surut terendah). Hak tersebut belum memperhitungkan ZEE (hak eksplorasi dan eksploitasi RI ke arah barat, sejauh 200 mil.

Berbeda dengan hasil perhitungan lrlebar Wilayah RI dari Kampung Laut di sekitar lintang astronomis 6 LU sampai dengan di Samudera Hindia yg terletak  disekitar 11 LS, cuma 17 x 111,111111 km., setara dengan 1.888.88889 km.

Terlepas dari tingkat akurasi perhitungan diatas, maka semua negara harus memiliki ego sentris dalam kebijakan geopolitiknya dengan tetap menghargai geografi politik Internasional, regional, maupun bilateral yg disepakati berdasarkan hukum-hukum internasional yg telah disepakati bersama negara-negara lain sedunia.

Selanjutnya, memperhatikan penyelenggaraan kedaulatan negara (pemerintahan) melalui 4 fungsi pada Teori 'Catur Praja"nya Van Vonhollen, maka kita bisa mengadopsi dan memodifikasinya dalam catur prajanya khas Indonesia, melalui 4 Fungsi pemerintahan, yakni  Legislatif, Eksekutif, Yudikatif serta Hankam.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Disisi lain pada tataran faktual dan perjalanan dinamika pembangunan Indonesia, kita telah memiliki bekal, melalui pemetaan pembangunan Industri Indonesia yg disingkat WPPI (Wilayah Pusat Pembangunan Industri). Melalui WPPI inilah proses pemerataan pembangunan diseluruh Wolayah RI dapat dilaksanakan dengan lebih efektif dan efiaien.

Pada Periode Pemerintahan Eksekutif dibawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono istilah WPPI ini sempat  tergantikan dengan istilah lain, yakni Koridor Pembangunan Nasional.

Terlepas pada penggunaan kedua istilah tersebut, pada realitas dinamika pembangunan nasional kita, 4 buah kota yang sering dijadikan pusat-pusat kegiatan tersebut, yakni Medan, Jakarta, Surabaya dan Makassar mengalami pertumbuhan yang lebih signifikan, karena infrastruktur transpotasi darat, laut dan udara serta jaringan telekomunikasinya telah terbangun dengan tingkat representasi tingkat regional yang memenuhi standar. Berbagai kegiatan yang memerlukan mobilisasi aparat pemerintahan secara nasional pun sering dilaksanakan secara teretribusi di keempat Kota  tersebut.

Langkah yang seharusnya kita laksanakan adalah mensinergikan kebutuhan akan Ibu Kota Baru (pemindahan lokasi) yang sekarang terfokus pada Wilayah Kalimantan Timur agar dibarengi dengan alternatif lain, yakni mencoba menjadikan NKRI ini menjadi sebuah negara dengan 4 Ibukota.

Pengalaman Afrika Selatan yang memiliki 3 Ibu Kota, yakni Capetown sebagai Ibu Kota Eksekutif, Pretoria sebagai Ibukota Legislatif dan Bloomfontein sebagai Ibu Kota Yudikatif, setidaknya menjadi sebuah legitimasi rasional tentang kemungkinan sebuah negara memiliki lebih dari satu Ibu Kota.

Faktor historis yg berkenaan dengan lokasi Ibu Kota di Jakarta sejak Indonesia merdeka yang tidak mampu memgakselerasi pemerataan pembangunan nasional saat ini menjadikan pemilihan lokasi Ibu Kota Negara yg hanya memindahkan lokasi dari Jakarta ke Kalimantan Timur, pada program jangka waktu panjang akan mengjasilkan problematika yang sama, seperti  yamg terjadi pada Jakarta saat ini.

Untuk kepentingan tersebut, tidak ad salahnya, jika gagasan untuk menjadikan NKRI menjadi pemilik 4 Ibu Kota harus sudah disinergikan peesepsinya diantara kalangan eksekutif dan Legislatif melalui pembahasan peeuundang-undangan yang melegitimasi alternatif tersebut.

Tentu saja harapan yang lebih dapat terukur bisa dicapai pada pelaksanaan gagasan ini adalah oemerataan pembangunan yang merupakan pengejawantahan dari Sila Ke-5 Pancasila, yakni Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Hal lain yang bisa dikontribusikan oleh gagasan ini adalah meningkatnya Persatuan Indoneaia, sebagai akibat rasa keadilan yang dirasakan  melalui layanan pemerintah atas peningkatan kemakmuran yang berbasis pada penyerapan anggaran belanja negara yang terdistribusi dikeempat regional tersebut.

Kajian Filosofis, Historis dan Yuridis tentunya harus dilakukan secara cermat atas kelayakan penentuan, kota mana dari keempat kota besar tersebut yang pantas menjadi Ibu Kota Legislatif, Eksekutif, Yudikatif atau Hankam. Sebuah kajian terpadu yang diurai hingga kelangkah strategis pada penentuan lembaga-lembaga sub-ordinan yang mana saja yang dimasukkan menjadi bagian dari 4 funsi  pemerintahan tersebut (Legislatiif, Eksekutif, Yudikatif atau Hankam). 

Penguraian sub-ordinan-sub-ordinan dari keempat fungsi pemerintahan tersebut, tentu saja harus dibarengi dengan penentuan zone-zone (sub regional) beserta lokasi-lokasi yang layak menjadi pusat dari zone-zone (sub-regional) tersebut, seperti yang pernah dilakukan pemerintah tersahulu atas WPPI. Sebuah pembagian zone yang serupa dengan WPPI, tapi tak bileh sama persis seperti WPPI, dikarenakan indikator-indiatornya harus dimodifikasi sesuai kebutuhan kontemporer saat ini dan masa depan NKRI.

Bersambung.

ADE FATHURAHMAN

SMANSA KOTA SUKABUMI, JABAR.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun