Mohon tunggu...
ade aryayunissa
ade aryayunissa Mohon Tunggu... Jurnalis - MAHASISWI PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL UNIVERSITAS POTENSI UTAMA

Think globally. Act locally

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penyelesaian Pelanggaran HAM Studi Kasus Pembunuhan Aktivis HAM Munir Said Thalib

28 Mei 2020   12:46 Diperbarui: 28 Mei 2020   12:44 5058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hak Asasi Manusia merupakan hak yang pada hakikatnya melekat pada diri setiap orang sejak lahir dan merupakan anugerah dari Maha Kuasa kepada seluruh manusia. Hak yang tidak dapat dicabut dari diri seseorang yang meliputi hak untuk hidup, hak untuk menyatakan pedapat, hak kebebasan dalam menentukan nasib sendiri, dan banyak lainnya. Namun, pada implementasinya, masih banyak terjadi kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di dunia.

Seperti pembunuhan baik individu maupun kelompok, penjajahan yang dengan paksa mempekerjakan orang lain hingga pemusnahan etnis ataupun kelompok ras tertentu. Indonesia sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi hak asasi manusia juga tidak luput dari kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia. Seperti diantaranya kasus Semanggi I dan II, kasus Trisakti, kasus Bom Bali, kasus Marsinah dan kasus Munir.

Munir Said Thalib merupakan seorang aktivis HAM yang lahir di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965. Beliau merupakan seorang aktivis HAM yang dengan lantang dan berani membela serta memperjuangkan Hak Asasi Manusia yang selama itu seringkali dilanggar oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Selama masa mudanya, Munir aktif menjadi aktivis pejuang HAM di lingkungan kampus hingga di luar kampus.

Munir mewujudkan keseriusannya dalam bidang hukum dengan cara melakukan pembelaan-pembelaan terhadap sejumlah kasus, terutama pembelaannya terhadap kaum tertindas. Ia juga mendirikan dan bergabung dengan berbagai organisasi, bahkan juga membantu pemerintah dalam tim investigasi dan tim penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) (Merdeka.com).

Namun, perjuangannya membela hak asasi manusia selesai ketika beliau pergi dengan menaiki pesawat Garuda GA974 dari Indonesia menuju Amsterdam. Munir meninggal di pesawat yang ditumpanginya pada 7 September 2004. Tiga jam setelah pesawat GA-974 take off dari Singapura, awak kabin melaporkan kepada pilot Pantun Matondang bahwa seorang penumpang bernama Munir yang duduk di kursi nomor 40 G menderita sakit.

Pada saat itu, Munir mengeluh sakit di bagian perut dan berulang kali keluar masuk toilet. Akhirnya, posisi duduk Munir dipindahkan ke kursi yang bersebelahan dengan seorang dokter agar kondisi Munir dapat diawasi oleh sang dokter tersebut. 2 jam sebelum pesawat tiba di Amsterdam, Munir dinyatakan meninggal dunia tepatnya pada pukul 08.10 waktu Amsterdam.

Kematian Munir dianggap misterius karena Munir tidak pernah mengeluh sakit dan ditambah lagi, beliau merupakan aktivis dan seringkali mengeluarkan kritikan pedas kepada siapapun orang atau oknm yang dianggapnya melakukan pelanggaran hokum khususnya pelanggaran HAM. Munir diduga telah dibunuh dengan sengaja oleh oknum yang merasa terancam oleh tindakan-tindakan yang telah dan akan dilakukan Munir dalam rangka menjunjung keadilan dan hak asasi manusia. Kecurigaan Munir meninggal akibat pembunuhan berencana bukan tanpa alasan, sebab ditemukan cairan yang merupakan racun arsenic di dalam jenazah Munir setelah melakukan autopsy di Amsterdam, Belanda.

Berdasarkan hasil autopsy tersebut, dinyatakan bahwa Munir meninggal akibat racun arsenic yang berasal dari makanan dan minuman yang beliau konsumsi di dalam pesawat yang ia tumpangi saat itu. Diketahui bahwa Munir mengkonsumsi satu piring mie goreng dan segelas jus jeruk selama perjalanan di dalam pesawat. Makanan dan minuman tersebutlah yang menjadi alasan Munir meninggal dunia akibat keracunan.

Berdasarkan Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat. Terdapat 2 orang yang dijadikan tersangka dalam kasus pembunuhan Munir, mereka adalah Pollycarpus seorang pilot dan Indra Setiawan Direktur Utama PT.Garuda Indonesia. Pollycarpus dianggap sebagai orang yang telah meletakkan racun arsenic ke dalam makanan dan minuman milik Munir.

Sementara Indra Setiawan  dianggap memberikan kesempatan kepada Pollycarpus untuk membunuh Munir dengan menempatkan Polly ke bagian keselamatan penerbangan, yang memberikan kemungkinan bagi Polly untuk terbang pada hari pembunuhan Munir. Keduanya dianggap sebagai bagian dari pembunuhan berencana terhadap aktivis HAM, Munir. Namun, kedua orang yang ditangkap bukanlah dalang utama dibalik meninggalnya Munir.

Hingga sekarang, pengusutan kasus pembunuhan Munir masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia.
Kasus pembunuhan yang terjadi di tahun 2004 ini tidak hanya menggemparkan masyarakat Indonesia, melainkan juga masyarakat internasional. Munir tidak hanya dikenal sebagai aktifis di Indonesia, beliau juga cukup dikenal di komunitas internasional atas kiprahnya di bidang hak asasi manusia. Selain itu, kematian Munir yang terjadi di atas pesawat Indonesia dalam penerbangan internasional dan diautopsi di Belanda juga menjadi alasan kasus ini menjadi sorotan dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun