Mohon tunggu...
Ade Lanuari Abdan Syakura
Ade Lanuari Abdan Syakura Mohon Tunggu... Guru - Bersatu padu

Hanya manusia biasa yang diberikan kehendak oleh Tuhan untuk menggoreskan pena pada secarik kertas kusam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dendam Cinta

24 Juli 2021   07:37 Diperbarui: 24 Juli 2021   07:45 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap kali terjaga dari tidur, yang selalu kuingat hanyalah namamu, bukan orang lain. Saat kusandarkan tubuh pada sebuah tembok tebal, yang kuingat hanyalah wajahmu. Entah mengapa dirimu selalu muncul dalam angan-anganku. Kau telah bersatu dalam jiwaku.

            Sungguh sayang, kau yang selalu kuingat dalam setiap sunyi dan ramai, terlalu risih mengingatku dalam suka maupun duka. Justru, orang lainlah yang selalu kau ingat, bahkan saat-saat kau berada bersamaku. Kau ceritakan kebaikan tentangnya dan kau tak pernah memuji kebaikanku padamu.

            Inilah sebuah drama, dimana aku telah dimabuk api cinta olehmu yang jelas-jelas tak mencintaiku. Cemburuku adalah sampah bagimu, sedang cemburumu padanya adalah sebuah ekpresi cinta terbaikmu.

            Atas semua perlakuanmu, api cintaku telah padam, tegantikan oleh api kebencian. Perlahan aku menjauhimu dan saat itulah tampak benih-benih penyesalan telah tampak pada wajahmu. Kau tak secongkak dahulu ketika membiarkanku pergi dilahap badai-badai kesedihan.

            Kini wajahku telah tegak, menatap wanita lain yang jauh lebih baik dari dirimu. Yang bisa menerimaku tanpa harus mengemis cinta padanya. Untuk mendapatkan cinta, aku tak perlu membungkukkan badan seraya menciumi kaki-kakinya.

            Hati yang bersih telah membawanya padaku menuju jalan kehidupan baru. Kehidupan di bawah cinta yang sesungguhnya. Bagaimana dengan dirimu? Kini dirimu telah terbang di bawa angin malam. Hanya jasadmu yang utuh, namun jiwamu kering. Sehari-hari kau selalu dilanda murung, memikirkan masa lalu yang tak pernah lagi terulang.

            "Apa kau merasa, apa yang kurasakan di masa lalu? Betapa menyakitkan bukan?"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun