"Semuanya ready. Aku siap berangkat."
Ujarnya bahagia, sembari menampakkan senyum termanis ke istrinya. Melihat itu, Septi tersenyum sambil menggelengkan kepala. Ia tak menyangka suaminya akan selucu itu apabila tersenyum.
"Aku janji akan segera pulang jika semua urusan telah selesai."
Sembari mendekat, ia mencium perut sang istri karena di dalamnya mengandung seorang anak laki-laki yang kelak akan menjadi anak pertama. Septi kembali tersenyum, tangan kanan yang halus mengelus kepala suaminya, sebagai pertanda bahwa ia akan selalu menunggu kepulangan sang suami.
"Ayah besok pergi sebentar ya nak? Temani ibumu ya, jangan sampai ia merasa kesepian?"
Deva kembali menciumi perut istrinya, dengan gemas Septi mengacak-acak kepala suaminya itu.
"Iya ayah... Hati-hati di jalan, adek tunggu di rumah..."
Septi mencoba menjawab, seolah anak di dalam kandungannya yang berbicara.
*****
Deva berjalan ke luar rumah, menaiki sebuah taksi yang telah ia pesan. Lambaian tangannya menjadi tanda perpisahan terakhir sebelum ia berangkat menuju kota Medan. Septi terus menatap kepergian suaminya hingga benar-benar hilang dari pelupuk mata. Meski kepergian suaminya ke luar provinsi bukan yang pertama, namun entah mengapa dirinya merasa janggal untuk melepas suaminya, meski tak sampai seminggu.