Mohon tunggu...
Ade Lanuari Abdan Syakura
Ade Lanuari Abdan Syakura Mohon Tunggu... Guru - Bersatu padu

Hanya manusia biasa yang diberikan kehendak oleh Tuhan untuk menggoreskan pena pada secarik kertas kusam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tempat Terindah untuk Bertaubat

24 Maret 2019   20:54 Diperbarui: 24 Maret 2019   21:10 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sini, aku terdiam. Menangis, membisu, sekaligus menyesali dosa-dosaku di masa lalu. Lalu lalang orang tak kuhiraukan, aku benar-benar terlalu larut untuk bersimpuh kepada-Nya. Sapuan angin begitu lembut menyentuh kedua pipiku yang basah oleh linangan air mata dosa.

Bertahun-tahun jiwaku terpelosok dalam jurang kehinaan. Lebih dari separuh hidup, aku berada dalam kubangan setan. Berkumpul dengan para preman pasar untuk berpesta minuman keras sepanjang malam tanpa peduli dengan orang-oranng sekitar. Terkadang saking senangnya, kami juga membawa sabu-sabu hingga kami ditangkap polisi.

Puluhan kali aku mendekam di penjara, namun tak juga aku jera. Penjara bagaikan rumah kedua bagiku setelah pasar. Dalam jeruji besi, aku berusaha menyelundupkan narkoba tanpa ketahuan oleh petugas. Aku begitu lihai, hingga sipir begitu mudah untuk ditipu.

Jeruji besi menjadi saksi bisu bahwa aku pernah menghajar napi hingga nyaris mati. Entah apa sebabnya, dia berani menantangku. Bodohnya, aku begitu bernafsu untuk menghajarnya. Alhasil, dia langsung dilarikan ke IGD, sedangkan aku dihajar habis-habisan oleh sipir hingga babak belur.

Tak ada yang aku takuti di dunia ini. Aku begitu sombong dengan kenakalanku. Satu minggu keluar dari penjara, aku adu jotos dengan bos preman pasar, lagi-lagi seorang preman nyaris mati ditanganku. Beruntung ada seorang sahabat yang mencegahku untuk membunuhnya saat itu.

Di pasar ini, aku begitu ditakuti. Setiap hari pedagang pasar wajib setor uang kepadaku. Anggap saja itu uang keamanan padahal itu bentuk pemalakan. Sungguh, aku begitu hina... Aku begitu bejat...

Hingga suatu saat aku begitu bosan dengan segala rutinitasku. Hidupku hampa tak punya kawan, tak bermanfaat bagi orang lain. Aku begitu naif, saking hampanya hidupku, aku putuskan untuk membunuh diriku sendiri. Sebuah botol racun serangga telah tergenggam di tangan kananku, saat akan kuminum tiba-tiba terdengar suara...

Allahu Akbar, Allahu Akbar...

Suara azan maghrib begitu nyaring terdengar. Aku menangis sejadi-jadinya, menyesal telah menjalani hidup dengan penuh kesia-siaan. Sejak saat itu, aku berubah drastis. Aku tinggalkan dunia yang penuh dengan bongkahan maksiat dengan kehidupan baru. Aku tidak pernah lagi mangkal di pasar, sebaliknya aku lebih suka ke masjid untuk beribadah.

*****

Tangisan penyesalanku terus menjadi disini. Tak kusangka Makkah menjadi tempat terindah yang begitu dahsyat, hingga mengubur semua kesombongan masa laluku. Makkah juga menjadi tempat pertaubatanku kepada Sang Pencipta. Mudah-mudahan Dia menerima taubatku.

TAMAT  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun