Mohon tunggu...
MyDe VKBA
MyDe VKBA Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Parawisata

Saya Perempuan Humanis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ibu Membuatku Keluar dari "M Circle"

22 Desember 2018   16:01 Diperbarui: 22 Desember 2018   16:14 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi | Aku dan Ibuku

Villa Kota Bunga Ade, Puncak, Jawa Barat - Hari ini, Harinya Ibu, Hari Ibu, Selamat Hari Ibu ya Mama, itulah pesan pendek dari anak gadis, yang tidak  lama lagi harus menuju ke area yang jauh dariku, karena co ass, entah pada wilayah mana di Republik ini. Pesan yang cukup mengharukan dari Si Dokter Muda [Catatan: Co Ass dari Co Assisten, Inggris, Co Skaap, Belanda, atau Dokter Muda], putri milenialku, dari FK Universitas Pelita Harapan.

Juga membuat tersenyum, karena pada masa kini, masih ada di antara gernerasi Milenial Z yang mengingat sejarah; sejarah tentang perjuangan para ibu pada masa lalu. Perjuangan untuk memperjuangkan hak-perempuan (dan anak-anak), jauh sebelum merdeka. 

Pada waktu itu, 22 Desember 1928, di Pendopo Dalem Jayadipuran milik Raden Tumenggung Joyodipoero, Yogyakarta, ada perhelatan akhbar Kaum Perempuan Nusantara. Pertemuan Besar yang disebut Kongres Perempuan Indonesia.

Pada waktu itu, sekitar 600 perempuan dari berbagai latar etnis, suku, pendidikan, usia, dan srata sosial berkumpul, dengan semangat kebangsaan, Kebangkitan Nasional (ingat, pada Oktober 1928, para Pemuda berhasil deklarasikan Sumpah Pemuda di Jakarta) Kaum Perempuan Indonesia. 

Dan dengan itu, tak dapat disangkal bahwa Sumpah Pemuda pada Oktober 1928, juga mewarnai dan memotivasi Kaum Perempuan Idonesia untuk ikut memelibatkan diri dalam memerdekakan dan membangun bangsa sesuai sikon serta konteks masing-masing

Kini, puluhan tahun kemudian, umumnya sikon kaum perempuan di Indonesia, sudah banyak berubah; walaupun, di sana-sini tidak sedikit kaum perempuan yang masih terpaku dalam batasan mens, mengandung, melahirkan, menyusui, memasak, mencuci, dan lain hal-hal yang berhubungan dengan 'M' atau 'M Circle' tersebut; M Circle yang bukan tulip dari University of Maryland, College Park. Semuanya itu, adalah fakta yang tak terbantahkan.

Jadinya, saya termasuk perempuan dan ibu, yang beruntung, karena berani keluar dari lingkara M itu; lingkaran yang mem buat banyak perempuan Indonesia menjadi tak berdaya serta berbuat banyak, karena mereka hanya sekedar 'mendampingi suami.' Semuanya itu bisa terjadi, karena peluang dan kesempatan yang diberikan oleh Ayah, dan utamanya Ibu.

Jika ayah memberi sikap tegas, komitment, dan integritas; maka ibu mengajariku apa itu perhatian, cinta, dan kasih sayang, serta mudah melupakan hal-hal kemarin yang menyakitkan; ia ibu yang tangguh, kuat, sabar dan penyayang. Oleh sebab, hingga kini, ketika Ibu(ku) sudah menjadi sendiri, ditinggalkan ayah ke hadapan Sang Khalik pada 1990 yang lalu, ada semacam 'kewajiban' datang ke rumah ibu untuk sarapan bersama.

Di saat itulah, saya sempat melihat wajah kebagiaannya, karena setelah sendiri sejar 1990, di/dan dalam keterbatasannya, ibu membesarkan dan mendidik lima putra/putri hingga mandiri, serta masing-masing berkarya sesuai bidangnya.

Lebih dari itu, walau sudah mencapai usia yang yang tidak mudah, namun semangat serta perhatian kepada Bangsa dan Negara masih sangat antusias dan getar membahana. Ia masih memiliki semangat kebangsaan dan nasiolisme yang kuat, teguh, dan kokoh. Juga, dengan setia memperhatikan beberapa tokoh di Indonesia, yang menurutnya mampu merubah keadaan negeri ini menjadi lebih baik.

Semangat itulah, yang juga menglir pada diriku sehingga menjadi salah satu relawan Indonesia Hari ini Memilih Jokowi - IHI MJ (sebelumnya di Relawan Cinta Ahok, Ketua Umum Relawan Cinta Indonesia). 

Semangat dan perhatian ibu itu juga lah, yang membuat ibu menangis ketika Ahok kalah pada waktu Pilkda DKI Jakarta (walau Ibu tidak ikut memilih, karena domisili di Tangsel, Banten), dan dipenjarakan.

Setelah itu, kejadian Ahok, ternyata ibu tidak diam, walau hanya mendapat info dari Media TV, ia tetap memperhatikan semuanya, termasuk tentang Pilpres RI tahun 2019. Buat ibu, semua Capres/Cawapres adalah orang baik-baik dan hebat, namun yang Terbaik dan Terhebat dalah Joko Widodo. Oleh sebab itu, hampir setiap bertemu Ibu, ia tidak pernah lupa berkata, "Saya selalu berdoa agar Jokowi menjadi Presiden lagi."

Ibu semakin tua, diriku juga, walau kita tidak pernah bisa memaksa Tuhan untuk memperjang usia seseroang, namun ku bersyukur, karena memiliki Ibu yang sehat dan panjang umur; ia harus dijaga, hingga Tuhanlah yang menentukan akhir dari hidup dan kehidupannya. Dan, pada masanya nanti, semua yang pernah ia lakukan akan menjadi suatu kenangan manis tak terlupakan.

Tiba-tiba, jadi ingat! Suatu waktu, entah salahku apa, lupa. Aku dimarahi ibu, hingga ku tak bisa nangis, namun dalam hati, ku bekata, "Ibu sudah tidak sayang." Setelah aku berjalan tinggalkan ibu, yang masih ngomel. Aku tertidur dengan hati yang sesak.

Paginya, mau berangkat sekolah. Setelah mandi, di kamar pakaianku sudah rapi di tempat tidur, ku kenakan dengan tanpa reaksi. Ketika ke kamar makan, ibu masih diam, ia siapkan serapan, susu. Ketika ku makan, ku melirik ke wajah ibu, air mata kecil ada di matanya. Tanpa kata, ku berdiri, dan memeluknya, sambil berbisik ditelinganya, "Bu, Ade salah, maafin Ade ya."

Itulah ibu, yang bisa meluluhkan hati yang membatu, hanya dengan dua butir air mata. Sejenak kemudian, ku melangkah keluar menuju sekolah, dengan hati yang lapang, semangat, karena ada cinta.

Ya. Ibu adalah Ibu, mama adalah mama, mami adalah mami, mother just mother, hanya itu dan tak lebih. Namun, yang tak lebih itu lah, yang membuat anak-anak berkelebihan; bahkan ketika anak-anaknya, dalam kekurangan pun, mereka masih bisa berseru saring, "Ibu telah membuat dan memberiku lebih daripada dipikirkan serta dilihat orang lain."

Ya. Ibu telah melakukan silent and action operation yang tak terduga oleh anak-anaknya, dan itu ia awali dan akhiri dengan tanpa kata serta suara. Ia bangun sebelum fajar, menyediakan makanan ketika anak-anaknya masih pulas, menyiapkan seragam karena tak mau anak-anaknya terlambat tiba sekolah; menyediakan dan menyiapkan segalanya untuk semua dalam diam serta kesunyian.

Kini kuhanya bisa berkata, "Selamat Hari Ibu"

MyDe - VKBA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun