Mohon tunggu...
Adi Putra Manurung
Adi Putra Manurung Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Universitas Padjadjaran/ Ilmu Hubungan Internasional/ Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik / Jatinangor, Bandung

Selanjutnya

Tutup

Politik

Melihat “Kesiapan” negara ASEAN akan diterapkannya ASEAN Community 2015 Ditinjau dari Pandangan Research Method in Psychology

11 Oktober 2013   09:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:41 1764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu isu yang sedang hangat dalam hubungan kerjasama regional antar negara di Asia Tenggara saat ini adalah akan diberlakukannya ASEAN Community pada tahun 2015 yang akan datang. Sebagaimana kita ketahui bahwa Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (Perbara) atau lebih populer dengan sebutan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan sebuah organisasi geo-politik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok, 8 Agustus1967 berdasarkan Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, memajukan perdamaian dan stabilitas di tingkat regionalnya, serta meningkatkan kesempatan untuk membahas perbedaan di antara anggotanya dengan damai.

Seiring berjalannya waktu, banyak dampak positif yang dirasakan oleh negara-negara anggota di ASEAN bahkan sampai saat ini ada sebanyak  10 negara di Asia Tenggara, dan dalam waktu yang tidak akan lama, akan disusul oleh negara Timor Leste. Besarnya dampak yang dirasakan oleh semua anggota ASEAN, seperti kerjasama regional yang semakin kuat dan saling mendukung antar negara, bahkan terkat dengan tujuan ASEAN itu sendiri, maka muncullah sebuah gagasan tentanng dibentuknya suatu kerjasama regional yang lebih intim bernama ASEAN Community 2015.

Bentuk ASEAN Community yang dicita-citakan kali ini merupakan bentuk integrasi yang akan lebih kuat dari pada bentuk ASEAN sebelumnya. Dimana di dalamASEAN Community sendiri, ada 3 pilar yang menjadi fokus dan sasaran dari ASEAN Community tersebut diantaranya, ASEAN Political-Security Community (APSC), ASEAN Economic Community (AEC), dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC).Dengan kata lain, ke-10 negara anggota ASEAN akan semakin terintegrasi dengan sangat erat tanpa adanya tembok penghalang antar-negara lagi untuk kedepannya.

Maka dari itu saya akan melakukan analisis mengenai kesiapan anggota-anggota negara di ASEAN sendiri akan diterapkannya ASEAN Community 2015 ditinjau dari pandangan Research Method in Psychology.

1.Menggunakan Data Qualitative and Quantitative

Metode Kualitatif biasanya lebih besifat deskriftif dan sifatnya subjektif. Secara kualitatif, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa ASEAN Community memiliki dampak positif yang luar biasa. Jika kita perhatikan, satu-satunya organisasi regional yang menjadi panutan dari ASEAN adalah European Union (EU). Dimana dalam kerjasama regional EU setiap negara sudah melebur menjadi satu komunitas baru yang disebut Eropa. Ada satu identitas baru dalam diri setiap warga Eropa. Mereka tidak hanya sampai pada nasionalisme saja, tetapi sampai pada rasa regionalisme yang tinggi. Itulah yang menjadi salah satu impian dari ASEAN Community. Para petinggi negara memandang bahwa pengintegrasian ekonomi melalui AEC 2015 penting bagi pertumbuhan ekonomi Asia khususnya ASEAN. Dengan sistem free flow of goods, ASEAN, sebagai komunitas ekonomi terintegrasi, dapat menjadi pasar penyedia faktor produksi bagi Negara di seluruh dunia. Akan kita temukan adanya pasar bebas, tidak ada lagi batasan kemana saja, kerjasama keamanan, dan juga budaya yang menjadi miliki bersama antar negara ASEAN tersebut. Hal ini akan terasa sangat menarik dan menyatukan antar negara di ASEAN. Diharapkan nantinya setiap negara saling melengkapi kekurangan satu dengan yang lainnya karena memang sumber daya yang dimiliki antar negara berbeda-beda. Perdamaian dan ketenteraman niscaya akan tercipta jika integrasi tersebut nanti benar-benar terlaksana dengan baik.

Data kuantitatif bersifat numerik, seperti nilai pada tugas atau total yang dikumpulkan dari hasil eksperimen, korelasi, kuesioner atau pengamatan menggunakan kategori perilaku. Sifatnya biasanya lebih objektif karena sangat konkret dan jelas, bisa dipertanggung jawabkan. Berdasarkan data kuantitatif, semua negara anggota ASEAN memang mendukung terbentuknya ASEAN Community 2015 yang notabene berdampak besar bagi negara-negara anggota tersebut.

Namun coba kita bandingkan kekayaan sumber daya antar negara-negara ASEAN sendiri, sebagai berikut. Inilah perbandingan GDP negara ASEAN + Timor Leste menurut IMF
1. Indonesia 539,377 (millions of USD)

2. Thailand 263,979

3. Malaysia 192,955

4. Singapura 182,231

5. Filipina 161,196

6. Vietnam 93,164

7. Burma 34,262

8. Kamboja 10,871

9. Brunei 10,405

10. Laos 5,598

11. Timor Leste 556

Sedangkan ini adalah perbandingan pendapatan per kapitanya {GDP(PPP) per kapita}
1. Singapura 57,238 International.$

2. Brunei 47,200

3. Malaysia 14,603

4. Thailand 8,643

5. Indonesia 4,380

6. Filipina 3,725

7. Vietnam 3,123

8. Timor Leste 2,663

9. Laos 2,435

10. Kamboja 2,086

11. Burma 1,246

Apa yang dapat kita lihat dari besarnya kekayaan antar negara tersebut bisa bersifat positif dan negatif. Sekilas, bukankah sebagai negara terkaya seharusnya melakukan kerjasama dengan negara yang kaya pula, jika melihat contoh Inggris yang tidak bergabung dengan Uni-Eropa karena faktor kekayaan alam yang jauh lebih baik dari negara Eropa lainnya. Hanya saja disayangkan, dalam pendapatan perkapita, Indonesia masih jauh dibawah, sehingga membutuhkan negara-negara tersebut untuk berintegrasi dengan sangat dekat.

Sedangkan jika kita menghitung konflik yang terjadi antar negara ASEAN secara real sejak ASEAN terbentuk, sangatlah banyak. Misalnya Kasus perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia, Malaysia dengan Filiphina, Malaysia dengan Brunei Darusalam, Indonesia dengan Filiphina, Konflik Kebudayaan, Laut Cina Selatan, dan masih banyak lagi.

2.Metode Eksperimental dan Pengamatan

Dengan metode ini sebenarnya perlu dilakukan pengujian terhadap laboratorium dan pengamatan yang langsung ke lapangan untuk menganalisis dan mengambil kesimpulan akan layak atau tidaknya sesuatu objek dapat dikatakan baik atau tidak. Namun dalam hal ini, saya melakukan pengamatan dan eksperimen berdasarkan tinjauan kepustakaan yang dapat saya analisis berdasarkan fakta-fakta dan isu-isu kontemporer yang nyata di antara negara-negara ASEAN tersebut.

Ketika bertemu di kampus dengan teman-teman yang berasal dari negara Malaysia, Thailand, dan Vietnam, saya melihat bagaimana mereka bersosialisasi dan berbaur dengan teman-teman yang berkebangsaan Indonesia asli. Saya merasa bahwa diantara kami tidak memiliki perbedaan yang significant antara satu dengan yang lainnya. Dari segi fisik, pemikiran, cara berbicara, hampir semuaanya sama. Hanya bahasa dan gaya penampilannya saja yang memang berbeda. Hampir di setiap kampus ternama di Indonesia menerima mahasiswa-mahasiswa asing yang belajar di negara Indonesia. Selain itu, bidang kesehatan, militer, dan lain-lain, sampai pada dunia musik pun sudah sering terjadi kerjasama antar negara di ASEAN. Tak jarang penyanyi-penyanyi Indonesia mengadakan konser tunggal di Malaysia, Singapura, demikian sebaliknya. Dengan demikian, integrasi itu sebenarnya sudah terpupuk sejak lama dimana bentuk-bentuk kerjasama itu sudah terjadi dan semuanya terjalin dengan baik.

Namun sebaliknya jika dilihat bentuk-bentuk ketegangan yang pernah terjadi antar-negara, sangatlah menghawatirkan untuk bentuk Integrasi yang lebih serius. Tidak usah jauh-jauh, mari melihat ketegangan yang beberapa kali terjadi antara negara Indonesia dengan Malaysia yang terjadi belum jauh ini. Yang pertama,  klaim Malaysia atas budaya Indonesia seperti Reog, Tari Pendet, Batik, Rendang, Gong, Tari Serimpi, Tari Saman, Masakan Padang, bahasa Melayu, Candi Borobudur, Rasa Sayange, monyet, orangutan, telah menyebabkan ketidaksukaan warga Indonesia terhadap Malaysia. Kedua, penyerobotan ribuan kilometer wilayah Indonesia di sepadan Sarawak dan Sabah dengan Indonesia dengan praktek pembukaan perkebunan sawit dan perusahaan timber yang menggeser batas patok wilayah Indonesia-Sabah dan Indonesia-Sarawak yang dilakukan kerajaan Kuala Lumpur. Ketiga, direbutnya Sipadan dan Ligitan dari Indonesia yang menimbulkan luka paling dalam bangsa Indonesia.

Ketegangan-ketegangan yang terjadi antar Indonesia dengan Malaysia sering menjadi hal yang sensitif antar warga negara keduanya. Banyak lecehan-lecehan dan ledekan-ledekan antar warga negara terkait dengan apapun yang terjadi di negaranya. Tidak jarang juga kita temukan akun-akun jejaring sosial dibuat untuk saling menjatuhkan antar negara yang satu dengan yang lainnya. Jika dilihat dari sikap-sikap yang demikian maka sangat wajar jika kita khawatir akan tercapainya Integrasi secara khusus antar negara Indonesia dan Malaysia. Belum lagi, kasus Tenaga Kerja Indonesia yang memicu banyak konflik di Malaysia sendiri.

3.Menggunakan Metode Kolerasi dan Studi Kasus

Metode kolerasi sering di-ilustrasikan dengan seorang bayi yang sedang menyusui yang aman dengan ibunya sendiri, namun sebaliknya dia akan merasakan terusik ketika adanya pihak asing yang menganggu kenyamanannya. Studi kasus sendiri sifatnya langsung pada orangnya dan biasanya dianalisis dengan cara observasi yang mendalam terhadap kasus yang ditentukan.

Jika kita mengampil implikasi dari sedikit defenisi tersebut diatas, maka kolerasi yang dalam hal ini berupa kenyamanan, adalah bersifat internal dan eksternal. Bersifat internal, adalah dimana kenyamanan dan keamanan itu sendiri berasal dari komunitas ASEAN tersebut. Semua negara yang dilingkupi perdamaian dengan dasar kesatuan dan integrasi tadi memiliki satu visi dan tujuan kedepannya. Dimana konflik yang terkadang memang wajar untuk muncul, tidak lagi menjadi penghalang untuk terciptanya integrasi yang diharapkan. Apalagi kalau konflik tersbut berasal dari dalam komunitas ASEAN itu sendiri.

Kemudian bersifat eksternal yaitu ketika terdapat intervensi dari luar ASEAN itu sendiri. Hal ini yang sering terjadi dan tidak jarang memperpanjang konflik yang terjadi antar beberapa negara. Apalagi terkait dengan meluasnya demokrasi, isu global governance, Human Intervention, Responsibility to Protect (R2P), yang memudahkan setiap masyarakat Internasional bebas melakukan hubungan tanpa melaui pemerintahan untuk mencapai tujuannya masing-masing. Maka dalam hal ini, setiap negara di ASEAN tersebut harus diikat dengan prinsip dan pegangan yang kuat agar mampu berdiri kokoh ditengah-tengah banyaknya pengaruh dari negara / pihak asing nantinya.

4.Metode Wawancara

Seperti kuesioner, maka wawancara dapat menggunakan pertanyaan tertutup atau terbuka. Dimana kuisioner cenderung digunakan untuk mengumpulkan banyak data kuantitatif dengan menggunakan pertanyaan tertutup, yang relatif dapat diandalkan dan objektif, namun mungkin tidak sangat valid jika mereka tidak menawarkan peserta respon yang tepat mereka ingin memberikan. Wawancara dapat mengumpulkan lebih rinci, data kualitatif dengan pertanyaan terbuka dan metode terstruktur.

Dalam metode ini, saya melakukan wawancara terhadap dua orang mahasiwa dari 2 negara yang berbeda, Indonesia dan Vietnam. Frans Resca, mahasiswa Teknik Geologi Unpad. Ia mengatakan bahwa sebenarnya sudah saatnya terjadi pemerataan antar negara-negara di ASEAN, maka perlu adanya ASEAN Community agar masyarakat ASEAN lebih mandiri, status yang diakui, dan juga open minded tentang perkembangan yang sifatnya integrasi dan mulai terbuka pada negara-negara sekitar. Selain itu, dengan terjalinnya Integrasi maka akan memudahkan untuk melakukan aktivitas baik kesehatan, pendidikan, dan lain-lain ke negara-negara ASEAN. Ia memang mengkhawatirkan bahwa negara-negara ASEAN masih memiliki jiwa nasionalis yang tinggi dan akan sulit pada tahap regionalist, tapi itu mungkin karena negara-negara ASEAN tersebut dominan negara jajahan jadi sangat sensitif dengan hal-hal yang sifatnya mengambil bagian dari negaranya. Pernyataan yang hampir serupa juga dikatakan oleh Diana Mendoza, mahasiswa Politik Internasional, RMIT University, Vietnam. Dimana ia mengatakan akan sangat baik jika kerja sama ekonomi, keamanan dan sosial budaya dilakukan dengan lebih dekat nantinya diantara negara-negara ASEAN, untuk mampu berdiri kokoh menghadapi persaingan global.

Maka berdasarkan analisisis saya menggunakan beberapa metode diatas, saya dapat menarik kesimpulan bahwa sudah saatnya kerjasama regional berbentuk ASEAN Community tersebut diadakan di Asia Tenggara. Memang,  pada awalnya pasti akan banyak mengalami pro-kontra dan pastinya belum semua masyarakat negara siap untuk menjadi bagian dari komunitas tersebut. Akan tetapi, sadar atau tidak, cepat atau lambat itu harus segera dilakukan dan itu sudah menjadi kebutuhan kita untuk menghadapi persaingan global. Bukan berarti dengan terjadinya pasar bebas kita akan dimonopoli dan kita menjadi miskin, namun sebaliknya, hal itu akan membuat kita untuk memiliki jiwa kompetitif yang tinggi. Memiliki daya saing yang tinggi, berorientasi prestasi akan membuat kita menjadi negara dan komunitas ASEAN yang jaya dan mampu berdiri kokoh dalam menghadapi persaingan global. Tidak akan ada lagi klaim budaya, tetapi yang ada adalah kebudayaan yang semakin kaya karena kebuadayaan kita menjadi milik bersama yang bebas dipakai dimana pun.

Dan pada akhirnya, dengan adanya ASEAN Community, tidak akan ada lagi laut yang terlalu luas, hutan yang terlalu lebat, gunung yang terlalu tinggi, serta pulau yang terlalu jauh, karena “tali integrasi” ASEAN Community akan menjadi penyatu antar negara di ASEAN.

Aris Fourtofour. 2013. http://www.kumpulansejarah.com. Sejarah Berdiri Organisasi ASEAN. Diakses pada Sabtu, 28 September 2013. Pukul 21.09 WIB

Andreas Gerry Tuwo. 2013. http://international.okezone.com. Jadi Anggota ASEAN Timor Leste Tinggal Tunggu Waktu. Diakses pada Sabtu, 28 September 2013. Pukul 21:23 WIB

Ndherek Sayembara. 2013. http://www.sittirasuna.com. 'Headline' ASEAN Saat Ini: Tiga Pilar ASEAN Community 2015. Diakses pada Minggu, 29 September 2013. Pukul 20.03 WIB

Oxford University Press. 2010. Exploring Psychology Study and Revision Guide for AS Level AQA A. Proof Copy. P.8

Syaila Anya T. 2012. http://bem.feb.ugm.ac.id. Kesiapan Sumber Daya Manusia Indonesia Menghadapi ASEAN Economic Community 2015. Diakses pada Minggu, 29 September 2013. Pukul 08:21 WIB

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun