Mohon tunggu...
Michael Aditya
Michael Aditya Mohon Tunggu... Insinyur - Healer, Hypnotherapist, Neo NLP Practitioner, IT People

Start my career from motorcycle repair person, PPIC person in manufacturing, IT Practitioner, IT Enthusiast, Hypnotherapist and very interested in Self-Healing and Pure Consciousness.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jatuh

19 April 2022   10:53 Diperbarui: 19 April 2022   10:57 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangga Subconscious Mind (Dokpri)

10 Maret 2021

Semua orang pasti pernah "jatuh" apapun itu bentuknya, baik jatuh secara fisik maupun jatuh dalam bentuk lainnya yang mengarah kepada keterpurukan. Jatuh, kalau dilihat dari positioning nya itu adalah, dari kondisi kita berdiri kemudian terjatuh ke bawah, bisa juga duduk kemudian terjatuh ke bawah, semuanya mengarah ke "bawah", atau level paling dasar kalau kita bicara ruang dan waktu (dualitas).

Mengapa kok jatuh ke bawah kok nggak ada yang jatuh ke atas? Karena ada gaya gravitasi, karena kita terperangkap di dalam dimensi ruang-waktu 1, 2 dan 3. Kalau misalnya tidak gravitasi ya kita pasti tidak akan pernah jatuh bukan? Tapi tidak hanya itu karena kita terperangkap oleh analogi kasualitas yang mengatakan mengenai hukum sebab akibat yang linear.

Sama seperti hari ini, saya jatuh dari tangga, ketika akan menuruni anak tangga, tanpa berpikir saya melewatkan beberapa anak tangga tanpa melihat yang berakibat jatuhlah saya ke bawah, tangan kanan menahan tubuh yang jatuh tulang kering kaki kiri mengenai pinggiran anak tangga, yang berakibat "babras" kalau orang surabaya menyebutnya. Sakit? Ya iya lah, kan masih berada di dimensi ruang-waktu, kalau saya sih nggak, tapi badan saya iya. Begitu berdiri, kaki kiri masih tidak mau diajak jalan, jadinya terpincang-pincang. Duduk sebentar di kursi, kemudian saya usap dibagian yang sakit sambil saya niatkan untuk hilang dan sekalian saya minta maaf pada kaki saya yang sakit. Kemudian sudah bisa digunakan lagi dengan normal walaupun meninggalkan lecet dan memar, tapi tubuh sudah tidak merasakan sakit lagi dibandingkan dengan pertama kali jatuh. Sudah sesuai dengan kehendak-Nya.

Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti pernah jatuh juga. Pepatah ini abadi dan benar adanya. Artinya walaupun kita sudah beberapa kali berusaha untuk berhati-hati agar tidak jatuh, tapi kalau sudah sekehendak-Nya jatuh ya pasti jatuh juga. Tapi bukan berarti kita tidak berhati-hati pada setiap langkah kita. Kalau saya jatuh karena pikiran saya tidak sinkron dengan tubuh saya, jadi saya malas memberi kesadaran ketika saya melangkah, enak saja saya minta bawah sadar saya yang mengendalikan kaki saya, akhinya saya jatuh juga karena saya kurang menghargai kaki saya yang selama ini sudah menemani kemana saja saya melangkah... maafkan aku ya "Kik" panggilan saya untuk kaki saya. Kalau anda? Saya yakin anda selalu melakukan segala sesuatunya dengan kesadaran penuh bukan? Bahkan sambil membaca tulisan ini anda juga menyadari nafas anda bukan?

Yang berkekurangan akan ditambah, yang berlebih akan dikurangi (kalau bisa dikurangi sendiri kalau tidak mau dikurangkan dengan sedekah), yang tinggi akan direndahkan dan yang rendah akan ditinggikan... Terima kasih Tuhan saya sudah diingatkan kembali untuk sadar akan asal saya sebagai cipataan-Mu, mengapa saya masih saja merasa lebih tinggi dari ciptaan-Mu yang lainnya...

Jatuh sudah pasti sesuai dengan kehendak-Nya, tapi sembuh dari sakit karena "jatuh" itu adalah kehendak bebas dari kita manusia...

Boleh ya sembuh?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun