Mohon tunggu...
Achmed Sukendro
Achmed Sukendro Mohon Tunggu... TNI -

Membaca Menambah Wawasan, Menulis Berbagi Wawasan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kompas " Dijungkalkan" Kompasiana

17 Februari 2014   23:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:44 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Media massa adalah pilar ke empat dalam negara demokrasi. Media Massa atau Pers diyakini sebagai salah satu kekuatan yang mampu menopang tegaknya sistem demokrasi dalam suatu negara. Pers selain berfungsi sebagai kontrol sebuah kekuasaan, juga diyakini sebagai mewakili suara rakyat. Pers mampu mencegah abuse of power kekuasaan. Pers adalah juga merupakan agen perubahan. Bahkan pers diyakini mampu menjungkalkan kekuasaan suatu rezim tirani atau otoriter.

Perkembangan teknologi komunikasi sangat membantu bahkan memperkuat taring media massa atau pers sebagai pilar demokrasi. Dahulu media massa hanya terbatas media cetak, elektronik sekarang ditambah dengan media sosial. Dahulu hanya kalangan tertentu yang mengkonsumsi media massa, kini hampir seluruh masyarakat baik dari segi umur, tingkat ekonomi, dan juga tingkat pendidikan mengkonsumsi media massa. Media sosial yang mampu diakses dalam genggaman setiap waktu terupdate dan harga yang terjangkau sejak maraknya produk China masuk Indonesia termasuk produk Handphone maupun Gadget. Berbagai pilihan media massapun juga semakin banyak dan bervariasi. Termasuk isi dari media massa sangat banyak dan variatif mulai dari pengetahuan tentang makanan, hobi, pakaian, politik bahkan gosip.

Perusahaan pers pun juga berlomba-lomba untuk memenuhi keinginan konsumen dengan banyak dan variasinya pilihan. Media sosial pada dekade belakangan ini justru menjadi sumber utama media massa yang diakses masyarakat dari pada media tradisonal seperti media cetak dan elektonika. Tidak heran perusahan media massa cetak dan elektronikapun ikut masuk dalam segmen media sosial.

Kekuatan media sosial baru saja ditunjukkan dengan kasus sangkaan plagiat terhadap Anggito Abimanyu Dirjen Haji dan Umroh yang nota bene adalah dosen fakultas ekonomika dan bisnis Universitas Gadjah Mada. Bermula dari tulisan "Penulis UGM" yang ditayangkan dalam media sosdial www.kompasiana.com pada 15 Februari 2014 dengan judul " Anggito Abimanyu Menjiplak Artikel Orang ? (Opininya di Kompas 10 Feb 2014) . Sang penulis mengupas dugaan plagiat anggito dengan memaparkan bukti-bukti perbandingan tulisan yang dijiplak. Seperti biasa sifat berita di media sosial bagai letusan gunung kelud yang secara cepat menyebar ke seluruh jagad maya dengan cepat dan menimbulkan efek yang luar biasa .

Hanya jeda 2(dua) hari dari penanyangan kompasiana tentang dugaan jiplak anggito, maka hari ini tanggal 17 februari 2014, anggito"terjungkal"  dari tempatnya mengajar Universitas Gadjah Mada. Pengunduran diri Anggito ini jelas juga menohok Kompas, yang dalam geger media sosial dianggap gegabah, sembrono. Dua hari pula dalam media sosial redaksi kompas di"bully" habis habisan. Permintaan maaf Anggito selain kepada civitas akademi UGM yakni ke Kompas, bisa kita baca apa makna dibalik pernyataannya.

Rubrik Opini Kompas jelas terpukul dengan mundurnya anggito setelah dua hari juga ikut "dibully" di media sosial. Anggito "terjungkal" dari UGM karena tulisan di kompasiana, dan Kompas juga ikut menanggung akibatnya. Kompas "dijungkalka" oleh Kompasiana yang nota bene adalah anak kandungnya dalam dunia media massa

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun