Mohon tunggu...
Achmad Syeh Hasimy Md 27RPL
Achmad Syeh Hasimy Md 27RPL Mohon Tunggu... Freelancer - Siswa, programmer

Saya seorang siswa, yang ingin menggapai cita-cita.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Konflik Indonesia-Tiongkok di Laut Natuna Utara

23 Februari 2020   21:35 Diperbarui: 23 Februari 2020   21:37 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa waktu lalu, tindakan Tiongkok yang mengklaim perairan Natuna sebagai bagian dari Laut Cina Selatan membuat pihak negara Indonesia bereaksi. Dasar dari klaim ini yaitu dari peta yang dibuat sendiri oleh pihak Tiongkok. Peta itu adalah "Nine Dash Line", atau 9 Garis Putus. Tiongkok berpendapat bahwa perairan itu adalah wilayah penangkapan ikan Tiongkok, yang sudah menjadi tradisi turun-temurun untuk menangkap ikan disitu selama ribuan tahun. 

Menurut pihak Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, wilayah ZEE Indonesia ini telah dibuat dan disepakati berdasarkan hukum internasional Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) tahun 1982. Pula, pihak Kemlu sempat protes tindakan Tiongkok itu dengan memanggil Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia, akan tetapi langkah ini tampak tak tertoleh sama sekali.

Berikut ini rincian dari 2 faktor yang menurut kami melatarbelakangi konflik Laut Natuna Utara ini.

1.  Perubahan nama Laut Cina Selatan ke Laut Natuna Utara.

Juli 2017, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia merilis peta NKRI yang baru. Peta baru ini menitikberatkan pada perbatasan laut Indonesia dengan negara lainnya. Disini pula nama Laut Cina Selatan diubah menjadi Laut Natuna Utara. Langkah ini diambil untuk menciptakan kejelasan hukum laut Indonesia, serta mengamankan ZEE Indonesia.

2. Intervensi Kapal Tiongkok yang Masuk ke Perairan Natuna

Baru-baru ini kapal Tiongkok memasuki perairan Natuna Utara, yang telah melanggar kedaulatan ZEE Indonesia dengan melakukan kegiatan IUUF (Illegal, Unreported and Unregulated Fishing). Selain itu pihak Coast Guard Tiongkok juga telah melanggar kedaulatan perairan Natuna dengan mengawal kapal-kapal nelayan Tiongkok melakukan IUUF.

Selanjutnya kita akan bahas pola pengawasan perairan Natuna.

Menurut Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Republik Indonesia, Achmad Taufiqoerrochman, munculnya kembali KIA yang melanggar kedaulatan perairan Natuna, menegaskan bahwa ada yang tidak beres pada perjanjian laut. Taufiq pun menyebut kalau Pemerintah ingin terus berupaya untuk melakukan diplomasi agar perjanjian laut di kawasan ZEE dengan negara tetangga bisa lebih jelas itu tidaklah mudah, dan itu pun bukan wewenang dari Bakamla Republik Indonesia.

Sedangkan menurut Sekretaris Jenderal KKP, Nilanto Perbowo, menjelaskan bahwa pengawasan di laut akan terus didorong dengan memanfaatkan persediaan teknologi yang ada. Serta KKP akan mendorong partisipasi dari masyarakat untuk memberikan laporan yang cepat dan lengkap bila ditemukan ada kegiatan IUUF dari negara lainnya.

Untuk protes keras dari Pemerintah Indonesia, secara resmi Menteri Luar Negeri Tiongkok, Geng Shuang, menyebut bahwa Laut Natuna Utara sebagai bagian dari Nine Dash Line, meluas hingga 2 juta km-persegi ke daerah perairan Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun