Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menelusuri Kabut Asap di Indonesia

1 September 2015   11:09 Diperbarui: 1 September 2015   11:09 19030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kembali kabut asap membekap beberapa wilayah Indonesia. Setelah meluasnya wilayah kekeringan yang melanda bumi Khatulistiwa, kini giliran kabut asap menyelimuti berbagai wilayah yang menjadi langganan setiap tahunnya. Berbagai media kembali menayangkan serbuan kabut asap yang mengganggu aktivitas ekonomi dan sosial mayarakat.

Harian Kompas (30/8/2015) menempatkan peristiwa kabut asap sebagai Headline di halaman pertama dengan Judul “Siswa SD-SLTA Diliburkan: Kabut Asap Semakin Pekat dan Meluas hingga Aceh”. Di Media lokal Provinsi Jambi, jambisatu.com (31/08/2015) menurunkan berita terbaru tentang kabut asap berjudul “ Selamatkan Anak dari Kabut Asap , Pemkot Liburkan Sekolah"

Kompas.com menuliskan bahwa udara di Kota Jambi, Jambi, dan Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, tidak sehat lagi seiring makin pekatnya kabut asap akibat kebakaran lahan. Untuk mengantisipasi meluasnya dampak asap, kegiatan belajar-mengajar di sekolah di daerah itu diliburkan, Sabtu (29/8). Berdasarkan pengukuran kualitas udara, Badan Lingkungan Hidup Daerah Jambi mendeteksi indeks standar pencemar udara (ISPU) telah mencapai angka 126, alias berstatus tidak sehat. Sesuai pedoman teknis dan pelaporan serta informasi ISPU, dalam status di atas 101, kandungan particulate matter (PM) 10 yang tinggi telah dianggap sangat mengganggu jarak pandang dan mengakibatkan pengotoran debu di mana-mana. Kandungan nitrogennya dapat berdampak pada peningkatan reaktivitas pembuluh tenggorokan. Demikian pula di Kalbar, Riau dan Palembang, keluhan warga akibat kualitas udara yang buruk dari kabut asap juga dilaporkan. Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumsel, Riau dan Jambi meluas hingga ke Sumut dan Aceh sampai mengganggu jadwal penerbangan akibat minimnya jarak pandang.

Menganalisis Kebakaran Hutan dan Lahan

Data tentang kejadian kebakaran hutan dan lahan sebenarnya sangat mudah diperoleh khususnya data hotspot yang diartikan sebagai titik panas, bukan titik api. Media mainstream seringkali masih menafsirkan data hotspot sebagai jumlah titik kebakaran. Padahal berbagai pengertian dari sumber data dan hasil penelitian, hotspot bukanlah titik api melainkan indikasi lokasi kebakaran dari citra satelit yang menggambarkan areal yang memiiki suhu permukaan bumi yang lebih tinggi dari ambang batas yang ditetapkan. Satu titik panas mewakili luasan 1.1 km x 1.1 km atau sekitar 100 ha dengan nilai ambang suhu permukaan antara 45 – 47 oC, tergantung sumber penyedia data yang merilis data tersebut. Atap rumah yang memancarkan suhu yang lebih tinggi dari ambang batas minimal suhu bisa dikategorikan sebagai hotspot.  Satelit pemantau hotspot ini beredar setiap hari melintasi wilayah Indonesia, sehingga data harian bisa diperoleh dan membantu pihak yang berkepentingan menetapkan berbagai tindakan dalam rangka pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Satelit yang dipakai untuk pemantauan hotspot yang saat ini adalah NOAA-AVHRR serta Terra dan Aqua.  Satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration – Advanced Very High Resolution radiometer) yang dikembangkan oleh lembaga antariksa Amerika (NASA) sejak tahun 1978 digunakan  untuk pemantauan iklim dan kelautan global. Namun seiring dengan pengembangan teknologi, citra satelit NOAA, mulai diolah untuk mendeteksi adanya anomali panas permukaan bumi untuk mendapatkan titik panas atau hotspot. Lalu pada tahun 1999, NASA kembali memperbaiki teknologinya dan meluncurkan satelit Terra dan Aqua yang membawa sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectro-radiometer).  Kedua satelit tersebut melengkapi sistem pemantauan hotspot menggunakan satelit, sehingga dapat diperoleh informasi pada jam-jam yang berbeda.

Data titik panas bisa diakses secara gratis dan mudah di situs http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/main .Situs ini dibangun dan dikembangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerjasama dengan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dan Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) memuat informasi lengkap tentang kondisi hotspot dari seluruh wilayah di Indonesia. Pada medu KMS (Karhutla Monitoring Sistem), disediakan data arsip mulai harian, mingguan, hingga tahunan. Data hotspot harian memuat informasi koordinat, nama desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi. Pengguna dapat menganalisis lebih lanjut data-data yang disediakan oleh situs ini untuk keperluan praktis maupun kajian lanjut.

 Sekilas Kondisi Hotspot di Indonesia         

Dari hasil olah data hotspot dapat digambarkan kondisi hotspot dari berbagai wilayah Indonesia. Pada skala harian, kejadian kabut asap kemarin (31 Agustus 2015) tidak lepas dai kejadian kebakaran hutan dan lahan pada hari sebelumnya. Bila ditelusuri jumlah dan sebabaran hotspot tanggal 30 Agustus 2015 diperoleh gambaran yang dapat dilihat pada Gambar 1, Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 1. Kondisi titik panas pada tanggal 30 Agustus 2015 (sumber hasil pengolahan hotspot MODIS dengan confidence level > 80)

Gambar 2. Screenshot sebaran titik panas dari Satelit Terra dan Aqua 30 Agustus 2015 dari situs SiPongi (sumber http://sipongi.menlhk.go.id/home/main)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun