Hati-hati berfirasat. Demikian salah satu nasehat dari teman-teman yang sudah pernah berangkat umrah atau haji ke tanah suci. Pengalaman ini saya rasakan selama berada di dua tanah suci, Madinah dan Makkah.
Seperti kebiasaan saya di Indonesia, setiap hari saya mengkonsumsi kopi dua cangkir sehari. Sejak menginjakkan kaki di tanah suci pertama, Madinah, saya selalu ingin mencicipi kopi khas Arab. Saya mencarinya di restoran hotel tempat menginap, Hotel Shaza Madinah, ternyata kopi biasa, bermerk Nescafe. Saya belum menemukan apa yang saya cari.
Firasat saya ingin minum Kopi khas Arab justru menjadi kenyataan di Masjid Nabawi. Saat itu hari Senin, 29 Januari 2018, biasanya banyak kaum muslimin menunaikan puasa Sunnah Senin. Usai shalat Maghrib, banyak kelompok-kelompok kecil jamaah shalat di Masjid Nabawi yang menawarkan minuman dan makanan gratis buat para jamaah, baik yang puasa maupun tidak.Â
Makanan dan minuman ini diantar ke tempat jamaah yang duduk atau dibagikan ke jamaah yang lewat di depan kelompok yang sedang membagi makanan. Tak ada keributan karena kami tidak berebutan mengambil makanan, justru sebaliknya pembagi makanan yang antusias membagi makanannya.
Saya benar-benar merasakan ruh ajaran berbagi ini di tempat asal Islam berkembang, di Madinah, Kota Nabi. Orang Arab itu gemar berbagi bukan isapan jempol belaka. Itu fakta, bukan karena budaya, tapi internalisaisi ajaran Islam itu sendiri.
Lalu bagaimana dengan firasat saya ingin bisa minum kopi dari warga tanah suci? Firasat ini benar-benar menjadi kenyataan. Minuman yang dibagi usai shalat Maghrib di Masjid Madinah salah satunya adalah Kopi khas Arab.Â
Rasanya tak asing di lidah saya, karena waktu kecil saya sering dihidangkan oleh tetangga kopi dengan aroma berbagai bumbu seperti jahe, kayu manis, dll. Kopi mirip rasa jamu, tapi sangat menyegarkan.
Saat itu saya baru turun bus, tiba-tiba seorang wanita bercadar membuka kaca jendela mobil bermerk Ford. Wamita bercadar itu melambaikan tangan yang memegang sepotong roti sebesar lengan atas saya dan sebotol air minum dalam kemasan sambil berteriak,
"Halal...halal....!
Saya terima pemberian warga Makkah ini dengan sukacita. Lagi-lagi firasat saya terwujud.
Jelang pukul 11.00 saya merasa haus. Saya ingin minum tapi saya juga tidak ingin pindah tempat, karena khawatir tempat yang saya tinggal akan digantikan jamaah lain yang juga mengincar tempat yang nyaman untuk itikaf jelang shalat jumat. Ada kontainer Air Zamzam yang berjarak 30 meter dari tempat duduk saya. Saya ingin sekali minum, tapi tetap ingin duduk di posisi strategis saya.
Masya Allah, keinginan saya terkabul. Tak disangka ada seorang pria tua berwajah Arab berkeliling membawa jirigen berisi Air Zamzam dan tumpukan gelas plastik. Beliau membagi-bagi Air Zamzam kepada jamaah yang membutuhkan. Saya mengacungkan tangan. Beliau mendekat dengan segelas Air Zamzam seolah sangat paham kebutuhan saya.Â
Saya mengucapkan terima kasih pada beliau. Saya kemudian menikmati hidangan Allah berupa Air Zamzam yang didatangkan oleh orang yang saya tak mengenalnya, tak menyuruhnya dan tak memintanya.
Seperti yang dijelaskan dalam surat Al Baqarah Ayat 197 "(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji".
Firasat baik akan dibalas baik. Bagaimana dengan firasat buruk? Saya tidak mengalaminya sendiri. Dari cerita teman-teman yang sudah umrah, firasat buruk akan mendapat hal yang tidak menyenangkan selama perjalanan umrah. Misalnya jika seseorang mencela makanan, maka ia mengalami masalah dengan tidak nafsu makan atau bila makan sering mual dan muntah.
Ada teman yang berfirasat tidak baik dengan menganggap sepele perjalanan thawaf dan Sai karena masih lebih jauh dari latihan olahraga yang dia lakukan di Indonesia.Â
Apa yang terjadi? Teman ini mengalami masalah dengan kakinya selama prosesi Sai, sampai menyeret-nyeret kakinya selama berjalan dari Safa dan Marwa atau sebaliknya.
Subhanallah, ini semua atas kekuasaan Allah. Semua ada hikmahnya. Bagi yang dikabulkan firasat baiknya, ini jalan agar kita banyak-banyak bersyukur dan memotivasi menjadi lebih baik lagi usai umrah.
 Bagi yang firasat buruknya dibalas di tanah suci hikmahnya adalah kita berharap itu menjadi kifarat dosa dan bisa memperbaiki diri menjadi pribadi lebih baik sepualngnya umrah.
Salam hangat dari Medan
Achmad Siddik Thoha