Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Calon Profesor Tertipu Jurnal ‘Alamat Palsu’

18 Maret 2012   15:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:51 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bila kita mengenal istilah alamat palsu tentu ingat dengan sebuah lagu dangdut yang dilantunkan oleh Ayu Ting Ting yang bersauara lembut dan berparas cantik. Tapi ternyata alamat palsu tak hanya ada dalam lagu dangdut. Bila Ayu Ting Ting dalam lirik lagunya merasa ditipu oleh kekasihnya dengan alamat palsu, maka kali ini lima Doktor Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar tertipu oleh Jurnal beralamat palsu. Akibat jurnal alamat palsu tersebut proses kenaikan jabatan Guru Besar atau Professor mereka tertunda dan bahkan mereka dituduh melakukan tindakan plagiat.

Obsesi menjadi guru besar tentu mendorong para akademisi untuk berlomba-lomba mencapai gelar tersebut. Profesor tak hanya gelar terhormat tapi juga berhubungan dengan tambahan gaji dari tunjangan kehormatan sebesar dua kali gaji pokok sesuai UU dengan Pasal 56 Undang-undang Guru dan Dosen. Salah satu syarat kenaikan syarat mengajukan kenaikan jabatan fungsional Guru Besar atau Profesor yaitu mempublikasikan karya ilmiahnya di Jurnal Internasional.

Karya ilmiah yang terbit di Jurnal Internasional memang sangat prestisius dan memiliki angka kredit yang sangat besar nilainya. Menurut "Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit Kenaikan Jabatan Fungsional Dosen ke Lektor Kepala dan Guru Besar, " yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemetrerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dikti) tahun 2009, angka kredit maksimum untuk Jurnal Internisional adalah 40, sedangkan jurnal Nasional Terakreditasi hanya 25. Namun obsesi besar bisa membawa pada kekuranghati-hatian dalam mempublikasikan karya llmiah hingga akhirnya jurnal terbit di sebuah jurnal beralamat palsu.

Diberitakan oleh Fajar online (17/0/2012) bahwa lima doktor sekaligus calon profesor tersebut dianggap menggunakan jurnal tidak beres sebagai referensi. Mereka bahkan dianggap plagiat. Selain Unhas, ada 21 perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia lainnya yang juga diduga melakukan pelanggaran akademik tersebut. Imbas dari kasus ini, untuk sementara waktu Dikti tidak melayani usulan kenaikan jabatan fungsional kelima dosen tersebut.

Menurut Dekan Fakultas Hukum Unhas, Prof Dr Aswanto SH MH , jurnal tempat kelima dosen itu tidak terakreditasi. Jurnal tersebut bernama Journal of Civilization yang diterbitkan Institute Civilization and Cultural Studies. Setelah dilakukan cross check oleh Dikti, ternyata jurnal tersebut alamatnya tidak ditemukan di Malaysia. (Baca : Lima Doktor Korban Jurnal Tanpa Alamat )

Menurut berita yang dirilis Fajar online, lima dosen korban jurnal ‘alamat palsu’ tersebut yaitu Dr. Yuda Riksawan, Dr. Hamsa Halim, Dr. Oky Deviani Burhamka, Dr. Nurfaidah Said dan Dr Hasbir. Kelimanya merupakan calon Guru Besar yang mengajukan kenaikan pangkat ke Dirjen Dikti. Terkait jurnal yang dipermasalahkan Dirjen Dikti, Oky mengaku kecewa karena jurnal itu pula pernah digunakan beberapa profesor dan salah satunya mantan ketua Mahkamah Konstitusi. Menanggapi tuduhan bahwa kelima dosen melakukan tindakan plagiat, Dr. Hamsa Halim, menepis tuduhan itu. Hamsa mengungkapkan bahwa beliau bersama rekan-rekannya telah membuat surat pernyataan bahwa karya yang mereka terbitkan dalam jurnal itu benar-benar asli dan bukan hasil plagiat.

“Kalau persoalan jurnal, orang yang mengusulkan kenaikan pangkat satu bulan setelah saya mengusulkan kok lolos. Ada apa ini,” kata Hamsa balik bertanya.

Apa sikap Dikti sebagai otoritas yang menilai kelayakan pengajuan Guru Besar? Dikti menyerahkan kasus dosen tersandung jurnal tidak beres ke Rektor Unhas. Direktur Jenderal Dikti Kemdikbud, Djoko Santoso, seperti yang dirilis oleh Fajar online¸di Jakarta, menegaskan, “Kami serahkan sepenuhnya ke Rektor.” (Baca : Dikti Serahkan ke Rektor Unhas)

Lah, kalau jurnalnya alamat palsu sama saja dengan jurnal abal-abal. Kalau calon professor mengirim karya ilmiahnya ke jurnal abal-abal, bisa-bisa gelar profesornya pun nanti ….

Inilah salah satu fenomena Guru Besar di Indonesia.

Salam anti plagiat dan jangan tertipu alamat palsu!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun