Mohon tunggu...
Achmad Rafsanjani
Achmad Rafsanjani Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi People Development. Belajar Menulis, Psikologi Sosial Politik. Penikmat Buku, Film dan Sepakbola.

Consume Less. Share More. Live Simply. What we do in life. Echoes in eternity. #Seperti yang dikatakan oleh Peter Ustinov dalam Aftertaste (1958), sedikit orang berhenti menjadi manusia, dan mulai menjadi gagasan, kemudian menjadi monumen, sampai akhirnya menjadi aftertaste: bukti kejayaan masa lalu yang menyisakan rasa tertentu di kepala-kepala generasi saat ini#

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Perempuan dalam Loteng

25 Oktober 2019   18:44 Diperbarui: 29 Oktober 2019   18:56 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Proyek besar feminisme selain kesamaan hak dan kesetaraan gender, adalah program pemberdayaan perempuan sebagai anti-tesis dari feminisasi kemiskinan. Termasuk didalamnya peningkatan partisipasi perempuan dalam pelbagai hal: pendidikan, kesehatan, politik hingga pengambilan keputusan publik.

Untuk beberapa hal, semisal partisipasi politik perempuan, ide-ide feminisme merupakan diskursus klasik. Plato, dalam The Republic, menyebut partisipasi politik perempuan sebagai 'bagian dari hubungan alami antar kedua jenis kelamin'. Saat itu, melihat beberapa perempuan yang sudah aktif dalam sistem politik bukanlah sesuatu yang radikal. Plato meyakini bahwa kecerdasan dan etika tidak dibatasi oleh kelas, etnis ataupun gender tertentu.

Namun demikian, keyakinan Plato tersebut sekedar meta-narasi klasik dalam dunia ide. Selama-berabad-abad, seperti keyakinan para feminis, mayoritas masyarakat kita bersifat 'patriakal'. Masyarakat kita didominasi dan dibentuk oleh laki-laki. Perempuan dikungkung oleh struktur dan harapan laki-laki, yang dikenal dengan penindasan patriakal.

Dalam zaman modern, kampanye untuk hak-hak perempuan dimulai pada abad 18 selama masa Pencerahan. 

Pencerahan, aukflarung, atau abad akal budi, adalah masa dimana para pemikir percaya bahwa 'manusia adalah ukuran bagi segalanya'.

Melalui Pencerahan, dalam Critique of Pure Reason (1781), Immanuel Kant menegaskan bahwa kodrat manusia berada dalam kemajuan, bukan pada kepercayaan masa lampau. Dunia telah semakin dewasa.

Filsafat Pencerahan yang menekankan lingkungan dan pendidikan, membantu mengatasi perbedaan-perbedaan antar gender yang pernah diketahui. Dengan ini, kualitas-kualitas bawaan dalam manusia, yang menjadi nilai stereotype laki-laki dan perempuan, disangkal.

Stereotype maskulinitas dan feminitas disangkal. Bahwa laki-laki harus aktif dan agresif, dan perempuan pasif; bahwa anak laki-laki 'secara kodrati' nakal, dan dizinkan untuk berpetualang, sedangkan anak perempuan 'secara kodrati' baik sehingga perlu 'dipenjara' untuk menjadi manis di rumah; adalah ide-ide yang disangkal oleh filsafat Pencerahan.

Perdebatan filsafat Pencerahan adalah derivasi yang memicu filsafat feminisme. Filsafat yang diyakini akan merubah secara radikal mengenai cara kita berpikir mengenai dunia laki-laki dan perempuan.

Literasi Feminisme

Literatur bercorak feminis masa itu yang menjadi bagian dari agenda reformasi perempuan diantaranya adalah Progress of Human Mind (1789), karya penulis Prancis Condorcet, dan buku Olympe de Gouges, Declaration of the Rights of Women (1789). De Gouges sendiri adalah seorang anak tukang daging yang dididik secara otodidak, yang memimpin perempuan dari berbagai kelas untuk menentang bias gender dalam Deklarasi Prancis atas Hak Manusia saat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun