Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Omong Kosong, Pendidikan Karakter Tanpa Soft Skills Guru

19 Maret 2013   11:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:31 1417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tertulisnya kata-kata berakhlak mulia dalam tujuan pendidikan nasional mengisyaratkan bangsa Indonesia mencita-citakan akhlak mulia sebagai karakter dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Faktanya ada distorsi antara yang dicita-citakan dengan realitas praktek pendidikan. Pendidikan di Indonesia cenderung berorientasi pada pendidikan berbasis hard skill (keterampilan teknis) yang lebih banyak bertumpu pada intelligence quotient (IQ), namun kurang mengembangkan kemampuan soft skill yang mengembangkan kemampuan emotional intelligence (EQ) dan spiritual intelligence (SQ).

Sebagai bagian penting dari komponen pelaksanaan pembelajaran, guru memiliki andil yang cukup signifikan dalam menentukan gagal atau suksesnya penanaman karakter siswa. Disamping upaya mengoptimalkan kecerdasan intelektual siswa, guru juga dituntut untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti, moral, dan akhlak karimah. Peranan guru dalam membantu proses internalisasi nilai-nilai positif ke dan di dalam diri siswa tidak bisa digantikan oleh media pendidikan secanggih apapun. Hal ini karena pendidikan karakter membutuhkan teladan hidup (living model) yang hanya bisa ditemukan dalam pribadi para guru. Tanpa peranan guru, pendidikan karakter tidak akan pernah berhasil dengan baik.[1]

Demi tercapainya internalisasi karakter ke dalam diri siswa, kesadaran bahwa guru sebagai pribadi yang menjadi teladan hidup tidak bisa diabaikan. Inilah kompetensi kepribadian yang harus dimiliki guru, selain tiga kompetensi lainnya, yakni kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, dan kompetensi sosial. Keempat kompetensi tersebut saling terkait dan harus dimiliki guru.

Dalam modul Materi Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam dijelaskan bahwa keempat kompetensi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu hard competence dan soft competence. Yang termasuk hard competence adalah kompetensi profesional dan kompetensi pedagogik. Sementara yang termasuk soft competence adalah kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial.[2]

Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial seorang guru sebagai soft competence akan sangat berpengaruh pada soft competence siswa yang dalam hal ini salah satunya akan ditunjukkan oleh bagaimana siswa bersikap dan berbudi pekerti. Guru bukan hanya harus terampil mengajar (hard competence), tetapi juga musti piawai mendidik (soft competence). Dalam mengajar guru bertugas mentransfer pengetahuan (transfer of knowledge), sedangkan dalam mendidik guru bertanggung jawab mentransfer nilai (transfer of value).

Oleh karena itu, soft skills guru memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam membentuk kepribadian siswa yang menjadikan karakter dan budi pekerti sebagai rujukan nilai dalam berperilaku. Degradasi moral siswa dapat diatasi salah satunya dengan meningkatkan kualitas soft skill guru.

Sebagai profesi yang diakui guru juga dituntut memiliki keterampilan hard skill dan soft skill. Dua keterampilan ini harus dikembangkan secara seimbang. Guru dituntut bukan hanya terampil membuat lesson plan, menyusun materi ajar, memilih media pembelajaran, mengevaluasi hasil kerja siswa, yang semua itu termasuk kategori keterampilan teknis (hard skills), tetapi lebih dari itu: guru juga harus memiliki keunggulan kualitas diri yang bersifat ke dalam dan keluar.

Kesuksesan seorang guru yang ditopang oleh keterampilan soft skills yang tinggi bukan hanya berpengaruh pada karir pribadi semata, bahkan akan sangat berpengaruh pada kesuksesan siswanya. Kejujuran, tanggung jawab, adil, empati, dan beberapa sifat positif lainnya yang dimiliki oleh seorang guru diharapkan akan berpengaruh dan menjadi tauladan yang baik bagi siswa.

Apabila menghendaki siswa memiliki karakter positif harus dimulai dari guru yang juga memiliki karakter positif. Soft skills guru bukan mitos.[]

[1] Dr. Abdul Abdul Munip, M.Ag, Reinveting Nilai-Nilai Islam Mengenai Peranan Guru Dalam Pendidikan Karakter, Available at: http://www.scribd.com/doc/12991475/Guru-Dalam-Pendidikan-Karakter. Diakses 4 November 2011.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun