Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bangunlah Pondasi Bacaan Sebelum Anak Menghafal Al-Quran!

21 Juni 2016   23:37 Diperbarui: 22 Juni 2016   18:43 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar Mengaji | Sumber: http://kampungsarjana.com/

Orang tua mana tidak bangga memiliki anak di usia yang masih sangat belia sudah hafal Al-Quran? Bukan hafal juz 30 saja, bahkan hafal 30 juz Al-Quran adalah mimpi, idaman, harapan hampir setiap orang tua muslim.

Tentu saja harapan itu didorong oleh keutamaan yang dijanjikan Allah kepada mereka yang mempelajari dan menghafal Al-Quran. Dari Aisyah r.h.a berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang ahli dalam Al-Qur’an akan berada bersama malaikat pencatat yang mulia lagi benar, dan orang terbata-bata membaca Al-Qur’an sedang ia bersusah payah (mempelajarinya), maka baginya pahala dua kali.” (HR. Bukhari, Nasa’i, Muslim, Abu Daud, Tarmidzi, dan ibnu Majah).

Beberapa tahun terakhir bermunculan metode membaca atau menghafal Al-Quran. Metode cepat membaca Al-Quran menjamur di mana-mana. Setiap metode selalu menjanjikan percepatan. Jaman saya kecil metode seperti Iqra’, Tartila, Qiroaty belum ada. Cara membaca Al-Quran diajarkan secara natural, nyaris tanpa upaya percepatan, seperti yang dijanjikan metode zaman sekarang.

Meskipun tidak pernah dijanjikan bisa membaca Al-Quran dalam waktu singkat, belajar membaca Al-Quran zaman dulu tetap menggunakan metode yang dikenal dengan metode Al-Baghdady. Cara membacanya harus dieja. Alif fathah “a”, alif kasroh “I”, alif dlommah “u”, lalu bunyi terakhir dirangkai: a…i…u.

Tidak Terjebak pada Metode
Apapun metode yang dipakai, yang perlu diingat adalah tujuan akhir menggunakan metode itu, yaitu mampu membaca Al-Quran dengan baik dan benar, sesuai kaidah pelafalan huruf (makhorijul huruf) dan tajwid.

Fakta yang terjadi, banyak tersebar di berbagai kalangan, mereka lebih memprioritaskan metode yang dipakai. Metode membaca Al-Quran seperti produk kecap: diklaim sebagai metode nomor satu. Metode yang lain adalah produk nomor dua.

Alih-alih fokus pada bagaimana membaca Al-Quran dengan baik dan benar, tidak sedikit kalangan yang terjebak pada bisnis memasarkan metode. Membaca Al-Quran menjadi urusan sekunder, metode yang dipasarkan menjadi urusan primer. Kata para sesepuh, zaman sudah terbalik, menemukan kebenarannya.

Metode cepat menghafal Al-Quran dipasarkan dengan janji-janji yang melambungkan mimpi. Kita perlu kembali menatap diri, menata niat, menghitung mimpi: kita sedang berjualan metode atau menjaga ayat-ayat Al-Quran.

Demam menghafal Al-Quran bukan hanya menjebak pelaku bisnis metode: sekolah dengan label Islam tidak segan memasang tulisan besar: Program Unggulan Menghafal Al-Quran. Setelah dipelajari sistem dan mekanisme bagaimana para siswa menghafal Al-Quran, program itu tidak lebih sekadar trik menarik minat calon siswa baru.

Membangun Pondasi Bacaan Al-Quran
Para orang tua yang menghendaki anaknya sejak dini hafal Al-Quran seyogyanya tidak ikut terjebak oleh kecenderungan perilaku bisnis yang mengumbar janji. Menghafal Al-Quran tidak bisa dipahami dengan hitungan matematis. Misalnya, satu juz dihafalkan dua hari. Maka, kita hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari 60 hari. Bayangkan, hanya butuh enampuluh hari kita hafal 30 juz Al-Quran!

Bagaimana menyikapi pola berpikir yang pragmatis seperti itu? Al-Quran adalah firman Allah, milik-Nya, bukan milik kita. Kalau ada seseorang atau anak sanggup menghafal dalam waktu sangat singkat, cermati pula bagaimana proses sebelum kegiatan menghafal dilangsungkan. Pasti ada kegiatan pra-menghafal yang memudahkan hafalan. Selebihnya, semua bisa terjadi apabila Tuhan menghendaki. Yang terakhir ini bukan wilayah kita. Ia murni wewenang dan kehendak Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun