Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Ancaman" Itu Datang dari Google Classroom

2 Mei 2017   23:06 Diperbarui: 14 Juni 2017   19:54 1387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: https://www.lynda.com/

Sengaja saya pasang judul “Ancaman” supaya agak provokatif dan dramatis. Tidak mlempem dan jalan di tempat—fakta tak terelakkan bagaimana praktek pendidikan di sekolah kita selama ini. Membincang pendidikan akan selalu tergambar kondisi mengenaskan: mutu pendidikan yang rendah, biaya pendidikan yang mahal, kualitas guru yang pas-pasan, akses pendidikan yang belum merata.

Pada kondisi itu Google Classroom benar-benar menjadi ancaman bagi sekolah yang bukan sekolah, pendidikan yang bukan pendidikan. Mengapa menjadi ancaman? Bisa dipastikan generasi muda saat ini adalah Generasi Z. Generasi yang lahir pada rentang tahun 1990 an hingga 2000. Mereka sangat akrab dengan teknologi.

Sekolah Mirip Bajai yang Tersendat-sendat

Mark Zuckerberg, mewakili generasi milenial, menciptakan Facebook, dan Generasi Z adalah pengguna utama media sosial dan dunia online. Mereka tampil lebih individual, lebih global, serba bisa, berpikiran terbuka, sehingga cenderung bermental wirausahawan.

Generasi Z dinilai sebagai generasi paling terdidik yang pernah ada. Jika perbandingan sarjana pada Generasi Baby Boomers adalah 1 banding 5, Generasi X adalah 1 banding 4, dan Generasi Y adalah 1 banding 3—maka Generasi Z diisi 1 banding 2 orang.

Bukan terutama soal gelar sarjana yang berhasil mereka capai, tetapi watak dan karakter sebagai generasi multi-tasking yang akrab dengan teknologi, berwawasan global, serta sejumlah DNA khas Generasi Z, merupakan bentuk kedaulatan yang tidak boleh dirusak oleh sekolah.

Jadi, ancaman yang saya maksud pada judul tulisan ini merupakan “hukum alam” yang bisa kapan saja menggerus konvensionalitas sekolah yang mandeg alias jalan di tempat. Sebagai lembaga formal yang dilindungi negara atau berlindung pada negara, sekolah terlihat aman-aman saja. Mobilisasi regulasi dan kebijakan pemerintah pada satu sisi menguntungkan keberlangsungan sekolah. Namun pada sisi yang lain, sekolah menjadi seperti sebuah bajai di tengah laju teknologi transportasi.

Saya tidak hendak menyamakan pertarungan antara transportasi konvensional dengan transportasi online—potensi ancaman yang sedang mengintai sekolah yang gagap dan gamang berhadapan dengan, misalnya Google Classroom. Alih-alih melakukan pemerataan akses informasi dan teknologi sebagai salah satu media dan metode belajar, pemerintah malah getol mencanangkan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) sebagai upaya digitalisasi yang setengah-setengah.

UNBK itu pada kadar dan sisi berpikir yang lain menunjukkan karakteristik kebijakan khas orangtua, generasi Generasi Baby Boomers—kemajuan teknologi adalah alat semata, belum menjadi sikap berpikir untuk membangun masa depan.

Anak-anak itu menggunakan smartphone bukan lagi untuk sekadar mengirim SMS atau membaca Whtasapp—perilaku teknologi yang khas dimiliki oleh generasi yang jauh sebelum mereka lahir. Di genggaman tangan anak-anak itu smartphone adalah toko online, tutorial audio visual, video call, kursus online, pekerjaan, karir dan masa depan.

Generasi Alfa dan Sekolah Model “Generasi Baby Boomers”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun