Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis

Dosen. Redaktur CakNun[dot]com.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Membongkar Ilusi Produktivitas Modern

5 Maret 2025   22:43 Diperbarui: 5 Maret 2025   23:19 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puasa Ramadan bukan hanya ibadah yang menuntut pengendalian diri dari makan dan minum, tetapi juga momentum untuk menata ulang kesadaran diri terhadap waktu, energi, dan produktivitas. Di tengah tuntutan dunia modern yang serba cepat dan kompetitif, banyak orang merasa bahwa puasa menjadi penghalang bagi produktivitas kerja.

Paradigma ini berakar pada anggapan bahwa performa manusia sepenuhnya ditentukan oleh aspek fisik, sementara aspek spiritual sering kali dipandang sebagai distraksi. Kita akan membongkar narasi ini dan menawarkan perspektif baru yang lebih memberdayakan: bagaimana puasa justru dapat menjadi katalisator bagi produktivitas yang lebih bermakna dan berkelanjutan?

Puasa dan Produktivitas Modern

Dunia kerja modern sering kali mengukur produktivitas dengan angka: jumlah tugas yang diselesaikan, kecepatan dalam mengeksekusi pekerjaan, serta keluaran yang bersifat material. Dalam konteks ini, puasa dipandang sebagai tantangan karena dianggap mengurangi energi fisik, menurunkan fokus, dan memperlambat ritme kerja. Namun, jika kita mengkaji ulang pemahaman ini, kita menemukan bahwa produktivitas tidak hanya soal output fisik, tetapi juga soal efektivitas, efisiensi, dan ketangguhan mental.

Studi neuroscience menunjukkan bahwa berpuasa dapat meningkatkan produksi Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF), yang berperan dalam peningkatan daya ingat, ketajaman kognitif, dan ketahanan mental. Selain itu, puasa juga menstimulasi proses autofagi, yang membantu tubuh membersihkan sel-sel rusak dan meningkatkan energi yang lebih stabil. Jika diselaraskan dengan strategi kerja yang tepat, puasa justru dapat menjadi alat optimalisasi produktivitas.

Paradigma lama yang menempatkan produktivitas hanya dalam konteks fisik harus ditinjau ulang. Kita mempertanyakan asumsi bahwa kinerja terbaik hanya dapat dicapai melalui asupan energi dari makanan. Jika kita kembali pada sejarah, banyak peradaban besar justru berkembang dengan melibatkan aspek spiritual dalam pola kerja mereka. Para filsuf Yunani, ilmuwan Muslim pada Zaman Keemasan Islam, hingga para pemikir besar di Timur seperti Gandhi, menunjukkan bagaimana pengendalian diri melalui puasa justru menjadi alat untuk peningkatan kesadaran dan produktivitas.

Puasa tidak harus dilihat sebagai hambatan, melainkan sebagai kesempatan untuk mereformasi kebiasaan kerja. Misalnya, mengadopsi sistem kerja berbasis ritme biologis, kita dapat menyesuaikan jam kerja yang lebih optimal dengan kondisi tubuh selama berpuasa. Pagi hari hingga siang dapat dimanfaatkan untuk tugas yang membutuhkan pemikiran mendalam, sementara sore menjelang berbuka dialokasikan untuk tugas administratif atau yang bersifat repetitif.

Puasa: Momentum Transformasi Diri

Lebih dari sekadar ritual personal keagamaan, puasa dapat menjadi momentum transformasi diri yang mengarah pada produktivitas yang lebih berkelanjutan. Dalam dunia modern, banyak pekerja terjebak dalam kebiasaan "bekerja tanpa henti" (hustle culture). Ironisnya, hal itu justru mengurangi efektivitas jangka panjang akibat burnout. Puasa memberikan kesempatan untuk meredefinisi hubungan manusia dengan pekerjaan. Kita ditarik kembali menuju keseimbangan antara usaha dan refleksi.

Puasa juga mendorong disiplin diri yang merupakan salah satu pilar utama produktivitas. Dengan menahan diri dari konsumsi makanan dan minuman, seseorang belajar untuk mengelola impuls serta meningkatkan fokus pada tujuan jangka panjang. Ini relevan dalam dunia kerja yang sering kali penuh distraksi digital. Banyak orang kehilangan produktivitas karena kurangnya kontrol diri terhadap media sosial dan notifikasi yang terus-menerus muncul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun